Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Polemik Seragam Sekolah di antara yang Artifisial dan Esensi dari Pendidikan

19 April 2024   08:49 Diperbarui: 20 April 2024   22:13 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik seragam sekolah memberi gambaran bahwa kita masih berkutat di sekitar yang artifisial dan belum menyentuh esensi dari pendidikan.

Dunia pendidikan kita masih bermain di ranah artifisial dan belum sampai pada yang esensial.

Sekolah-sekolah setiap tahun pelajaran dimulai selalu sibuk dengan urusan seragam-seragam sekolah. Padahal yang esensi dari pendidikan itu adalah kecerdasan anak didik.

Masih teringat jelas, dahulu seragam sekolah hanya 2 jenis untuk setiap tingkatan dan tidak seribet sekarang. Untuk SD seragam putih merah dan pramuka (ditambah juga celana atau rok hijau-yang sampai saat ini tidak tahu tujuannya untuk apa). SMP pun demikian, seragam putih biru dan pramuka. SMA seragamnya putih anya dua jenis pakaian seragam, tentunya setiap orang tidak hanya memiliki 1 pasang seragam sekolah. Apalagi di daerah-daerah tanah air yang terkenal panas sehingga gampang membuat keringat dan gerah.

Itu dulu. Benar pepatah lama ini, lain dulu, lain sekarang. Saat ini orang tua sering dibuat pusing oleh anak-anak. Pasalnya, seragam sekolah bukan hanya dua jenis tetapi bisa 4 atau 5 jenis. Hari Senin ada seragamnya sendiri, begitu pula hari selasa dan seterusnya.

Pertanyaannya, apa sebenarnya tujuan dari banyaknya seragam-seragam itu?

Sebenarnya tidak ada korelasi antara banyaknya seragam dengan prestasi anak didik sekolah. Malah yang ada adalah keluhan dari para orang tua yang merasa terbebani dengan banyaknya seragam-seragam tersebut.

Ada yang membingungkan dari dunia pendidikan kita. Sekolah seharusnya mengutamakan kualitas pendidikan bukan mengurusi proyek pakaian di sekolah.

Assesment yang dilakukan oleh PISA di akhir 2023 terhadap pendidikan kita meski sedikit merangkak naik tetapi masih tetap menempatkan Indonesia di dalam deretan rangking terbawah pemeringkatan PISA.

Ini artinya geliat perubahan yang digaungkan oleh pemerintah melalui pergantian kurikulum dari tahun ke tahun belum membuahkan hasil.

Mengapa orang tua harus mengeluarkan banyak uang hanya untuk seragam?

Seragam memang penting untuk memberikan identitas yang jelas bagi seorang pelajar. Akan tetapi jangan dibuat seolah-olah seragam yang paling utama. Apalagi sampai dibisniskan oleh pihak sekolah.

Pemerintah telah membebaskan biaya sekolah dari tingkat SD hingga SMA. Jangan sampai seragam membuat orang tua harus menghitung ulang pengeluaran mereka sehingga menyebabkan angka putus sekolah kembali melonjak.

Belum terbukti, seragam yang banyak ada hubungan yang signifikan dengan kedisiplinan.

Seragam selain hanya untuk memberi identitas bagi sekolah dan siswa, banyaknya seragam yang dipakai anak-anak ke sekolah, tidak memberi dampak apa-apa terhadap prestasi anak di sekolah.

Polemik seragam sekolah memang sudah sampai pada tahap yang memprihatinkan.

Untuk itu keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para orang tua harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah.

Kita belum memperhatikan secara saksama esensi dari pendidikan yang sebenarnya selain hanya peduli dengan segala sesuatu yang bersifat artifisial dari pendidikan.

Hal ini bukan berarti yang artifisial itu tidak penting untuk pendidikan. Semuanya sangat penting bagi pendidikan, hanya saja yang esensi dari pendidikan yang harus diutamakan.

Esensi pendidikan itu seharusnya mencerdaskan dan memanusiakan manusia. Itulah yang harus dikejar karena pendidikan mengarahkan orang kepada situasi yang lebih baik dalam kesejahteraan.

Masalahnya adalah bangsa kita bukanlah bangsa pembelajar yang baik. Kita mengalami  kesulitan mengaplikasikan berbagai model pendidikan dari bangsa-bangsa lain.

Kita selalu bersembunyi di balik mekanisme pertahanan diri kita bahwa model-model pendidikan yang sudah berhasil itu bila diterapkan di Indonesia tidak akan berhasil sebab tidak sesuai dengan karakter bangsa kita.

Padahal bila kita mau saja untuk belajar dari mereka, kita pasti saja sudah berhasil.

Contoh negara pembelajar yang baik adalah Jepang. Setelah keterpurukan mereka akibat bom Hirosima dan Nagasaki, mereka kembali bangkit dengan luar biasa karena kecepatan mereka dalam belajar dari negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa.

Apa yang mereka capai adalah luar biasa. Mereka bukan saja bangkit dari keterpurukan mereka tetapi bahkan mereka berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju yang dahulu dijadikan kiblat dan sumber pembelajaran mereka.

Pertanyaannya, apakah mereka sudah jadi Amerika atau Eropa? Jawabannya secara tegas, tidak. Mereka tetap menjadi negara Jepang dengan tradisi dan budaya mereka sendiri.

Maka sebenarnya, polemik seragam sekolah ini seharusnya jadi pembelajaran untuk kita agar harus kembali kepada tujuan pendidikan kita, yaitu kecerdasan seluruh bangsa.

Bagi pemerintah, secara khusus para pemerhati pendidikan agar membuat kajian yang matang tentang dunia pendidikan kita untuk perbaikan ke depannya. Coba kita mengadopsi sistem-sistem pembelajaran yang maju untuk kita terapkan bagi bangsa kita.

Kita harus belajar dengan cepat agar bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Bila setiap hari kita hanya berbicara tentang hal-hal yang tidak perlu seperti persoalan seragam ini, maka sampai kapan pun kita akan terus menjadi negara tertinggal.

Seragam memang perlu tetapi tidak harus banyak-banyak dan memberi kesan seolah-olah memberatkan orang tua.

Memang dengan seragam anak-anak tidak perlu khawatir bulian dari teman-teman sebaya soal pakaian mereka atau anak-anak tidak harus bersaing dengan model pakaian terkini yang sedang tren. Tetapi seragam tidak perlu banyak-banyak. Bila perlu cukup dua jenis pakaian seragam nasional dan seragam pramuka.

Mengapa harus ditambah lagi dengan seragam batik, seragam adat, dan sebagainya.

Kalau menggunakan batik dan kain adat ke sekolah adalah salah satu cara untuk menghargai budaya kita, maka saya kira masih ada banyak cara lain untuk menghargai itu selain dijadikan seragam sekolah.

Sebab alih-alih untuk menghargai budaya kita, justru itu menjadi beban yang memberatkan orang tua.

Ada hal yang lebih penting dari sekedar seragam sekolah yang harus diperjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun