Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waspada Ahok

7 Oktober 2016   15:36 Diperbarui: 7 Oktober 2016   15:46 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasil survei ini tentunya akan menggiring para pemilih yang belum memutuskan untuk memilih pasangan calon gubernur beserta wakilnya pada saat ini. Terlebih jika kita melihat suara golput yang ada di DKI Jakarta ini cukup lumayan besar. Sebut saja, pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada tahun 2012, pasangan terpilih Jokowi-Ahok hanya unggul sekitar 68.124 suara dari jumlah golput yang berjumlah 2.404.006 orang. Sementara itu jika dilihat dari partisipasi pemilih pada pemilihan presiden tahun 2014 lalu, jumlah golput di DKI Jakarta masih disekitaran angka 2.081.396 suara. Tentunya jumlah ini sangatlah besar untuk diperebutkan oleh para kandidat yang maju.

Ahok-Djarot belakangan memang dikenal selalu bertentangan dengan kaum miskin. Sudah berapa banyak kawasan kumuh yang digusur selama keduanya berkuasa di Jakarta. Selain itu, isu pencemaran lingkungan pun kini terstempel dibenak keduanya, karena berpihak kepada investor untuk mereklamasi teluk Jakarta. Keduanya berasalan, karena kaum miskin menempati kawasan yang bukan miliknya. 

Tanah yang mereka huni, menurut pemerintahan Jakarta pada saat ini adalah milik pemerintah ibu kota sehingga kaum miskin layak tergusur dan harus pindah ke rumah susun yang telah disediakan. Sementara itu, teluk Jakarta dianggap sudah tercemar sehingga reklamasi dianggap layak berjalan dengan berbagai resiko yang akan datang dikemudian hari.

Pada pemerintahan Ahok-Djarot memang tidak mengenal kompromi ataupun rehalibitasi. Jika dipandang tidak layak, maka keduanya tidak sungkan untuk menggerus sesuatu yang merugikan kawasan ibu kota. Rehalibitasi laut dan juga rehalibitasi perumahan miskin sulit sekali terjadi secara manusiawi. Padahal fenomena perumahan kumuh sebenarnya merupakan fenomena yang tampak di kota-kota besar. Laporan UN Habitat, The Challenge of Slums; Global Report on Human Settlements 2003, menyebut, urbanisasi, liberalisasi dan ketimpangan ekonomi memngaruhi munculnya permukiman kumuh di kota besar. Namun, banyak pemerintah kota besar memilih jalan instan untuk menghapus permukiman kumuh. Termasuk yang selama ini dilakukan oleh Pemprov Jakarta.

Ahok-Djarot harus waspada dan melakukan perubahan gaya kepemimpinan yang selama ini mereka jalankan. Jika dilihat dari hasil berbagai survei yang dilakukan, kemungkinan keduanya akan sangat sulit untuk menandingi lawannya pada putaran kedua pemilihan gubernur nanti. Apalagi masih begitu banyaknya pemilih DKI Jakarta yang memutuskan jalan golput pada setiap pemilihan yang berlangsung di ibu kota.

Hasil survei ini akan menggiring suara-suara yang belum menentukan pilihan. Tidak bisa dipungkiri Bandwagon effect akan terjadi pada pemilihan gubernur nanti bagi para golput untuk menggunakan hak pilihnya. Bandwagon effect adalah kecenderungan seseorang malakukan sebuah tindakan karena melihat begitu banyaknya mayoritas melakukan tindakan tersebut. Atau juga dalam dunia politik bandwagon effect adalah kecenderungan memilih karena melihat keberhasilan suatu pemimpin. Hal-hal seperti inilah yang akan membawa suara golput untuk menggunakan hak pilihnya di pemilihan gubernur dan wakil gubernur nanti. Hasil survei menjelaskan Ahok-Djarot tidak berhasil membangun DKI Jakarta secara manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun