konsensus yang dibangun atau ditradisikan oleh masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu saja ada kesepakatan atauKesepakatan atau konsensus tersebut dapat suatu saat akan menjadi tradisi yang dihidupi secara turun-temurun. Bisa juga akan menjadi budaya dan adat-istiadat yang diwariskan kepada anak cucu.
Apabila di banyak tempat, semangat gotong royong dan kekeluargaan mulai pudar, maka tidak demikian dengan kampung tempat tinggal saya di rantauan yang bernama Batu Merah. Sebuah kampung yang berada di sudut kota Atambua, perbatasan dengan Timor Leste.Â
Nama Batu Merah ini memang unik. Di tempat ini dulunya ada produksi Batu Bata yang biasa disebut dengan nama Batu Merah. Dari sinilah, nama ini kemudian menjadi populer di antara para pendatang dan penghuni kampung ini.Â
Sekedar informasi, bahwa di kampung ini memang tidak ada namanya penduduk asli, semua yang tinggal di sini adalah pendatang.
Penduduk Batu Merah berasal dari kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), kabupaten Malaka, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan kabupaten Belu. Ada suku dawan, fehan, foho, dan beberapa suku campuran dari Flores beberapa pulau lain di NTT.
Kembali kepada tradisi yang menjadi judul tulisan ini. Ada dua tradisi yang sudah terbangun lama dan telah menjadi kebiasaan di antara masyarakat pendatang di kampung ini.
Dari dua tradisi inilah semangat gotong royong dan kekeluargaan masih bisa terpelihara dengan baik di Batu Merah.Â
Dua tradisi itu membuat iri masyarakat yang ada di kampung-kampung tetangga. Tradisi itu adalah tradisi "Fui Tua" (Tuang Sopi) dan "Pilih Beras".
Apalagi di musim pesta nikah seperti sekarang ini. Hampir setiap hari ada saja undangan untuk "Fui Tua" atau pun pilih beras. Ini memang telah menjadi tradisi di Batu Merah.
Dua tradisi ini mulai dihidupi di kampungku ini awal tahun 2000-an. Pada mulanya keluarga-keluarga pendatang di Batu Merah ini merasa bahwa tidak ada sesuatu yang bisa mempersatukan dan mengangkat mereka.Â