Bayangkan saja, orang dawan menikah dengan orang dari Malaka ada helketa. Orang dawan menikah dengan orang dari Belu Utara juga harus ada helketa. Orang dawan menikah dengan orang Jawa, juga mesti ada helketa. Apakah ini praktek yang benar sesuai dengan tradisi helketa?
Kita kembalikan pertanyaan ini kepada mereka semua yang menghidupi tradisi secara turun-temurun.
Kesadaran akan sikap kritis, harus kita bangun. Kita mesti kritis terhadap berbagai budaya dan tradisi adat istiadat warisan leluhur, mana yang perlu terus dipertahankan dan mana yang perlu kita lestarikan.
Zaman berubah. Â Kita harus mengakui itu. Kita tidak harus ikut larut di dalam perubahan itu tapi kita juga tidak harus memasrahkan diri pada semua bentuk adat istiadat yang mengekang kita untuk maju.
Suatu tradisi yang telah dihidupi turun-temurun tidak lantas menjadi mutlak atau menjadi kekal. Bila ada kekeliruan di dalamnya, maka perlu perbaikan demi masyarakat adat itu sendiri.
Bila adat istiadat yang kita hidupi tidak sesuai lagi dengan jaman, harus dibenahi dan diluruskan agar tidak menjadi beban bagi generasi yang akan datang.
Dan ini adalah tugasnya generasi sekarang untuk kritis. Kita tidak bisa hanya duduk dan berpangku tangan lalu demi melestarikan kearifan lokal, kita tidak lagi kritis.
Salam sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H