Maaf,selama ini melupakanmu,kau sahabat lamaku
Aku yang terbelenggu rutinitas manusia yang tak manusiawi
Hingga lupa menyapamu
Aku ingat,saat kanak-kanak kita selalu saling sapa di tiap pagi yang dingin
Ketika kumulai hari untuk mendapatkan sekelumit ilmu dari beliau-beliau yang sudah menanti di bangunan tua yang kami sebut sekolah
Bukan dengan suara kita menyapa
Bukankah suara penuh aroma kemunafikannya?
Kita menyapa lewat rasa,yang kuyakin lebih jujur dari bunyi kata
Kau yang mengajariku arti kese'jati'an yang sesungguhnya
Bagaimana kau ikhlas menerima,dimanapun Tuhan menaruhmu berada
Kau berjuang hidup,terus tumbuh menggapai ketinggian
Hingga temukan cahaya
Meski kadang api dunia membakar tubuhmu,kau tetap bertahan kaku
Kau takkan pernah lari dari masalahmu
Ketika musim tak bersahabat,kau rela tanggalkan mahkota hijaumu
Demi bertahan,meski telanjang,kau tetap gagah menjulang
Sejenak,kutatap pucuk dahanmu yang tertinggi
Disana pastilah sepi
Ingin sekali ku kesana,bercanda bersama
Leburkan sepimu dan sepiku
Maka jadilah kesepian yang ramai,tapi aku tak mampu
Di akhir hari,masih sempat kulihat akhir batangmu itu,sedang bertamu burung emprit
Hinggap,menari,santai dan bernyanyi
Pasti kau senang sekali
Adakah yang lebih menyenangkan dari menyenangkan sekitar kita?
Dan iriku padamu karena itu
Jombang,21 agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H