Kebebasan sosial untuk mengekspresikan kebebasan berbicara adalah hak dan tanggung jawab negara demokrasi. Sebagai negara demokrasi, Indonesia telah menjamin kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum melalui berbagai peraturan perundang-undangan.
Negara demokrasi dapat ditandai dengan diberikannya hak kebebasan kepada warga negara untuk menyampaikan aspirasi, pendapat baik melalui lisan maupun tulisan (Susanto, 234: 2019)
Keterkaitan konsep HAM dalam hal kebebasan berekspresi dan berpendapat juga berkaitan dengan konsep dari negara hukum. Indonesia mengatur kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."
Pada Pasal 28F UUD 1945 menegaskan, "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."Â
Selanjutnya, yang mendasari seseorang bebas untuk mengeluarkan pendapat dapa dilihat dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Meskipun demikian, seseorang dalam mengeluarkan pendapat juga harus menghargai hak-hak orang lain serta tunduk pada hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.
Meskipun begitu, apakah penegak hukum bisa selektif untuk menerapkan pasal-pasal dalam hal penyampaian pendapat?
Bisa dilihat dari contoh kasus penangkapan aktivis Dandhy Dwi Laksono yang ditangkap oleh aparat kepolisian pada 26 september 2019 pukul 22.45 WIB di kediamannya atas cuitannya soal kerusuhan di Jayapura dan Wamena Papua. Dandhy menjadi tersangka karena diduga melanggar undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Lalu, sehari setelah itu mantan wartawan sekaligus musisi Ananda Badudu ditangkap Polda Metro Jaya pada 27 September 2019 lalu. Penangkapannya terkait uang yang dihimpun Ananda melalui medsos dan disalurkan untuk demonstrasi menenatang RKUHP dan UU KPK tahun lalu.
Kedua kasus penangkapan ini membuat kita semua berpikir bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia perlahan mulai hilang.
Survei tersebut menjadi indikasi tentang kemerosotan kebebasan dalam berpendapat. Terlebih di era pandemi saat ini, ada pemberlakuan-pemberlakuan kebijakan yang menjadi konsekuensi untuk mengendalikan kesehatan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang artinya kebebasan untuk bergerak itu dibatasi. Memang hal tersebut juga belum tentu sebagai indikator utama penurunan demokrasi, tetapi dengan adanya pandemi ikut mengakselerasi kemunduran dari demokrasi.
Jika hal ini terus dibiarkan terjadi, maka sikap apatis masyarakat bisa saja timbul karena kebebasan unutk menyuarakan aspirasi terkait kritik terhadap pemerintah pun perlahan mulai dibungkam.
Daftar PustakaÂ
Susanto, Iqbal, Muhamad. (2019) "Kedudukan Hukum People Power dan Relevansinya dengan Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia", Volksgeist Vol.2 No. 2 Desember.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200803160536-32-531684/kebebasan-sipil-turun-indeks-demokrasi-indonesia-naik diakses Pada  24 Juni 2020
https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/27/170000365/penangkapan-dandhy-dan-ananda-tanda-kebebasan-berpendapat-mulai-dibungkam?page=all diakses Pada 24 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H