Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bahaya Bisphenol-A (BPA) dan Polemik Galon Air Minum Isi Ulang yang Meresahkan

26 September 2022   14:50 Diperbarui: 26 September 2022   15:13 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegaduhan soal galon air minum isi ulang terus berlanjut. Hal ini bermula ketika otoritas tertinggi keamanan dan mutu pangan dalam negeri menggulirkan rencana kebijakan pelabelan risiko Bisphenol-A (BPA)pada galon air minum isi ulang.

Sebelumnya banyak masyarakat telah merasa khawatir atas isu mikroplastik yang ditemukan di beberapa kemasan air mineral.

Namun sebelum melihat secara utuh polemik itu, kita melihat dahulu apa sebenarnya bahaya BPA bagi tubuh.

Bisphenol-A (BPA) merupakan bahan kimia yang digunakan dalam kemasan plastik PC (Polycarbonat) untuk membuatnya tetap keras dan tidak mudah hancur.

Penggunaan produk yang terkontaminasi BPA secara terus-menerus akan mempengaruhi dan membahayakan kesehatan. BPA dapat membuat kerusakan pada beberapa organ tubuh seperti jantung, hati, dan otak. Tubuh yang telah terkontaminasi BPA akan meningkatkan risiko penyakit jantung, kanker, kelainan organ hati, diabetes, gangguan otak, serta gangguan perilaku pada anak kecil.

Lalu apa hubungannya dengan galon air isi ulang yang terus menuai polemik hingga saat ini?

Seperti yang kita ketahui, ada 2 bahan yang umum digunakan untuk galon air minum, yaitu Polietilena Tereftalat (PET) dan Polikarbonat (PC).

Untuk risikonya, galon berbahan PET lebih berisiko karena tidak tahan panas dan sifatnya yang mudah luruh ketika terbentur. Sebaliknya, galon berbahan jenis PC lebih bertahan karena sifatnya yang tahan panas dan tahan benturan. Plastik PC juga keras, kaku, transparan, dan mudah dibentuk.

Plastik polikarbonat (PC) sendiri sering digunakan dalam wadah yang menyimpan makanan dan minuman karena memiliki daya tahan yang baik. Misalnya, pada galon air isi ulang dan pelapis kaleng logam.

Menurut berbagai informasi yang diolah dari beberapa sumber, dapat dilihat perbedaan di antara keduanya dengan melihat transisi temperaturnya. PET memiliki temperatur transisi pada suhu 80 derajad celcius. Sementara galon berbahan PC temperatur transisinya adalah 150 derajad celcius.

Meski aman dan lebih tahan uji, tetapi kandungan BPA-nya harus diuji lebih lanjut. Karena bahan utama untuk membuat plastik polikarbonat, yaitu Bisphenol-A atau BPA. Uji laboratoriun diperlukan agar masyarakat tahu apakah plastik polikarbonat di dalam galon sesuai dengan batas toleransi yang dipersyaratkan atau tidak.

BPA jelas sangat berbahaya bagi tubuh. Tetapi menurut Dr Eko Hari Purnomo, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), ada kemungkinan kecil sekali untuk terjadinya migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya mengingat BPA itu tidak larut dalam air. Menurutnya BPA berbahaya tetapi untuk galon isi ulang air minum sudah ada batas toleransinya yang memang tidak berbahaya bagi tubuh.

Beberapa negara maju cukup ketat soal kandungan BPA pada bahan plastik yang mereka gunakan sebagai wadah makanan maupun minuman. Uni Eropa sendiri telah memperketat kadar BPA dalam makanan dari 0.6 mg/kgmakanan menjadi 0.05 mg/kgmakanan pada tahun 2018.

Di dalam negeri ada polemik yang muncul antara mereka yang pro dan mereka yang kontra. 

Pihak yang setuju berpendapat bahwa bila pelabelan ini diterapkan maka akan sangat membantu masyarakat. Sebab latarbelakang penerapannya adalah untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas.

Sementara mereka yang menolak beralasan pelabelan ini akan mematikan beberapa perusahan air minum kemasan. 

Untuk diketahui persaingan air minum kemasan bermerek dari kalangan masyarakat menengah ke atas angkanya telah mencapai 35 miliar liter pertahunnya. Persaingan itu terjadi antara perusahan galon isi ulang bermerek yang menggunakan plastik PC yang ada BPA versus pemain baru yang produknya memakai plastik yang lebih berkelas dan bebas BPA.

Penolakan juga datang dari perusahaan  Air Minum dalam Kemasan (ASPADIN). Menurut mereka dengan adanya pelabelan tersebut akan mematikan industri Air Minum dalam Kemasan (AMDK).

Untuk alasan itu mereka mengingatkan bahwa penggunaan galon isi ulang di berbagai kalangan sudah hampir mencapai 40 tahun. Namun sampai dengan saat ini belum ada keluhan atau pun masalah kesehatan serius dari masyarakat pengguna galon isi ulang yang disebabkan secara langsung oleh BPA dalam galon isi ulang.

Sementara itu BPOM beralasan bahwa pemberian label "BPA free" pada kemasan galon air isi ulang semata-mata untuk penyelarasan standart kemasan pangan dan juga memberikan informasi yang presisi pada masyarakat.

Beberapa ahli kesehatan mengatakan plastik yang mengandung Bisphenol-A berisiko beruk terhadap kesehatan. Tetapi bukan berarti plastik kemasan bebas BPA tidak berisiko. Namanya plastik semuanya berisiko untuk memperburuk kesehatan.

Ada beberapa kalangan menilai bahwa BPOM sengaja melemparkan isu ini karena mendukung salah satu pihak atau salah satu brand (kemasan galon isi ulang)

Karena itu mereka meminta agar BPOM mengkaji ulang rencana pelabelan BPA ini agar kebijakan ini tidak terkesan sebagai sebuah kebijakan sektoral dan diskriminatif yang akan menimbulkan ancaman bagi persaingan usaha.

Menurut Rachmat  Hidayat, Ketua Umum ASPADIN bila pelabelan BPA ini diterapkan maka akan ada pelabelan bebas logam berat, bebas cemaran kimia, bebas cemaran mikroba dan lain-lainnya lagi. Hidayat mengklaim bahwa nantinya akan ada ribuan pelabelan untuk ribuan makanan kemasan di Indonesia.

Masalah lain yang timbul adalah masalah sampah. Sebab galon isi ulang akan lenyap dan diganti galon sekali pakai. Galon sekali pakai ini semuanya akan menjadi sampah di TPA (Tempat Pembuangan Air).

Bila setiap galon berisi 20 liter air misalnya, maka setiap tahun dengan asumsi konsumsi 35 miliar liter air per tahun, maka akan ada kurang lebih hampir 2 miliar galon bekas sampah plastik yang tercipta.

Di atas semua itu, hal yang paling penting dan krusial adalah bagaimana setiap pihak mencoba mencari jalan tengah agar kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak menjadi pedang bermata dua. Menyelamatkan yang satu, yang lain menjadi korban. Begitu pun sebaliknya.

Salam Indonesia Sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun