Penjelasan Gramsci civil society bukanlah semata-mata mewadahi kepentingan individu, tetapi di dalamnya juga terdapat organisasi-organisasi yang berusaha melayani kepentingan orang banyak. Civil society memiliki potensi untuk mengatur dirinya sendiri secara rasional dan mengandung unsur kebebasan.
Larry Diamond, dikutip dari "Demokratisasi di Indonesia: Tantangan di tengah Kemiskinan dan Ketidakadilan", ditulis Victor Silaen, menjelaskan bahwa demokrasi kerap harus dicapai melalui pengorbanan jutaan rakyat yang secara aktif melibatkan diri dalam gerakan kemasyarakatan (civic movement) dan gerakan media yang independen.Â
Dengan kata lain, pencapaian demokrasi menuntut perjuangan, resiko pribadi, mobilisasi dan daya tahan dari banyak orang dan rakyat. Dan demokrasi tersebut niscaya dapat menjadi langgeng jika ia didukung dengan berkembangnya civil society yang bersemangat, gigih dan pluralis.
Masih dari sumber yang sama, Alexis de Tocqueville, civil society adalah wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi, yang bercirikan: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating), keswadayaan (self supporting), kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, keterkaitan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warga masyarakat.
Selanjutnya Larry Diamond, dikutip dari " Civil Society dan Ummah: Sintesa Diskursif Rumah Demokrasi", ditulis Asrori S. Karni, menyebutkan ada enam sumbangan civil society bagi demokrasi: (1) ia menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan diantara para pejabat negara, (2) pluralisme dalam civil society, bila diorganisir, bukan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis, (3) memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan, (4) ikut menjaga stabilitas negara, (5) tempat menggembleng pemimpin politik, dan (6) menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
Selanjutnya masih dalam Asrori S. Karni (1999), civil society, kecenderungan partikularisme dan sektarian dihindari, namun totalisme dan uniformisme ditolak. Ia menghargai kebebasan individu, namun menolak anarkhi, memperjuangkan kebebasan berekspresi tetapi juga menuntut tanggung jawab etik, menolak intervensi negara, tetapi memerlukan negara sebagai pelindung dan penengah konflik baik internal maupun eksternal.Â
Negara memang tidak mesti langsung dilihat sebagai lawan, karena negara juga memiliki elemen yang signifikan bagi pertumbuhan civil society, seperti pranata hukum.
Gerakan-gerakan protes dan aksi demonstrasi yang disampaikan oleh para aktivis merupakan bagian dari demokrasi dan juga sebagai bagian dari kemandirian masyarakat dalam mengontrol kekuasaan yang sedang berlangsung. Kebebasan penyampaian pendapat adalah hak yang harus diberikan kepada warga negara dan harus dilindungi oleh pemerintah.Â
Dan dalam konsep civil society warga negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat itu. Untuk mengontrol kekuasaan yang dilakukan oleh masyarakat, tentu saja mensyaratkan ruang publik yang bebas sehingga tiap individu dalam masyarakat berkesempatan mempekuat kemandirian dan kemampuannya dalam pengelolaan wilayahnya.Â
Penangkapan aktvis merupakan hambatan dalam proses demokratisasi dan kemandirian masyarakat dalam mengontrol kekuasaan. Hal ini akan membawa dampak buruk bagi pemerintah dalam mengupayakan ruang publik yang bebas dari dominasi kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H