Menyimak UU PT Nomor 12 tahun 2012 yang baru saja diberlakukan bagi semua otoritas penyelenggara pendidikan tinggi di Indonesia menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi masyarakat. UU PT adalahsebuah dasar legal tata aturan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang memberikan
kewenangan otonomi bagi perguruan tinggi dalam pengelolaan akademik maupun non akademik.
Pengelolaan akademik yang dimaksud terkait dengan Tridharma perguruan tinggi yang menjadi syarat demi tercapainya system pendidikan tinggi yang menciptakan sumber daya manusia manusia handal dan siap mengerahkan usaha terbaiknya guna berkontribusi terhadap kesejahteraan Indonesia dan peradaban dunia. Sedangkan pengelolaan non-akademik adalah pengelolaan yang sifatnya teknis ditujukan demi terciptanya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang efektif dan efisien.
Secara garis besar, isi kandungan peraturan ini memaparkan hal-hal seputar ketentuan umum, tujuan pendidikan tinggi, penyelenggaraan pendidikan tinggi termasuk jenis dan program, proses pendidikan dan pembelajaran serta system penjaminan mutu. Hal-hal yang berkaitan dengan perguruan tinggi, kemahasiswaan, pendanaan dan pembiayaan juga terdapat didalamnya.
Sebenarnya ini adalah sebuah wacana lama dari sejak dimulainya wacana mengenai RUU PT bulan Juli tahun lalu sampai sekarang telah resmi diberlakukan dan juga telah banyak elemen masyarakat yang mengutarakan pendapatnya tentang pembaruan peraturan perguruan tinggi ini baik lewat tulisan, lisan, maupun langsung turun aksi ke birokrasi terkait .
Namun sejauh ini sangat sedikit mahasiswa yang tanggap atau sekedar paham dengan UU perguruan tinggi yang baru ini, sehingga diperlukan adanya reminder tool yang dapat membangkitkan kembali peran dan partisipasi mahasiswa terhadap setiap kebijakan pemerintah.
Dalam perkembangannya semenjak diwacanakan sampai diresmikan oleh pemerintah, UU PT terbaru ini menuai banyak sekali kritik, kritikan terutama terkait wacana liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan. UU PT dianggap sebagai benih tumbuh industrialisasi pendidikan semenjak dibatalkannya undang-undang tentang Badan Hukum Pendidikan ( UU BHP) oleh MK pada Maret 2010 silam. Adapun penulis temasuk kelompok orang yang percaya bahwa wacana globalisasi pendidikan telah hadir dan mempengaruhi system pendidikan di Indonesia. Karena sebenarnya wacara reformasi pendidikan “Higher Education Reform” adalah wacana yang datangnya dari WTO dan telah menjadi agenda bersama World Bank sejak 1994 melalui The General Agreement on Trade in Service (GATS).
Sekilas penjelasan bahwasanya liberalisasi pendidikan berimplikasi terhadap industrialisasi pendidikan. Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi alat Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat pembukaan UUD 45 akan berubah menjadi alat penghasil keuntungan bagi sebagian pihak. Dan tentu pihak yang paling dirugikan dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia terutama yang kurang mampu karena biaya pendidikan yang juga akan semakin melambung tinggi seiring semakin liberalnya system pendidikan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini sebagai pihak penjamin terpenuhinya hak dasar warga negaranya akan pendidikan sebagaimana terdapat padaPasal 31 UUD RI Tahun 1945/Perubahan IV Ayat 2 telah gagal menjalankan tugasnya.
Kecendrungan kearah tersebut mendapatkan peluangnya untuk diyakini setelah frasa “otonomi” pada pasal 64 UU No. 12 tahun 2012 membuka kesempatan bagi perguruan tinggi dalam mengelola, memperoleh pendapatan seperti perusahaan, serta mengakibatkan pelepasan tanggung jawab Negara terhadap pemenuhan hak pendidikan warga Negara.
Di luar itu semua penulis menyakini bahwa UU PT merupakan UU PT itu komponen utama untuk konstruksi bangunan industrialisasi pendidikan yg memarjinalisasi hak warga negara untuk mendapat pendidikan.
Selain masalah otonomi yang merisaukan stakeholder utama pendidikan yaitu masyarakat, masih ada penerapan uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa. Uang Kuliah Tunggal(UKT) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan diberlakukan mulai Tahun Pelajaran2013/2014, Agustus mendatang. Hal tersebut dipastikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Djoko Santoso. Hal ini dipertegas dengan terbitnya Surat “Sakti” Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti).
Uang Kuliah Tunggal adalah sistem pembayaran akademik dimana mahasiswa membayar biaya satuan pendidikan yang sudah ditetapkan sesuai dengan besaran Standard Satuan Biaya Universitas. Singkatnya para peserta didik akan dikenakan biaya tunggal yang di dalamnya meliputi SOP, SP3, uang asuransi kesehatan, uang KKN, uang wisuda, uang sumbangan lain yang berkaitan dengan kegiatan kemahasiswaan serta biaya pemeliharaan gedung dan dibayarkan di awal tahun. Sudah barang tentu hal ini akan menimbulkan masalah tersendiri bagi mereka dari kalangan keluarga tidak mampu terkait keharusan pemenuhan keseluruhan biaya pendidikan di muka. Selain itu pada pasal 74 ayat 1 UU No 12 tahun 2012 juga hanya mewajibkan PTN mencari dan menjaringcalon mahasiswa yang berpotensi dalam hal akademik namun kurang mampu secara ekonomi hal ini mengesampingkan mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dan akademik yang sekaligus bertentangan dengan amanat UUD 45 terutama pasal satu yang memberikan hak pendidikan terhadap warga Negara tanpa terkecuali.
Mungkin anjuran untuk menentang keras UU ini sudah agak kurang relevan mengingat UU ini sudah terlanjur diberlakukan, namun anjuran terhadap teman-teman mahasiswa adalah untuk terus melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan UU PT agar mekanisme controlling dalam penyelenggaraan sebuah system dapat terlaksana dengan baik dan tercapainya praktik good university governance yang tetap berpegang pada prinsip akuntabilitas, transparan, efektivitas dan efisiensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H