Mohon tunggu...
Oktavia Wijaya
Oktavia Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Travel Enthusiast🍃 □ 📝 www.aivatko.com □📷www.instagram.com/oktaav

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Nek Bundhiyah tentang Kapal Nuh dan Tsunami Aceh

15 November 2018   12:59 Diperbarui: 15 November 2018   13:03 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beerfoto dengan Nek Bundhiyah

"Nenek udah pasrah, tapi Allah itu baik. Nenek ada yang bisikin pedahal gak ada siapa-siapa. Nenek yang udah pasrah karena gak punya tenaga buat lari, alhamdulillah diberi kekuatan untuk lari. Alhamdulillah nenek naiknya ke rumah Ibu Albasyiah bukan ke rumah yang lain."

"Pas udah surut nenek nangis liat banyak mayat bergelimpangan. Masih inget nenek airnya tinggi banget se-pohon. Nenek sadar, kalo Allah bisa mengambil apa saja dalam sekejap. Itu nyata."

Nenek bercerita dan aku membayangkan apa yang dia ceritakan. Bagaimana mencekamnya hari itu, bagaimana beruntungnya orang-orang yang selamat dari kejadian itu, dan bagaimana luar biasanya kuasa Allah. Ratusan ribu orang kehilangan sanak saudaranya, ada yang sejak saat itu hidup sebatang kara. Aku sadar, bahwa di dunia ini tidak ada yang benar-benar dimiliki oleh manusia. Semua milik Sang Pencipta. Gak bisa ditahan lagi, mata akhirnya berkaca-kaca.

Betapa hebatnya kuasa Allah. Mulai dari bisikan yang menyelamatkan Nenek Bundhiyah, kapal nelayan yang tersangkut di atap yang membuat 59 orang selamat, nelayan yang tidak terbangun ketika tsunami, mushola kecil di pinggir pantai yang tidak rusak, dan Masjid Baiturrahman yang berdiri kokoh pedahal disekelilingnya rata dengan tanah. Masyaallah.

Tapi selalu ada hikmah dari setiap kejadian. Kata beliau, sebelum terjadi tsunami orang-orang takut untuk datang ke Aceh karena konflik antara GAM dengan RI. Dulu di Aceh cukup mencekam, ada banyak korban jiwa dari konflik tersebut. Setelah tsunami, tepatnya 15 Agustus 2005 konflik tersebut sudah tidak ada lagi karena disepakatinya perjanjian antara GAM dengan RI di Finlandia. Perjanjian damai ini dicetuskan oleh Wakil Presiden saat itu Bapak Jusuf Kalla. Sekarang, Aceh semakin kondusif dan tidak ada lagi gesekan antara golongan.

Dari perjalananku di Aceh, dari semua cerita orang yang aku temui tentang tsunami Aceh ini, aku belajar banyak sekali. Tentang manusia yang menerima takdir dengan sangat ikhlas, tentang kehilangan yang bukan lagi sebuah pilihan, tentang maut yang entah kapan datangnya, dan tentang tidak berdayanya manusia dibanding dengan Tuhannya. Tentang hidup yang memang fana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun