Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Harga Beras dan Bahan Pokok Naik, Siapa Bertanggung Jawab

20 Maret 2023   01:33 Diperbarui: 22 Maret 2023   04:15 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harga beras di Pasar Andi Tadda Kota Palopo, Sulawesi Selatan selama sepekan terakhir mengalami kenaikan harga hingga Rp 3.000 perkilogram, Rabu (8/3/2023). Foto: MUH. AMRAN AMIR via Kompas.com

Keluh kesah masyarakat semakin menjadi-jadi sebab harga beras dan beberapa bahan pokok mulai melejit. Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab?

Tentu masih sangat jelas di ingatan kita ketika harga cabai dan bawang naik gila-gilaan di pertengahan 2022 lalu. Kala itu solusi dari pemerintah sangat sederhana. Tanam cabai.

Orang ramai-ramai tanam cabai. Pekarangan rumah, kebun-kebun dipenuhi cabe. Masalahnya teratasi. Harga cabai kembali normal.

Lalu babak baru dimulai. Rakyat mulai menjerit kembali tatkala tempe dan tahu mahal akibat dari harga kacang kedelai sebagai bahan pokok mahal di akhir tahun lalu. Waktu itu solusi dari pemerintah adalah memperbanyak perkebunan kacang kedelai.

Hanya saja, ketergantungan kita kepada impor dari negara-negara penyuplai kedelai sudah terlanjur tinggi sehingga kita tidak bisa berbuat apa apa.

Petani kacang kedelai kita tidak mampu memenuhi permintaan pasar yang tinggi. Bayangkan, supplay kacang kedelai kita hanya mampu memenuhi 8 hingga 10 persen permintaan pasar dalam negeri (voaindonesia.com).

Akibatnya para pengrajin tempe dan tahu menjerit. Harga kacang kedelai mahal, tapi harga tempe dan tahu tetap. Hal ini akhirnya harus disiasati para pengrajin dengan mengurangi ukuran tempe dan tahu.

Setelah badai ini berlalu, lalu masyarakat mulai menjerit lagi karena harga  terigu mahal. Hal ini disebabkan karena keran impor gandum terganggu akibat perang Ukraina. Sebenarnya hal ini juga sudah diperparah oleh pandemi yang terjadi selama dua tahun , selama 2020 hingga 2021. 

Pemerintah mulai menyusun berbagai alasan yang masuk akal sehingga membungkam semua protes dan teriakan ketidakpuasan. Harga terigu sejak saat itu mulai merangkak dari harga normal 120 ribuan akhirnya kini bertahan di harga 250ribu. Naik 100 persen.

Ilustrasi beras. Pixabay via Kompas.com
Ilustrasi beras. Pixabay via Kompas.com

Akibanya langsung dirasakan oleh para pedagang kue dan panganan yang memakai terigu gandum sebagai bahan dasar. Pemerintah waktu itu mulai memikirkan alternatif lain yaitu membuat terigu berbahan dasar ubi kayu. Apakah berjalan, tidak.

Sementara itu, sebelumnya di awal 2022 kita sudah mulai ribut soal minyak goreng. Ulah beberapa oknum yang menimbun minyak goreng menyebabkan harga minyak goreng naik drastis.

Saling tuding terjadi. Kasus ini mulai redah dengan ditangkapnya para pelaku penimbunan baik dari pemerintahan maupun pihak swasta.

Solusi dari pemerintah adalah minyak kita. Sementara minyak kemasan lainnya, harganya tidak dapat dibendung. Sayangnya, harga minyak kita yang semula 14ribu per liter sekarang sudah menjadi 17ribu di beberapa daerah. Bahkan stoknya mulai berkurang.

Masyarakat mulai terbiasa dengan harga tinggi dari minyak-minyak kemasan bermerek seperti Bimoli, Sedap, dan beberapa yang lainnya. Harga-harga minyak ini memang turun kembali, tapi tidak seperti sedia kala. Naiknya tinggi tapi turunnya sedikit.

Saat ini, masyarakat mulai dilanda kepanikan karena beras mahal.

Harga beras saat ini sudah menyentuh 15 ribu hingga 16 ribu per kilogramnya di beberapa wilayah, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Padahal pada Januari lalu masih bisa didapat dengan harga 10 ribu hingga 12 ribu per kilogram.

Berdasarkan data sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok (SP2KP) Kementerian perdagangan, harga beras di Indonesia terus naik sejak Agustus 2022. Dan sejak awal 2023, kenaikannya mengalami lonjakan yang sangat drastis.

Padahal Kementerian Pertanian menyatakan stok beras aman. Tetapi kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik dengan pengakuan pemerintah.

Apa yang ditempuh pemerintah? Impor adalah solusi instannya. Untuk mencukupi stok beras dalam negeri dilakukan impor sebagai upaya menekan kenaikan harga beras. Pemerintah sejak akhir tahun lalu telah mengimpor 500 ribu ton beras yang sudah ditangkan secara bertahap sejak Desember (Databoks.com).

