Bencana alam, termasuk gempa dan tsunami yang kemarin lusa terjadi di Palu dan Donggala merupakan bencana yang memilukan dan menimbulkan banyak korban jiwa. Dalam hal ini, tentu dirasakan oleh berbagai kalangan, baik kalangan muda maupun tua, balita maupun manula dan lain-lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian dari mereka, khususnya balita/anak-anak pasti trauma dengan kejadian yang demikian. Masa anak-anak merupakan masa yang rawan terkena guncangan jiwa dan stress, mengapa demikian? Karena seorang anak belum dibekali kemampuan atau skill yang mumpuni untuk mengobati luka jiwa yang mereka alami. Apalagi jika mereka sampai kehilangan keluarganya?
Sungguh memprihatinkan, bukan?
Kehilangan sanak saudara, teman bermain dan orang-orang yang dicintai tentu saja dapat menyebabkan perasaan yang resah, gusar, gelisah, khawatir dan takut yang kesemuanya itu mengarah kepada trauma yang mendalam terutama seusia anak-anak.
Melihat hal tersebut, kewajiban bagi konselor untuk memberikan konseling pada anak-anak dan lebih ditekankan pada pengembalian kestabilan emosi anak supaya mereka mampu menerima keadaan dan dapat mencapai kestabilan emosinya.
Disesuaikan dengan kompetensi yang harus dimiliki konselor, dan seperti yang telah termuat dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2009 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa konselor mencakup empat ranah kompetensi, yaitu:
Kompetensi Pedagogik
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran dan pengembangan peserta didik.
Kompetensi kepribadian
kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia
Kompetensi sosial