Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menakar Program JHT dan JP dari BPJS Ketanagakerjaan di Balik Penolakan Permenaker No 2 Tahun 2022 Dari Para Pekerja

17 Februari 2022   15:53 Diperbarui: 21 Februari 2022   11:20 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah. Sumber: Humas Kementerian Ketenagakerjaan via Kompas.com

Merunut dari peristiwa penolakan yang disuarakan oleh para pekerja terhadap Permenaker No. 2 Tahun 2022, maka coba kita menalaah beberapa UU dan peraturan kementerian ketenagakerjaan yang menjadi payung bagi JHT yang cukup menyita perhatian dan menguras energi ini.

Pada periode pertama kepresidennya, Jokowi mengeluarkan PP Nomor 48 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa JHT BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair saat peserta memasuki usia 56 tahun. Namun saat itu, protes dan penolakan keras datang dari perhimpunan serikat buruh dan ketenagakerjaan.

Reaksi keras ini akhirnya melahirkan PP Nomor 60 Tahun 2015 yang dengan sendirinya menggugurkan PP sebelumnya. 

Di dalam peraturan baru ini dinyatakan bahwa JHT BPJS Ketenagakerjaan sudah bisa dicairkan setelah peserta keluar dari perusahan. Tidak perlu menunggu sampai peserta harus berusia 56 tahun. 

Perubahan ini kemudian ditindaklanjuti Kementerian Ketenagakerjaan dengan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Sedangkan di awal tahun ini, Menaker Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang kembali mencantumkan syarat usia 56 dalam pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan. 

Perubahan ini tentunya kembali menuai kritik dan penolakan keras dari para buruh dan serikat para pekerja .

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia  (KSPI) menuntut agar Kemenaker mencabut kembali aturan tersebut karena dinilai sangat merugikan para pekerja.

Penolakan yang sama datang juga dari DPR  RI lewat Puan Maharani, yang menilai bahwa kebijakan ini diterbitkan pada waktu yang kurang tepat.

Dari penolakan-penolakan ini jelas tergambar ketidakpuasan para pekerja yang telah menjadi anggota JHT Ketenagakerjaan. Para pekerja mempertanyakan, bagaimana jika pensiun dini atau terjadi pemutusan hubungan kerja? Apakah harus menunggu hingga usia 56 tahun untuk menerima JHT ini?

Tetapi di samping penolakan ini, marilah kita sedikit menelaah, apa sebenarnya JHT dalam BPJS Ketenagakerjaan dan peruntukannya untuk siapa. Lalu apa bedanya dengan Jaminan Pensiun yang juga diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Foto Menaker Ida Fauziyah yang sahkan aturan JHT cair di usia 56 tahun. Tangkapan layar: instagram.com/@idafauziyahnu (Via beritadiy.com)
Foto Menaker Ida Fauziyah yang sahkan aturan JHT cair di usia 56 tahun. Tangkapan layar: instagram.com/@idafauziyahnu (Via beritadiy.com)

Baiklah, seperti dikutip dari jamsosindonesia.com, Program Jaminan Hari Tua atau yang disingkat Program JHT adalah program jangka panjang yang diberikan secara berkala sekaligus sebelum peserta memasuki usia pensiun. Dana ini bisa juga diterimakan kepada janda/duda, anak atau ahli waris peserta yang sah apabila peserta meninggal dunia.

Berbeda dengan JHT, Jaminan Pensiun atau biasa disingkat JP adalah program perlindungan yang diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.  

Program JHT diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan pasal 6 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004. Begitu pula Program JP sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011, diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Walaupun BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan dua bentuk jaminan kepada para pekerja yang memang dimaksud untuk membantu dan melindungi para pekerja ketika pensiun atau tidak produktif lagi di masa tuanya, akan tetapi keduanya mempunyai aturan main yang berbeda.

Dalam Pasal 36 UU No. 40 Tahun 2004, dan Pasal angka 3 dan Pasal 4 PP No. 46 tahun 2015 menyatakan bahwa peserta JHT adalah seorang yang telah membayar iuran, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang membayar iuran.

Mengenai Peserta, ada dua kepesertaan program JHT yaitu peserta yang menerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, dan peserta bukan penerima upah.

Karena harus membayaran iuaran maka setiap bulan peserta wajib membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam PP No. 46 Tahun 2015 tercantum tata cara pembayaran iuran. Selain itu dalam PP itu dijelaskan juga bahwa manfaat JHT dibayarkan kepada peserta apabila telah mencapai usia 56 tahun. 

Manfaat JHT dibayarkan juga kepada peserta yang mengalami cacat, dan atau peserta yang meninggal dunia.

Sementara itu dalam PP No. 60 Tahun 2015 tentang perubahan atas PP No. 46 Tahun 2015, manfaat JHT bisa juga diterima atau dibayarkan kepada peserta yang mengundurkan diri dari sebuah perusahan, peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Penjelasan di atas menegaskan bahwa JHT Ketenagakerjaan memang beda dengan jaminan pensiun. Walaupun namanya jaminan hari tua tetapi tidak lantas orang harus tua dulu atau mencapai usia pensiun baru bisa menerima dana ini. 

Dana JHT bisa dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan dengan kondisi-kondisi sesuai dengan UU No. 60 Tahun 2015.

Sedangkan dana pensiun memang sesuai dengan peruntukannya, dibayar ketika seorang telah pensiun dengan ketentuan usia pensiun seperti diatur dalam  UU.

Hadirnya Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 merupakan negasi langsung terhadap PP No. 60 dan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. Dengan demikian kedua aturan ini secara an sich batal.

Mendapat banyak kritik tidak membuat Menaker Ida Fauziyah bergeming. Ia mengatakan bahwa JHT memang dimaksudkan untuk jangka panjang  demi menyiapkan para pekerja di usia yang tidak produktif  atau dalam masa tua. Jadi memang harus menunggu usia 56 tahun baru bisa dicairkan.

Pertanyaan masih sama seperti yang telah saya kemukakan di atas, bagaimana kalau peserta pensiun dini atau ternyata ada PHK dari perusahan. Apakah harus menunggu usia 56 tahu dulu untuk mencairkan dana tersebut.

Memang Program JHT bertujuan untuk mempersiapkan para pekerja di hari tuanya agar di saat sudah tidak bekerja lagi mereka masih bisa melanjutkan kehidupannya dengan baik, tapi ada beberapa kondisi seperti yang diuraikan di atas yang harus menjadi pertimbangan Ibu Menteri dan Pak Presiden.

Tidak seperti Program JHT, Program  JP bisa diterima setiap bulan dalam bentuk uang tunai. Peserta dapat menerimanya setelah pensiun sampai ia meninggal. 

Begitu pula kalau pensiun cacat, peserta menerimanya setiap bulan hingga meninggal. Sedangkan pensiun duda/janda, diterima duda/janda ahli waris sampai meninggal. Anak ahli waris peserta akan menerima jaminan ini hingga usia 23 tahun. Ini diatur dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 41.

Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iuran 15 tahun.

Lalu penjelasan tambahannya bahwa peserta yang meninggal sebelum mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa iuran 15 (lima belas) tahun, ahli warisnya tetap berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun.

Beda dengan JP, JHT dibayar sekaligus kepada peserta bila memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Permenaker yang ada. Permenaker No. 2 Tahun 2022 jelas mengebiri rasa keadilan untuk para pekerja yang menjadi peserta.

Bayangkan, peserta di PHK oleh perusahan misalnya, harus menunggu usia 56 tahun untuk bisa mencairkan JHT-nya. Begitu pula dengan peserta yang telah meminta untuk pensiun dini. 

Padahal, bila itu bisa dicairkan setelah adanya pemutusan kerja atau pensiun dini tersebut, dana itu bisa dimanfaatkan untuk membuka usaha sendiri atau paling tidak bisa untuk bertahan hidup.

Semoga pemerintah peka terhadap tuntutan para buruh dan massa pekerja ini dan memberikan putusan yang berdasarkan atas azas keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun