Maraknya kampanye menikah di kalangan anak muda, bikin aku mikir "Memangnya menikah se-simple itu ya?". Mungkin bagi beberapa orang, menikah memang simple. Rezeki sudah ada yang ngatur, jangan khawatir. Pesta pernikahan juga gak perlu-perlu amat, sederhana aja. Belum punya rumah juga gak apa-apa, bisa tinggal di rumah orang tua dulu. Dan berbagai solusi lainnya dari setiap kekhawatiran dalam sebuah pernikahan dilontarkan untuk menjadi nasihat. Tapi, bukankah pernikahan tidak melulu soal materi?
Menikah juga soal mental. Apakah kamu sudah siap menjadi seorang istri/suami? Selanjutnya, apakah kamu sudah siap menjadi orang tua?
Menjadi orang tua tidak se-menyenangkan update-an para mamah muda atau papah muda di instagram ternyata. Ada banyak permasalahan yang harus diselesaikan, ada banyak hal-hal kecil yang luput dari perhatian yang ternyata memiliki dampak berkepanjangan salah satunya adalah mengenai berat badan anak.
Eh, gak cuma berat badan orang dewasa yang harus ideal, berat badan anak juga. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan satu dari lima anak Indonesia mengalami berat badan kurang. Nah, ini PR orang tua untuk mencermati kondisi berat badan dan tinggi badan anak. Anak bukan hanya membutuhkan makanan untuk menjadi kenyang, tapi asupan gizi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan setiap tahapan usia. Kalau kondisi berat badan kurang ini terjadi pada anak di usia tumbuh kembang, maka anak tersebut terancam menjadi gizi kurang atau stunting.
Permasalahannya, masih banyak orang tua yang belum sadar kalau tubuh anak yang tampak kurus membutuhkan perhatian dan penanganan khusus. Di Indonesia, presentase underweight (berat badan kurang) dan serve underweight (berat badan sangat kurang) pada kelompok balita mencapai 17,7% yang artinya angka anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi di atas angka ambang batas yang ditetapkan WHO (10%).
- DR. Dr. Conny Tanjung, Sp.A(K), seorang Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik
- Ajeng Raviando, seorang Psikolog Anak dan Keluarga
- Kaditha Ayu dan Dallas Pratama, orang tua Khal (juga seorang aktris dan aktor)
Di acara tersebut, dibahas mengenai berbagai permasalahan orang tua dalam menjaga berat badan anak, cara mengatasi permasalahan tersebut, dan pentingnya dukungan untuk para orang tua. Gak cuma ngasih materi, di acara ini juga orang tua bisa sharing dan juga tersedia konsultasi sekaligus pemeriksaan tinggi badan dan berat badan anak. Menurutku ini sangat menarik dan bermanfaat untuk bekal aku di kemudian hari.
Mindset tentang makan adalah untuk kenyang juga ternyata berlaku untuk beberapa orang tua terhadap anak mereka. Terkadang, mereka tidak memastikan nutrisi dalam makanan dan hanya ingin membuat anaknya kenyang. Kesalahan berfikir itu bahaya loh. Status gizi kurang terutama pada anak merupakan salah satu permasalahan pertumbuhan yang mengacu pada kondisi berat badan yang ideal menurut tinggi badan. Kenapa anak bisa kurang gizi? Faktor terbesarnya adalah praktek pemberian makan yang salah dan ketidak tahuan orang tua.
Dampak berat badan kurang pada balita cukup mengerikan baik secara jangka pendek maupun panjang. Dampaknya mulai dari sistem kekebalan tubuh anak akan turun sehingga anak jadi rentan terhadap penyakit, pertumbuhan anak tidak optimal sampai dengan gangguan perkembangan otak dan fisik anak. Lalu apa yang harus dilakukan untuk mencegah hal tersebut?
Apakah para "Orang Tua" Sudah Siap Menjadi Orang Tua?
Menjadi orang tua memang ditandai dengan mempunyai anak, tapi apakah mereka sudah siap menjadi orang tua secara psikologis? Faktanya, banyak orang tua yang tidak siap menghadapi permasalahan berat badan anak dan menganggap masalah ini bukanlah sesuatu yang penting. Beberapa orang tua cenderung menghindari percakapan tentang masalah berat badan anak supaya tidak menjadi beban psikologis bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak menyelesaikan masalah, hanya menunda.
Orang tua juga wajib memiliki pengetahuan yang luas tentang tumbuh kembang anak. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk memantau tumbuh kembang anak secara rutin saja masih rendah. Selama tahun 2018, baru sekitar 54,6% anak balita yang dibawa ke fasilitas kesehatan untuk ditimbang dan diukur tinggi sesuai standar, yaitu paling sedikit 8 kali dalam setahun. Kartu Menuju Sehat (KMS) saja mungkin hanya dianggap sebagai kertas biasa tanpa tahu artinya apa.
Tapi, banyak juga orang tua yang berusaha untuk menghadapi masalah tumbuh kembang anak. Mereka secara aktif mengakses dan mencari informasi mengenai cara menghadapi anak dengan berat badan kurang atau datang langsung kepada ahlinya untuk berkonsultasi. Inilah yang seharusnya dilakukan orang tua, mencari solusi dari permasalahan bukan menunda permasalahan.
Cara Mudah Memantau Tumbuh Kembang Anak
Jika sering mendatangi fasilitas kesehatan tidak memungkinkan, orang tua tetap bisa mengecek berat badan ideal anak secara berkala. Di era digital ini, berbagai informasi bisa kamu dapatkan dari internet. Untuk menjadi solusi dari permasalahan sekaligus bentuk dukungan terhadap para orang tua, Danone Indonesia menyediakan flatform website untuk mengecek berat badan ideal anak. Orang tua tinggal masuk ke www.cekberatanak.co.id , masukan data yang dibutuhkan, dan informasi mengenai berat badan anak langsung muncul.
Dengan rutin mengecek kurva pertumbuhan anak melalui website ini, semoga orang tua dapat lebih siap dan waspada bila terjadi gejala berat badan kurang sehingga segera mencari solusi dengan berkonsultasi kepada ahli kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H