Meski demikian harga beras tetap merangkak naik dengan pasti.

Pada Februari lalu, Budi Waseso selaku Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog)mengatakan upaya impor ini dilakukan terus hingga harga beras kembali normal. Tapi kenyataan harga beras terus naik.

Sekali lagi pemerintah kembali mencari seribu alasan mengapa harga beras tinggi. Berbagai argumen dibangun sebagai pembenaran untuk meredam berbagai suara protes dari masyarakat.

Memasuki Maret hingga April ini akan terjadi panen raya di beberapa provinsi yang menjadi penyangga ketahanan pangan nasional. Kita akan lihat, apakah harga beras akan kembali normal atau justru bertahan dengan harga saat ini.

Apabila harga bahan-bahan pokok dibiarkan terus naik dan pemerintah tidak turun tangan mengendalikan harga pangan yang menjadi-jadi ini, maka rakyat kecil akan semakin tercekik.

Bahan pokok yang mahal memang sangat meresahkan dan menakutkan. Rakyat menjadi gamang terhadap pemerintah.

Entahkah pemerintah mampu mengatasi ongkos pangan yang semakin mahal dari waktu ke waktu atau hanya melihat pergerakan-pergerakan harga yang kian tidak wajar, kemudian memberikan solusi instan berupa BLT.

Skema BLT hanyalah kenyamanan semu yang sengaja diciptakan pemerintah bagi rakyat. Tidak selamanya pemerintah akan terus memanjakan rakyat kecil dengan skema bantuan langsung tersebut. Masyarakat membutuhkan kepastian dari harga-harga pangan yang terjangkau sehingga ketika BLT sudah tidak diberikan, rakyat merasa aman.

Harga-harga bahan pokok yang tinggi sangat menyulitkan warga yang kurang mampu. Dan seperti biasa, apabila harga sudah naik, maka untuk kembali turun agak sulit kalau tidak mau dikatakan mustahil.

Apalagi sebentar lagi akan ada perayaan Paskah dan Idul Fitri. Diprediksi harga bahan pokok akan naik lagi.

Bila pemerintah tidak hadir untuk mengendalikan laju kenaikan berbagai bahan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka rakyat akan semakin menderita.

Apalagi ada lagi rencana pemerintah untuk menaikkan gaji para ASN. Para pelaku pasar sangat menanti berita yang seperti ini. Ketika gaji para ASN naik, maka dengan sendirinya bahan-bahan pokok di pasar akan ikut naik.

Yang menderita adalah masyarakat yang berada pada golongan kelas menengah ke bawah. Sudah gajinya tidak berubah dan tetap, harus ikut menanggung kebijakan pemerintah yang hanya menguntungkan segelintir orang saja.

Ya, memang kita tidak bisa menutup mata terhadap ancaman resesi yang sedang melanda dunia saat ini.

Itu satu kenyataan yang memang harus dihadapi. Dan memang sebagai masyarakat dunia, kita tidak bisa menghindar dari dampak resesi global yang ada.

Tetapi cobalah pemerintah bertindak lewat kebijakan-kebijakannya untuk dapat mengontrol harga pasar. Campur tangan pemerintah dibutuhkan agar rakyat kecil tidak semakin tertekan.

Rakyat kecil tetaplah rakyat kecil, bukan mereka yang memiliki kekayaan yang berlimpah sehingga bisa hidup aman hingga tujuh turunan tanpa takut dan cemas, esok makan apa.

Masyarakat kecil jangan lagi dininabobokan dengan berbagai skema bantuan tunai dan non tunai yang memanjakan. Karena semua itu hanya fatamorgana yang akan membuat yang malas semakin malas dan yang tertidur di dalam lumpur kemiskinan akan semakin nyaman di dalam keadaannya.

Perbaiki harga dan kendalikan laju inflasi yang semakin menjadi-jadi ini agar tidak menjadi kebablasan dan menjadikan Indonesia sebagai negara gagal.

Kelihatannya Indonesia aman. Tapi itu yang kelihatan dipermukaan. Kenyataannya banyak masyarakat kecil terus menjerit dalam diam.

Ada yang harus mengurangi jatah makan dari 3 kali sehari menjadi 2 kali, bahkan ada yang 1 kali makan saja sehari.

Siapa yang bertanggung jawab? Tentu para pembuat dan pengambil kebijakan, baik itu para legislator maupun para eksekutif yang ada di pemerintahan.

Kita berharap pemerintah yang telah dipercayakan oleh masyarakat untuk mengatur dan memberikan rasa aman bagi mereka, dapat melakukan sesuatu.

Minimal mengupayakan pengendalian harga semua kebutuhan pokok masyarakat, terutama kebutuhan-kebutuhan dasar seperti beras, minyak, gula, terigu, cabe, dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun