Pemerintah harus bisa menanggapi hal ini secara serius bila mau menangkal radikalisme.
Barangkali perlu persoalan pemaknaan Pancasila ini diakomodasi di dalam kurikulum pendidikan nasional.
Dan berita gembiranya bahwa Pendidikan Moral Pancasila (PMP) akan mulai dimasukan kembali ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah kita.
Setidaknya dengan kembali memberi tempat bagi pemaknaan dan pengamalan Pancasila di dalam kelas kepada para generasi muda maka persoalan radikalisme, terorisme, korupsi, kesenjangan sosial dan perpecahan antargolongan dapat diminimalisir secara efektif.
Minimal untuk membangun kembali kesadaran generasi muda Indonesia yang kokoh sebagai penerus bangsa yang akan datang.
Memang ada kesulitan tersendiri untuk mengamalkan Pancasila dalam praksis hidup setiap kita.
Tetapi setidaknya, upaya ini mampu membangkitkan alam bawah sadar kita bahwa falsafah hidup berbangsa kita telah dirumuskan dengan indah dalam Pancasila.
Kita harus bergembira sebab meski sebagai sebuah ideologi, namun Pancasila  berbeda dari ideologi-ideologi lain.
Pancasila adalah ideologi terbuka yang senantiasa welcome terhadap berbagai perubahan zaman.
Nilai-nilai dan falsafah yang sudah dihidupi oleh nenek moyang kita sejak zaman dahulu, tetap kita ejawantahkan untuk saat sekarang tetapi masih bisa diselaraskan dengan perkembangan dunia saat ini.
Di sana ada nilai-nilai luhur dalam agama-agama. Ada pula humanisme yang tertuang dalam sila kedua. Dan semua itu dibalut dalam bingkai kesatuan NKRI. Permusyawaratan menjadi landasan demokrasi kita. Semuanya itu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membumikan kembali Pancasila menjadi urgen untuk kelangsungan hidup bernegara dan berbangsa kita.