Upacara ibadat Jumat Agung mengingatkan umat Kristiani pada hari di mana Yesus rela menderita dan mati dengan penyaliban sebagai pengorbanan terakhir untuk dosa-dosa manusia.
Perayaan Jumat Agung cukup berbeda dengan Kamis Putih maupun nanti Minggu Paskah sebab ibadat peringatan sengsara dan wafat Yesus ini diperingati dalam suasana gereja diliputi keheningan dan hampir tanpa riasan.
Pada malam perayaan Kamis Putih altar dan tabernakel telah dikosongkan. Sakramen Maha Kudus ditahtakan di suatu tempat yang telah disiapkan di dalam gereja di mana umat berjaga sampai pagi dengan doa tuguran di depan Sakramen.
Semua dekorasi dan hiasan di dalam gereja dikosongkan bahkan altar tempat merayakan kurban misa pun dibiarkan polos tanpa kain penutup altar. Salib-salib di gereja semua ditutup kain berwarna ungu.
Dalam perayaan ibadat peringatan tersebut terdapat upacara penghormatan salib.
Upacara ini diawali dengan pembukaan penutup kain pada salib, kemudian dilanjutkan dengan upacara penghormatan salib yakni umat mencium salib di mana Yesus bergantung.
Kardinal Ignatius Suharyo yang adalah sekaligus Uskup Agung Jakarta kepada Kompas.com menjelaskan bahwa Jumat Agung disebut 'agung' sebab Yesus dijatuhi hukuman mati bukan karena Ia jahat, melainkan karena kasih kepada manusia sampai sehabis-habisnya.
Jumat Agung sendiri merupakan hari penebusan, dimana oleh dosa-dosa manusia Tuhan Yesus rela membiarkan diriNya yang Agung menanggung semua beban dosa itu.
Kisah sengsara yang diperingati mengingatkan kita akan penebusan paling Agung. Penebusan yang tanpa pamrih hanya karena Tuhan Yesua tidak menghendaki kebinasaan terjadi pada manusia.
Jumat Agung mengingatkan umat Kristiani akan hari di mana Yesus rela menderita dan mati dengan penyaliban sebagai pengorbanan terakhir untuk dosa-dosa manusia.
Sebuah peristiwa yang terjadi sekali untuk selama-lamanya.Â