Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Nomen est Omen, Polemik Nama "Nusantara" Ibu Kota Negara

21 Januari 2022   09:41 Diperbarui: 22 Januari 2022   17:45 1900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain final istana negara IKN Baru.(sumber: Instagram/Nyoman_Nuarta via kompas.com)

Seberapa pentingkah sebuah nama? Nama itu penting karena nama mampu mendefenisikan sesuatu atau seseorang. Sesuatu harus mempunyai nama. Ada nama yang berbeda-beda untuk sesuatu dalam bahasa-bahasa dunia. Tetapi itu soal bahasa. 

Yang terpenting adalah sesuatu atau orang memiliki nama untuk mempermudah penyebutan. Bila segala sesuatu tidak bernama, maka bahasa pun akan hilang.

Tentunya, nama selalu mengisahkan sesuatu yang ada di balik nama itu.Karena itu tidak heran bila orang mengatakan bahwa nomen est omen. 

Nama adalah tanda. Kalau orang mendengar nama Jakarta misalnya, pikiran orang akan dibawa ke sebuah kota metropolitan yang adalah ibu kota sebuah negara yang bernama Indonesia. 

Sementara itu, bila orang mendengar nama Nusantara, pikiran akan langsung dibawa kepada gugusan pulau-pulau yang berada di antara benua Asia dan Australia yang bernama Indonesia. 

Persoalan sekarang, kalau calon ibu kota negara diberi nama Nusantara, apakah tidak meninggalkan sebuah kerancauan dalam pikiran orang ketika menyebut kata nusantara?

Sebagaimana kita tahu bersama pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) sudah final. Jumat, 14 Jannuari 2022 lalu Presiden Jokowi pun telah memutuskan bahwa  nama baru untuk calon IKN yang baru adalah Nusantara. Dari ratusan nama yang disodorkan kepada presiden akhirnya dipilihlah nama Nusantara. 

Alasannya adalah nama Nusantara mempunyai nilai historis yang tinggi bagi bangsa Indonesia. Memang alasan itu tidak terbantahkan, namun tepatkah nama Nusantara untuk ibu kota negara baru itu?

Mungkin kita sejenak kembali menoleh kembali kepada sejarah. Ada sepenggal kisah sejarah masa lalu kita yang menceritakan bahwa nama Nusantara erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit. 

Walaupun demikian, nama Nusantara sendiri sudah ada sebelum Majapahit berdiri. Sejarah mencatat bahwa kata ini pertama kali tertulis dalam dalam literatur berbahasa Jawa abad ke- 12 hingga abad ke- 16 untuk menggambarkan konsep kenagaraan yang dianut Majapahit. 

Nusantara terdiri dua kata yaitu, "Nusa" yang  berarti pulau, sedangkan "antara" berarti luar atau seberang. Karena itu Nusantara sendiri sebenarnya adalah nama untuk pulau-pulau yang ada di luar pulau Jawa. 

Nusantara dipakai untuk membedakannya dengan dvipantara (dvip = Jawa). Nama Nusantara sempat tenggelam ketika Majaphit runtuh. 

Kemudian pada zaman kemerdekaan Indonesia, kata ini dihidupkan kembali oleh Kihajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara yang merdeka setelah kekuasaan Hindia-Belanda. 

Akan tetapi secara politis Nusantara tidak hanya merujuk pada pulau-pulau di Indonesia tetapi juga meliputi semenanjung Malaya.

Sementara itu nama Nusantara yang popular saat ini, digunakan untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Untuk bangsa kita sendiri, nama ini merupakan sinonim untuk menjelaskan makna kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.    

Lalu pertanyaan yang muncul, apakah nama Nusantara sudah tepat untuk calon ibu kota negara yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur ini?

Pro dan kontra tentu saja ada. Semua yang pro tentu berargumen bahwa nama ini punya nilai sejarah yang tinggi. Barangkali selain nilai historisitas ini, ada juga maksud lain di balik pemberian nama ini. 

Mungkin saja pemilihan nama ini sebagai upaya untuk merangkum menjadi satu nama semua gugus pulau dan kepulauan di Indonesia dalam ibu kota negara yang baru. Mungkin juga untuk menunjukan bahwa IKN baru adalah miniatur dari Nusantara yang sebenarnya.

