Pemilihan Umum (Pemilu) sudah tinggal menghitung hari tetapi rasanya ada yang kurang. Apa yang kurang?
Sepertinya belum terlihat sama sekali sosialisasi pemilu dan pencoblosan yang dilakukan oleh KPU kepada masyarakat. Â
Barangkali ini hanya perasaan dan kegelisahan dari seorang masyarakat biasa yang merasa sosialisasi pemilu dan tata cara pencoblosan di hari pemungutan suara sangat penting.
Menjadi pertanyaannya, apakah sosialisasi tidak diperlukan lagi untuk pemilu kali ini, atau apakah para pemilih saat ini sudah sangat cerdas sehingga tidak lagi membutuhkan sosialisasi? Tidak ada yang tahu.
Mengapa pertanyaan-pertanyaan ini harus diajukan? Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa pemilu kali ini sangat berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Pemilu 2024 dilakukan serentak yang menggabungkan pemilihan presiden/wakil presiden dan pemilihan legislatif.
Tujuan pemerintah sangat bagus dan mulia bahwa dengan menyelenggarakan pemilihan serentak ini akan ada penghematan besar-besaran budget pemilu yang sebelumnya membutuhkan biaya yang sangat tinggi.Â
Tetapi dengan penyelenggaraan serentak ini, ada kerumitan tersendiri. Bagi penyelenggara pemilu, ini akan menambah beban kerja. Sedangkan untuk para pemilih, mereka harus berhadapan dengan kertas surat suara yang banyak dan mungkin menimbulkan kebingungan.
Tentu memori kita masih sangat fresh soal banyaknya surat suara tidak sah pada pemilu kali lalu (Pemilu 2019).
Tercatat untuk pemilu presiden dan wakil presiden yang desain surat suaranya relatif lebih mudah saja, ada 3.754.904 surat suara tidak sah termasuk 68.757 surat suara luar negeri yang mengalami hal serupa.
Sementara untuk pemilu DPR RI jumlah surat suara tidak sah lebih fantastis lagi, yaitu ada di angka 17.503.953. Angka ini sangat tinggi.