Mohon tunggu...
Akrom Haz
Akrom Haz Mohon Tunggu... Penulis - Penunggu Waktu

Mencintai hidup dengan segala kenikmatannya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ucapan 'Selamat Sore' Aplikasi dan Memori Kecopetan di KA di Masa Kecil

22 Oktober 2024   18:28 Diperbarui: 22 Oktober 2024   18:30 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Azan magrib baru saja terdengar lamat-lamat. Sebuah ucapan 'Selamat Sore' tertera di aplikasi Acces by KAI. Ucapan yang tertulis di pojok kiri atas tampilan di aplikasi berikut nama lengkap kamu tampak manis.

Sendiri, hanya melihat tampilan aplikasi di android tersebut. Entah kenapa, ingatan tiba-tiba melayang pada waktu dulu. Sekarang  kereta api (KA) kini benar-benar telah berevolusi menjadi lebih baik.

Jauh dari KA yang saya kenal puluhan tahun silam. KA dulu adalah moda transportasi andalan keluarga kami. Payah namun selalu menjadi primadona bagi kami. Mungkin juga bagi sebagian orang. 

Dulu, saat orang tua kami pulang kampung atau mudik Lebaran. Kami biasa menggunakan moda KA. Orang tua saya selalu antre panjang membeli tiket KA di Stasiun Pasar Senen Jakarta. Bapakku bekerja membuka usaha konveksi di Palmerah Slipi Jakarta Barat. Setiap kali jelang mudik, bapak mengajak kami sekeluarga pulang kampung ke Pekalongan, Jawa Tengah.

Di benak kami sudah terbayang, bahwa antrean panjang, lama, dan serba padat stasiun menjadi gambaran. Dan, ternyata bayangan itu benar-benar terjadi. Tentu hal itu berdasarkan pengalaman kami setiap kali pulang kampung.

Pernah suatu waktu, saya harus mengalami hal yang tak mengasyikkan. Saya lupa apa nama KA tersebut. Yang jelas, KA yang kami tumpangi hendak berangkat karena waktu keberangkatan tiba.

Kami sekeluarga masih dalam perjalanan menuju KA usai berhasil membeli tiket. Seketika, bapak, emak, kakak, adik lari begitu mendengar KA yang kami tumpangi hendak berangkat.

Kami berlari kencang sembari tergopoh-gopoh membawa barang bawaan. Berdesakan, sampai harus menabrak banyak penumpang KA. Kami menerobos para penumpang yang berjalan ke tepi rel stasiun.

Alhamdulillah, kami berhasil naik KA saat lajunya masih pelan. Seperti biasa, KA kelas ekonomi yang kami tumpangi selalu memperlihatkan pemandangan selayaknya keramaian pasar. Di tiap sudut, disesaki manusia dan barang bawaannya.

Kami berjuang agar bisa mendapatkan ruang untuk duduk sekaligus menaruh barang bawaan kami. Jelas, kami tidak mendapatkan tempat duduk. Karena tiket yang kami beli adalah tiket dengan tempat duduk bebas. Ya, bebas duduk di mana saja. Kalau tempat duduk habis, kami duduk lesehan.

KA, masih dengan cerita yang tak kalah pilu, benar-benar membekas di benak saya. Pernah satu waktu ketika saya baru lulus kelas 6 MI  (madrasah ibtidaiyah atau setara sekolah dasar). Saya pulang dari tempat belajar di Gresik Jawa Timur menuju Jakarta.

Usia yang masih kecil tak menyurutkan saya bersama beberapa teman sebaya pulang ke Jakarta menggunakan KA. Dari Stasiun Pasar Turi Surabaya kami bertolak. Lagi-lagi, kami menumpangi KA kelas ekonomi.

Kami harus berdesakan naik KA. Seingat saya, kami naik di ruang antara gerbong. Bahkan, saya harus duduk di depan pintu toilet. Angin yang kencang karena pintu yang terbuka selama perjalanan membuat para penumpang masuk angin. Tidak sedikit dari mereka yang perutnya kembung. Saya salah satunya.

Meski dalam kondisi tak karuan di KA, namun kami tetap bisa bersahabat dengan suasana. Kami bisa tertidur meski harus terbangun manakala KA berhenti di stasiun tertentu. Aktivitas pedagang asongan-naik dan turunnya penumpang membuat kami harus beberapa kali terbangun.

Di tengah perjalanan, saya tak sadar. Ketika ada tangan orang lain yang masuk ke saku celanaku. Saya tak menggubrisnya karena bising, takut, dan sesekali ada penumpang yang keluar-masuk ke toilet.

Uang saya hilang Rp 5 ribu. Kurang-lebih senilai itu yang lenyap dari saku celanaku. Ah, sial. Seandainya ketika itu, saya bisa berteriak, atau setidaknya berontak agar saya bisa mempertahankan uang Rp 5 ribu.

Untungnya, perjalanan kami semua berjalan selamat dan lancar. Kami tiba di Stasiun Pasar Senen Jakarta sekitar pagi hari. Saya lupa. Namun setidaknya, perjalanan KA benar-benar membekas. Kendati tak nyaman, namun perjalanan berlangsung lancar dan selamat. 

KA kini adalah perjalanan yang asyik. Tidak perlu lagi antre membeli tiket hingga berdurasi lama dan berdesakan. KA kini telah memberikan kemudahan bagi penumpangnya. Membeli tiket tinggal klik dari mana saja, dan kapan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun