Saya orang desa, asli dan lahir di desa, bukan horang desa yang sok kota.
Makan nasi asli dari tanaman sendiri, sayur juga bukan beli di pasar, laukpun jarang beli di pasar. Tetapi saya tetap sadar bahwa tidak selamanya orang desa rejeki desa, malahan sekarang banyak orang desa rejeki kota. Soal rejeki hanya tuhan yang tau.
Orang desa memang jauh dari hiruk pikuk kota, jauh dari segala keramaian dan jauh dari yang berbau kekotaan. Sebab itu segala informasi yang mengenai digital sering di telan mentah-mentah, tanpa croscek terlebih dahulu mengenai kebenaran informasi tersebut. Apalagi media televisi yang sering menggoreng-goreng berita, di bolak balikkan bahkan kadangkala menjurus kepada fitnah.
Secara tak sadar masyarakat pedesaan di buat percaya bahwa apa yang di sampaikan media seolah olah itulah yang sebenarnya terjadi, itulah lugunya orang desa, hanya mampu menafsirkan apa yang di lihat tetapi tak mampu menafsirkan apa yang dirasa. Mereka melihat indonesia sudah berkembang menjadi lebih baik, dengan adanya pembangunan infrastruktur yang menjamur dimana-mana, tetapi mereka tak sadar bahwa segala harga kebutuhan pokok naik,dimulai dari bbm yang menjadi sebab akibat ujung tombak harga kebutuhan pokok naik.
Itu baru urusan kecil, urusan uang rp. 1,000 - rp. 2,000, tetapi dampak yang ditimbulkan luar biasa hebat, belum lagi urusan mafia-mafia impor, permainan mereka tak kasat mata bagi orang desa. Belum lagi yang lain (silahkan analisa sendiri), masyarakat desa hanya mampu melihat bahwa kita bangsa indonesia baik-baik saja. Inilah lugunya orang desa.
Mengenai bbm satu harga,
Semua itu bullshit omong kosong, tidak percaya ?? Silahkan datang sendiri di tempat kami, kota kecil sejuta permasalahan, harga premium rp. 9,000- rp. 10.000, solar rp. 11.000- rp. 12.000, ini di kota, kota kabupaten. Bagaimana di tempat kami (desa) ??? Ooohhhhh harga premium rp. 11.000- rp. 12.000 solar jangan di tanya,,,,,
Padahal kami petani, membutuhkan premium, membutuhkan solar untuk membajak sawah kami, untuk membersihkan ladang kami.
Kami tak sanggup lagi membajak sawah menggunakan cangkul maupun kerbau, kami tak mampu lagi membersihkan ladang kami menggunakan arit maupun parang, kami sudah terlanjur bermain dengan alat2 mesin pertanian bukan manual lagi. Inilah lugunya orang desa.
Teruntuk saudara- saudaraku orang desa.
Kalian terlalu fanatik dengan media televisi dengan presiden kalian, bahkan mati - matian membelanya supaya terpilih kembali, kalian juga terlalu benci kepada pihak oposisi, sehingga kalian menjadi penerus fitnah yang disampaikan orang lain terhadap pihak oposisi. Sadarlah wahai saudara ku semua, kalian boleh mengagumi, mendewakan, memuja presiden kalian, tetapi janganlah kalian perlakukan hal yang sebaliknya kepada pihak oposisi.
Perlakukanlah mereka secara adil, lihatlah mereka dari sudut pandang yang sama, yaitu dari sudut pandang kebenaran dan keadilan yang hakiki.
Semoga lekas sadar saudara2 ku yang yang di desa, jangan jadikan keluguan kita tak mampu menganalisa apa yang telah di terjadi di sekitar kita.
Biarkan mereka para elit2 politik beradu argumen mengenai visi misi yang diusung menjelang pilpres, sedangkan kita pikirkan hari esok masih bisa kah atau tidak membajak sawah ladang kita menggunakan alat pertanian.
Salam horang desa,gembel elit
Seruyan,08 november 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H