Mohon tunggu...
Adit Okta
Adit Okta Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

belajar setia dengan apapun dan pasrah menerima sesuatu keadaan yang diluar kemampuan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ta'aruf, Efisienkah?

11 Maret 2013   13:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:58 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah dengan jalan khitbah dan ta'aruf yang khas syariah Islam. Akan mudah bagi mahzab salafy di negara Saudi Arabia yang memang sangat ketat dalam masalah muhrim, semisal kebijakan sekolah yang khusus bagi laki-laki dan wanita, bahkan sampai pada jenjang universitas, pergaulan anak muda yang sangat dibatasi, ini efek domino dari penegakkan Syariah Islam di negara sana. Berbalik akan terasa sangat berat jika dilakukan saat kita berada dalam lingkungan liberalisasi dan imperialisme akut semacam negara kita Indonesia ini.hukum Syariah Islam ditiadakan menjadi pancasilais. Sekolah-sekolah antara laki-laki dan perempuan berbaur menjadi satu, pergaulan kehidupan anak muda tiada sekat yang membatasi, menimbulkan pola pikir bahwa ini kebebasan yang memang wajar bagi mereka.

Mengapa di negara kita sedikit harapan berta'aruf? Faktor utama yaitu mengenai liberalisme, jelas sebuah ideologi yang bertentangan dengan islam dan tentu saja membawa penganut kepada aklaq yang buruk. Kita tidak mungkin berta'aruf dgn orang yg suka berpacaran, tidak memakai jilbab, bahkan kepada wanita santri pun perlu kita waspadai jika berada dalam lingkungan liberalisasi.

Ada sebuah kisah menarik seorang anak yang dilahirkan dari keluarga berprinsip mengharamkam pacaran. Sebuah keluarga yang mungkin kadarnya 65 % bersyariah Islam. Cukup tertutup dan selalu dilingkupi hal-hal agamis. Tapi musibah besar datang saat bapaknya berani mencomot calon ibu barunya yang berasal dari pondok pesantren. Rasa over confident ini membawa petaka buruk bagi anak-anaknya termasuk dia sendiri dan menhasilkan trauma besar bertahun-tahun hingga saat ini. Ternyata akibat pernikahan yang sangat instan itu tanpa melihat kurang jeli segala latar belakang sifat calon dan sifat keluaraga mempelai menjadi buah simalakama bagi bapaknya.

Masalah jodoh memang ditangan tuhan. Tapi masalah berusaha dalam bibit bebet dan bobotnya adalah masalah usaha kita. Bukanya saya menghasut untuk tidak melaksanakan Syariah Islam. Tapi alangkah baiknya jika cara ta'aruf tersebut kita pergunakan dengan sebaik-baik dan secermat mungkin demi kehidupan masa depan yang cerah.

Persepsi ta'aruf yang dikatakan serba instan kita rubah bahwa ta'aruf adalah proses panjang dalam melhat dan memantau calon jodoh kita, yang tanpa pacaran, tanpa bermesraan sebelum ada ikatan suci.

Kuncinya iklash, pasrah dan terus berdoa agar dimudahkan dalam mencari jodoh yang benar-benar berakhlaq mulia. Sembari beristikharah dengan semurni-murninya.

Jangan bernafsu ingin segera membina rumah tangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun