Mohon tunggu...
Okta Piliang
Okta Piliang Mohon Tunggu... Seniman - seniman/penyair/

penyihir kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Maulidan 3

2 September 2022   08:36 Diperbarui: 2 September 2022   08:50 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3

oktober mulai mampir

di ruangan guru, di balik papan tulis, ia intip dari pintu angin. warna langit seakan gelisah, ini bulan penentuan, sejarah yang akan berulang

di luar ulat menjadi rama-rama, hinggap di kuntum bunga. seakan mendekatkan waktu pada pertemuan

di stasiun lenguh dada perempuan berdesir di antara rel, dan gerbong-gerbong yang sesak. sobek tiket adalah kado yang membikin kaget. "bukankah bulan ini perlu perayaan, kalau bukan kepada usia"

hesti yang puisi tak sendiri, seorang kanak-kanak memengang balon. ia pandang jauh ke ujung teluk juga pantai, di mana malin dikutuk, namun janji tak perlu dikutuk. batu. batu batu dada runtuh"untuk menggantikan perempuan, mesti ada perempuan yang baru" dan maulidan yang dipeluk rusuh, mematahkan harap diam-diam

Sebagaimana pertemuan, hidup dengan kisah-kisah yang hadir dalam lingkungan, puisi juga hadir dari pertemuan pun kehilangan, dan perjalanan kata-kata, puisi bisa menjelma apa saja, mungkin bahagia, mungkin luka-lara, mungkin senyuman di bibirmu. Oya, puisi Maulidan Maulidan ini baru berhasil saya "nyatakan" selesai, tidak ada revisi lagi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun