Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

"Sako Seng" Tradisi Bertani di Kabupaten Sikka yang Kian Tergerus oleh Zaman

28 Juni 2022   20:43 Diperbarui: 30 Juni 2022   10:00 2378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga masyarakat Tanah Ai Kab. Sikka sedang membersihkan kebun secara gotong royong. Sumber: cendannews.com

Walaupun saya bukan orang Sikka, tapi saya memiliki ikatan kekerabatan yang kuat dengan Sikka sebab ibu dari anak-anak saya adalah orang Sikka.

Saya mengenal satu tradisi bertani di Sikka yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan dan kegotongroyongan di antara anggota-anggotanya, yaitu "Sako Seng".

Di tahun 2003 hingga 2010 tradisi ini masih kuat di Sikka. Namun seiring bertambahnya waktu, tradisi ini perlahan-lahan mulai ditinggalkan dengan hadirnya teknologi alat pertanian mutakir.

Meski belum benar-benar hilang, namun tradisi ini bisa dikatakan sudah hampir ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat Sikka terlebih orang-orang muda yang lebih mengutamakan efektifitas dan efesiensi dalam bertani.

Tradisi ini sudah mulai dilupakan oleh generasi muda lantaran didostorsi oleh kemajuan taknologi pertanian yang kian modern.

Alat-alat teknologi modern telah mengambil sebagian besar tugas dalam bidang pertanian yang dulunya biasa dikerjakan dengan menggunakan tenaga manusia.

Akibatnya, nilai-nilai gotong royong yang terdapat dalam beberapa warisan budaya seperti sako seng ini mulai luntur dan tergantikan dengan nilai-nilai individualistis yang makin menggerogoti anak-anak muda.

Tradisi ini masih dihidupi oleh para petani di beberapa wilayah Sikka walau tidak semasif dahulu.

Sako seng adalah salah satu tradisi bertani orang-orang Sikka yang mengandalkan gotong royong dalam berkebun.

Sako Seng dikenal di seluruh Kabupaten Sikka. Sako Seng adalah kegiatan mencangkul bersama dalam kelompok. Biasanya satu kelompok terdiri dari 10 hingga 20-an anggota.

Kelompok "sako seng" tidak hanya terbatas pada awal mempersiapkan lahan kebun, tetapi kelompok ini akan terus bekerja sama dan berlanjut hingga memanen hasil kebun.

Jadi tugas untuk membersihkan kebun masing-masing anggota menjadi lebih ringan sebab semuanya dilakukan secara gotong royong.

Warga masyarakat Tanah Ai Kab. Sikka sedang membersihkan kebun secara gotong royong. Sumber: cendannews.com
Warga masyarakat Tanah Ai Kab. Sikka sedang membersihkan kebun secara gotong royong. Sumber: cendannews.com

Berikut tahap-tahap dalam Tradisi Sako Seng.

Opi Tu'an (Membuka Lahan)

Kegiatan membuka lahan ini biasa dilakukan sendiri oleh pemilik lahan tapi bisa juga bersama-sama selama beberapa hari atau beberapa minggu tergantung luasnya lahan.
Proses ini dilakukan ketika musim kemarau akan berakhir.

Sako (Mencangkul)

Lahan yang sudah dibersihkan kemudian dicangkul secara bersama-sama. Biasanya dilakukan ketika telah turun hujan pertama. Mencangkul pada umumnya dilakukan oleh kaum pria, sementara kaum wanita menyiapkan makanan dan minuman.

Nona (Menanam)

Kegiatan menanam biasanya dilakukan oleh kaum wanita dalam bentuk kelompok-kelompok seperti yang dilakukan kaum pria ketika membuka lahan dan mencangkul.

Lahan yang tadinya sudah dicangkul bersama-sama akan dibiarkan beberapa waktu sambil menunggu hujan selanjutnya dan akan langsung ditanami jagung atau padi.

Seperti kebun tumoang sari pada umumnya, kebun tadi selain ditanami padi dan jagung, bisa juga diselingi dengan tanaman lain seperti singkong (ubi kayu), talas serta umbi-umbian lainnya.

Noti (Menyiangi rumput)

Dalam tahap ini, kelompok sako seng baik pria maupun wanita akan membersihkan rumput-rumput yang tumbuh di ladang atau kebun seiring dengan tumbuhnya jagung atau padi di kebun setiap anggota. Biasanya kegiatan noti ini akan dilakukan setelah tanaman padi atau jagung berumur antara 2-4 minggu.

Rape lele atau Eta pare (Panen)

Saat panen, tua muda, besar kecil, laki-laki perempuan semuanya terlibat. Mereka akan turun ke ladang mengumpulkan hasil dari ladangnya yang juga bisa dilakukan secara bergiliran, karena jangka waktu panen selalu berdekatan.
Acara panen bisa juga dilakukan dengan cukup meriah. Syukuran panen biasanya dilakukan dengan menyembelih babi atau kambing untuk makan bersama dengan mengundang juga tetangga sekitar.

Tradisi sako seng sangat menarik bila dilihat dari sisi budaya gotong royong yang juga menjadi nafas atau roh orang-orang Sikka dalam bertani.

Sayangnya tradisi ini mulai ketinggalan zaman. Namun sebagai warisan budaya dan tradisi, kita sebagai pemilik tradisi ini perlu terus mempertahankannya  dan memiliki kewajiban asasi untuk melestarikannya agar tidak hilang tergerus oleh zaman.

Beberapa antropolog dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa salah satu penyebab semangat gotong royong seperti dalam tradisi Sako seng ini ditinggalkan adalah penggunaan uang atau dana sebagai tolok ukur yang cukup untuk partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.

Memang perkembangan teknologi mutakir sebagai pengganti tenaga manusia pun tidak bisa ditampik. Namun semuanya memang tidak terlepas dari pada uang.

Di beberapa desa bahkan secara nyata uang menjadi perusak semangat gotong royong warga desa.

Sekarang kebanyakan masyarakat berkalkulasi. Dengan uang yang dimiliki, masyarakat merasa bisa memperoleh apapun yang dibutuhkan sehingga semangat kebersamaan dalam tradisi gotong royong ditinggalkan.

Padahal rasa kebersamaan dan rasa persaudaraan itu tidak semua bisa dibeli dengan uang. Nilai-nilai luhur tersebut tidak dapat diganti dengan apa pun selain terus dihidupi dan diberi roh yang baru sesuai dengan perkembangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun