Mohon tunggu...
Okta Maulana Azizal
Okta Maulana Azizal Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Suvervisi Akademik

17 Oktober 2023   13:26 Diperbarui: 17 Oktober 2023   13:33 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Assalamu'alaikum Wr. Wb

Selamat pagi bapak ibu guru yang luar biasa.

Saya peserta CGP Angkatan 8,  saya ingin berbagi pengalaman hasil refleksi saya terkait modul 2.3 yang berjudul "Coaching Untuk Supervisi Akademik". Saya menggunakan pendekatan refleksi 4F/4P dalam mengevaluasi pemahaman dan penerapan konsep dari modul ini. Berikut adalah gambaran hasil refleksi saya berdasarkan model 4F/4P."

1. Fact ( peristiwa )

Saya telah memulai mempelajari modul 2.3 mengenai Coaching untuk Supervisi Akademik di LMS dengan mengikuti alur MERDEKA. Modul ini dimulai dengan tahap "Mulai dari Diri," di mana saya diminta untuk merefleksikan pengalaman pribadi saya terkait supervisi akademik. Hasil refleksi saya dapat diakses melalui tautan yang disediakan. Selanjutnya, dalam tahap "Eksplorasi Konsep," saya memperoleh pemahaman tentang coaching, termasuk paradigma dan prinsip coaching. Saya juga belajar tentang kompetensi inti coaching, seperti kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Selain itu, saya memahami alur coaching yang dijelaskan sebagai alur TIRTA. Di bagian akhir materi, saya mempelajari penerapan coaching dalam supervisi akademik, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu praobservasi, observasi, dan pascaobservasi. Selanjutnya, saya berpartisipasi dalam diskusi asinkron dengan sesama CGP untuk membagikan refleksi pemahaman tentang konsep coaching dan penggunaannya dalam supervisi akademik. Ruang kolaborasi dalam modul 2.3 dibagi menjadi dua bagian, yaitu diskusi kelompok dan presentasi hasil diskusi. Diskusi kelompok dilakukan secara daring melalui Gmeet. Saya juga diberi tugas untuk melakukan demonstrasi kontekstual coaching dengan rekan calon guru penggerak. Pada tahap "Elaborasi Pemahaman," saya diminta untuk merumuskan pertanyaan yang dapat memperkuat pemahaman saya tentang materi konsep dalam Modul 2.3. Terakhir, dalam tahap "Koneksi Antar-Materi," saya menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh . Dalam tahap "Aksi Nyata," saya menerapkan pemahaman saya tentang modul 2.3 dalam praktik. Saya melakukan coaching untuk supervisi akademik dari tahap praobservasi, observasi, hingga pascaobservasi.

2. Perasaan (Feelings)

Saya harus mengakui bahwa pada awalnya, saya masih merasa agak bingung tentang apa sebenarnya Supervisi Akademik dengan model coaching. Namun, seiring berjalannya waktu, pemahaman saya mulai meningkat setelah terlibat dalam diskusi bersama dan berpartisipasi dalam ruang kolaborasi yang telah disediakan. Selama kegiatan di ruang kolaborasi, penjelasan mengenai perbedaan antara coaching, mentoring, konseling, fasilitasi, dan training juga disampaikan, dan semuanya memiliki perbedaan yang signifikan. Kami, sebagai CGP, juga diberi pertanyaan mengenai bagaimana perasaan kami saat sedang dalam proses supervisi, dan diminta untuk menjelaskan bagaimana proses supervisi akademik yang ideal. Hal ini bertujuan untuk membentuk kami, para CGP, menjadi individu yang mampu memimpin atau bahkan menjadi kepala sekolah.

3. Pembelajaran.( Finding )

Penting untuk diingat bahwa inti dari Coaching Supervisi Akademik adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memberikan dampak langsung pada guru dalam situasi pembelajaran di kelas. Kemudian, kompetensi inti dalam coaching dengan percakapan alur TIRTA dimulai dengan latihan di ruang kolaborasi, diikuti dengan praktek kelompok, dan refleksi bersama rekan. Dalam pemahaman saya, Supervisi berbasis coaching adalah jenis supervisi yang mengarah pada kemitraan untuk membangun ide, memfasilitasi pertumbuhan, dan menggali ide-ide baru dalam pengembangan potensi. Yang terpenting adalah memberdayakan coachee, bukan hanya memberi arahan atau solusi. Coaching lebih mengarah pada menggali kekuatan bawaan untuk memperbaiki perilaku. Jadi, coaching adalah upaya untuk membimbing potensi agar mencapai kesuksesan sebagai manusia atau sebagai anggota masyarakat. Sebagai guru, tugas kita adalah membebaskan murid untuk menemukan potensi dan kekuatannya sendiri, sementara pendidik bertugas sebagai pembimbing dalam memberdayakan potensi yang ada agar murid dapat menemukan kekuatan dalam diri mereka.

4. Penerapan(  Future)
saya mendapatkan inspirasi pribadi untuk berperan sebagai agen perubahan. Saya ingin memulai perubahan ini dari diri sendiri, rekan-rekan, dan komunitas sekolah, dengan tujuan mencapai yang terbaik. Dengan mengadopsi paradigma coaching, yaitu berfokus pada rekan, bersikap terbuka, memiliki kesadaran yang kuat, dan mampu melihat peluang, saya menyadari bahwa ini adalah contoh nyata dari budaya positif. Kesadaran yang kuat memungkinkan kita untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kita. Saya merasa sangat termotivasi untuk berkolaborasi dengan rekan sejawat dalam menerapkan konsep ini di lingkungan sekolah. Kemudian saya akan melakukan aksi nyata dimana saya akan menerapkan Kembali suvervisi akademik ini untuk melatih diri saya sendiri.

Terimakasih,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun