Sebagai ideologi, Pancasila sifatnya final. Akan tetapi sebagai pandangan hidup dan falsafah bangsa, Pancasila selalu dinamis dan terbuka terhadap perkembangan zaman.
Di dalamnya terdapat nilai-nilai keberagaman dan persatuan antarkomponen anak bangsa sebagai fondasi berbangsa dan bernegara.
Â
Sebagai falsafah dan pandangan hidup, sebenarnya secara tegas harus kita katakan pancasila telah mendarah daging dan menyatu dengan kita.
Akan tetapi kenyataannya, apa yang kita sebut falsafah dan pandangan hidup itu kadangkala mengalami distorsi bersamaan dengan paham-paham lain yang berusaha merongrong wibawa kita sebagai bangsa Pancasilais.
Tidak dipungkiri, paham-paham radikalisme berkembang dengan pesat di negara kita dan mencoba merusak tatanan kebangsaan kita yang kokoh.
Refleksi kita akan situasi ini mengarahkan kita kepada sesuatu yang sudah hilang dari kita sebagai bangsa. Kita telah kehilangan pandangan hidup dan falsafah kita.
Sekali kita mafhum bahwa pandangan hidup dan falsafah bangsa kita adalah Pancasila.
Berhadapan dengan situasi ini, sekali lagi kita perlu mengajukan pertanyaan reflektif ini, perlukah membumikan kembali Pancasila untuk bisa menangkal berbagai paham radikalisme yang secara sadar atau tidak sadar telah menyusup masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa kita?
Persoalan yang kita hadapi adalah generasi emas kita saat ini sudah tidak peduli lagi dengan nilai-nilai Pancasila. Ketidakpedulian itu disebabkan oleh hilangnya Pancasila di dalam KBM di dalam kelas.
Kelengahan inilah yang dimanfaatkan secara maksimal oleh para penganut paham-paham radikal untuk menyebarkan ajaran-ajaran sesat mereka.
Kita tidak mempersalahka atau menuduh apalagi menuding agama tertentu yang menjadi sebab musabab tersebarnya paham radikalisme. Semua agama itu baik. Tidak ada agama yang memgajarkan tentang kebencian dan balas dendam.
Kita harus menghilangkan prasangka-prasangka buruk tersebut dengan memperkuat pendalaman pandangan hidup dan falsafah hidup kita sebagai bangsa.