Mohon tunggu...
Yuda Oktana
Yuda Oktana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bekerja keraslah, selebihnya biar Tuhan yang menyelesaikannya....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang juara

12 November 2015   13:22 Diperbarui: 12 November 2015   13:22 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yah, Lorenzo kemaren keren ya yah," kata Gaisan pada Ayahnya saat sarapan pagi di meja makan.

"Keren kenapa?" tanya Ayahnya sambil menyeruput kopi.

"Iya, dia keren bisa jadi juara Moto GP," jawab Gaisan.

"Ah, gak juga San. Yang keren itu justru uda kita Rossi,"

"Loh kenapa yah, pasti ayah pendukungnya Rossi ya,makanya gak mau kalah," Gaisan cengengesan pada ayahnya.

"Hmmm... gak percaya ya? kemaren kamu liat gak kamera lebih bayak tertuju ama siapa?"

"Rossi yah," kata Gaisan

"Itu berarati jutaan pasang mata juga tertuju pada Rossi. Terus, kamu dnger gak komentator lbih banyak ngebicarain siapa? media massa lebih banyak ngeberitakan tentang siapa? orang-orang lebih banyak menceritakan siapa? dan decak kagum pnonto pada siapa?"

"Roo...ssii," jawab Gaisan ragu-ragu, agak berat untuknya mengakui.

"Nah sekrang siapa yang juara sesungguhnya?

Gaisan mengangkat kedua bahunya. Sepertinya kurang mau mengakui.

Ayahnya tersenyum, "bagi ayah yang juara sesungguhnya itu Rossi. Mungkin kamu akan bertanya, kenapa yah? Hmmm..Gini san, tak selalu juara itu adalah mereka yang dikalungkan medali emas. Rossi memang tidak mendapatkan medali emas, tapi juara tak selalu nomor satu bukan?" kata ayahnya.

"Kita belajar dari Rossi. Ia pembalap yang telah menjadi juara bagi dirinya sendiri. Jadi juara bagi di hati jutaan penonton. Juara di mata media massa. Juara yang tanpa mahkota. Dialah juara yang sesungguhnya." jelas ayahnya

"Kamu tahu kenapa?" ayahnya mecoba mengkonfirmasi dari Gaisan.

"Karena insiden di Malaysia," jawab Gaisan spontan.

"Ya, tepat sekali San. Setelah insiden di Malaysia, Rossi disanksi dengan memulai star diurutan paling akhir. Ketika berada digaris belakang, apakah dia menyerah?" tambah ayahnya, "pada awalnya memang dia berniat untuk mundur dari kompetisi, orang-orang juga mengira begitu. Tapi setelah dia berpikir tak ada yang bisa menghalanginya menjadi juara selain dirinya sendiri. Setelah itu dia kembali berdiri gagah, mengumumkan kepada orang yang meragukannya, 'saya akan tetap bertanding, walau tak mudah'. Pada titik ini dia telah menjadi juara bagi dirinya sendiri dengan mengalahkan dirinya sendiri--rasa takut."

Gaisan hanya diam saja. Dia memperhatkan ayahnya dengan seksama. Belum pernah Gaisan antusias begini.

"Trus yah!" Gaisan meminta ayahnya melanjutkan cerita.

"Kita lihat sendiri San, apa yang terjadi. Rossi tetap bertanding, dia tetap gagah, dan masih bisa tersenyum walau star di ujung ekor. Pada saat balapan dimulai, kita liat sendiri San, dengan lincah ia meliuk-liuk manis menyalip pembalap yang lain, dan pada akhirnya ia berhasi berada diurutan ke 4 mengalahakan puluhan pembalap lainnya. Pada titik ini, dia telah menjadi juara bagi orang lain, membuat decak kagup jutaan hati penonton," jelas ayahnya.

"Nah, sama juga sepertimu San. Kamu harus bisa menjadi juara. Juara bagi dirimu sendiri, juara bagi ayah dan ibumu, juara bagi orang disekitarmu. Jadilah juara versimu sendiri, jadilah lesat bagi dirimu sendiri. Ayah tak menuntutmu harus menjadi juara kelas, harus bisa juara ini-itu. Bagi ayah ketika kamu telah bisa mengalahkan dirimu sendiri, melawan rasa takut, melenyapkan rasa malas, menjadi anak yang shaleh, bagi ayah itu lebih dari cukup." kata ayah pad Gaisan.

Gaisan hanya tersenyum.

"Yah," panggil Gaisan.

"Iya," jawab ayahnya.

"Ayah tau siapa juara bagi hidup aku?" tanya Gaisan.

Ayahnya menggelengkan kepada.

"Bagiku juara dalam hidupku saat ini itu Ayah sendiri," kata Gaisan sambil tersnyum.

Ayahnya tersenyum, ibunya juga tersenyum--senyum mereka melengkungkan senyum semesta.

Rumah Kata, 11/12/2015

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun