Apakah orang lain perlu melihat ibadah kita?
Apakah orang lain perlu melihat ibadah kita?
Itu adalah pertanyaan yang cukup sulit dijawab. Karena cukup sensitif dan bisa menimbulkan perdebatan panjang. Namun arah tulisan kali ini bukan untuk merujuk pada perdebatannya. Tapi hikmah dibaliknya yang perlu kita tonjolkan.
Bagi sebagian orang, sepertinya perlu bila ibadahnya dilihat orang lain. Karena kelaiman orang tersebut, diharapkan bisa memberikan contoh kepada orang lain. Menjadi sosok atau figur yang memberi contoh baik pada kehidupan beragama.
Sebagai contoh, bila kita seorang dokter. Bila kita seorang dokter, orang dapat mengetahui kita sebagai dokter yang membuka praktek dengan cara memasang papan nama di depan tempat praktek kita. Sehingga orang lain tahu bahwa kita adalah dokter yang bisa membantu mengobati orang yang sakit.
Pandangan demikian juga terkadang berlaku dalam beribadah. Bila kita memang ingin berdakwah dan berjalan di jalan Allah yang khusuk, maka kita perlu menunjukkan kekhusukan kita. Agar orang lain mengerti bahwa kita memang berdakwah, sehingga bisa membantu memberi pencerahan bagi orang-orang yang tersesat.
Pandangan tersebut ada benarnya dan bila kita pikirkan kembali, hal tersebut tidak salah dan masuk akal. Bagaimana orang bisa tahu bila kita berdakwah bila kita tidak menunjukkan kekhusukan kita dalam beribadah. Bagaimana bisa orang lain mengerti apa yang kita dakwahkan bila orang lain tidak mengetahuinya.
Disisi lain terdapat orang-orang yang beranggapan ibadahku ya untuk aku. Tak perlu orang lain tahu. Karena baginya, beribadah itu sesuatu hal yang bukan untuk dipamerkan. Bukan hal yang harus dilihat orang. Kekhusyukan baginya adalah bercengkrama dengan Tuhan tanpa ada yang melihat.
Bagi orang-orang dengan pandangan begini, terkadang terlihat tidak pernah beribadah, tidak alim, bahkan seolah-olah dia adalah orang yg jauh dari Tuhan. Tapi ada hal yang memang tidak diketahui orang lain. Dan kita tidak pernah tahu apakah ibadahnya di terima atau tidak.
Pandangan seperti itu pun tidak bisa dibilang salah, karena hakekatnya orang dengan pandangan seperti itu menghindari riya'. Ibadah yang dijalani dilakukan dengan penuh hati-hati agar tidak muncul Nita riya' dihatinya. Karena dia takut, niatnya beribadah akan berganti menjadi pamer.
Kedua pandangan tersebut tidak ada yang salah. Karena hakikatnya semua memiliki alasan dan pandangannya masing-masing. Selama itu menuju ke arah kebaikan, seharusnya tidak perlu ada pertentangan. Keduanya baik dan berpendapat yang tidak bisa dibilang keliru.Â