Artinya:
“Perbuatan jahat orang yang berdosa membuat kehidupan menjadi tersiksa”.
Sloka Nitisastra sargah XIV. 3-4
“Satata musuhning mangareki widya, sad ika wilangnye ngetakena denta, ulahing aleswa malanika magong, apituwi sang wyasana ya ri dusta. Nguni-nguni yan wwang gering atiruksa, pituwi sedeng raga taruna manwan, kimuta yadin wwang satatadaridra lawan ing ulah dyah ta saha nidati”.
Artinya:
“Musuh orang menuntut ilmu ada enam macam banyaknya, camkanlah: kelalaian, adalah cacat yang besar, kebiasaan melakukan hal-hal yang buruk, penyakit atau kelemahan badan, buat orang
Dalam Manavadharmasastra Sarasamuscaya dan Parasaradharmasastra, seks selalu dianggap sebagai hal yang sakral yang hanya diperbolehkan setelah melalui proses pawiwahan yang menurut Manawadharmasastra memiliki delapan jalur. Dosa yang tak terampuni adalah selingkuh. Orang yang berzina dan pelacuran sampai akhir hayatnya tidak membudayakan akhlak, dan di kehidupan selanjutnya akan menjelma menjadi makhluk yang hina. Sangat sulit untuk bereinkarnasi sebagai manusia.
Hukuman untuk prostitusi sangat berat, dengan pengecualian pemurnian ritual atau prieasciita. Sulit menyadarkan seseorang yang sudah terjerumus kedalam prostitusi ini, lebih baik pencegahan diawal dilakukan lebih ketat. Peran orang tua sangat penting dalam masalah ini, orang tua harus mengawasi anaknya terlebih saat ia pertama kali menginjak masa pubertas atau remaja karena pada masa ini hormone mulai bergejolak. Disamping itu juga masyarakat perlu diberi edukasi terkait sex education dan tidak lupa menekankan ajaran-ajaran agama agar menghentikan hawa kainginan untuk berbuat seperti pelacuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H