Sedangkan yang kontra mengatakan bahwa nama Nusantara sangatlah Jawasentris karena melukiskan bahwa pulau-pulau di luar Jawa harus mengarahkan pandangannya ke Jawa sebagai pusat Indonesia. Jadi meskipun ibu kota negara ada di Kalimantan tetgapi tetap saja arah pandangan harus selalu ke Jawa. 

Sejarawan JJ Rizal berpendapat bahwa nama tersebut tidak mempresentasikan upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana didengung-dengungkan selama ini. 

Ini bertolak belakang dengan konsep pemindahan IKN yang bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain di luar pulau Jawa. JJ Rizal berpandangan bahwa nama Nusantara juga mewakili arogansi dan dominasi pemikiran para elit keraton Jawa gaya baru 2022.

Pendapat kontra yang lain juga dikemukan oleh Rocky Gerung. Ia menyatakan ketidaksetujuannya dengan argument bahwa akan ada kekacauan istilah nama Nusantara untuk IKN baru dengan kenusantaraan yang selama ini kita kenal dan mengerti. 

Akan ada kekacauan semantik, katanya. Orang akan salahkprah pada kata nusantara itu sendiri. Kata nusantara tidak merujuk pada makna aslinya lagi tetapi sudah merupakan nama sebuah tempat. Ini membingungkan.

Memang tidak dipungkiri sejak nama Nusantara dipakai, telah ada pergeseran arti atau makna nama ini. Zaman Majapahit memliki konsep sendiri tentang nusantara, demikian pula untuk saat ini, walaupun masih menunjuk pada sesuatu yang sama. 

Namun itu tidak berarti kita menggesernya dan mempersempit lagi penggunaannya untuk nama tempat calon ibu kota negara.  Kita harus mengembalikan nama itu pada artinya yang sesungguhnya. Bukankah bangsa Indonesia juga bisa disebut Nusantara?  

Bukankah nama Nusantara punya tempat tersendiri di sanubari rakyat Indonesia?

Biarkan nama calon ibu kita negara tersebut tetap sesuai dengan nama tempat dimana kota ini dibangun. Alasannya, karena memang ibu kota negara yang baru ada di sana. Mengapa mesti diganti dengan nama nusantara atau nama yang lain. 

Biarlah nama nusantara itu tetap menjadi nama lain dari Indonesia yang menggambarkan bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari satu pulau tetapi terdiri dari pulau-pulau. 

Kita tidak harus menampik historisitas nama Nusantara yang bernilai sejarah tinggi itu dengan mereduksinya hanya pada satu nama kota. Biarkan nama Nusantara tetap mempunyai tempat tersendiri bagi bangsa Indonesia sebagaimana sekarang adanya.

Kalau pertanyaan pro dan kontra ini ditanyakan pada saya saat ini, maka akan dengan tegas saya mengatakan bahwa saya berada di posisi kontra. 

Barangkali mereka yang pro nama nusantara mengatakan bahwa kalau nama yang digunakan untuk calon IKN itu adalah nama kota dimana IKN dibangun maka akan sangat Kalimantansentris, maka itu pendapat yang keliru. Kita mesti kembali kepada konsep dan ide di balik pemindahan ibu kota negara ini. 

Cukuplah bila yang menjadi konsep pemindahan ibu kota adalah untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia dan menghilangkan kesenjangan Pulau Jawa dan di luar Jawa. 

Dan yang lebih penting lagi ibu kota negara yang baru harus menjadi kota yang smart dan tertata lebih rapih. IKN baru harus menunjukkan wajah Indonesia yang penuh kebanggaan dan berwibawa. Hanya ini saya kira.

Saya adalah seorang warga negara yang sedari awal sangat setuju dan sangat mendukung semua kebijakan Pak Presiden tetapi soal nama calon IKN, maaf saya harus bersebrangan. Nomen est omen. 

Biarkan nama Nusantara menjadi tanda bagi pulau-pulau yang berhimpun dalam Indonesia dan tidak hanya dikecilkan artinya pada nama sebuah kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun