Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keuangan Partai dan Peranannya

19 Maret 2015   12:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:26 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menggambarkan kondisi tanah air saat ini memang cukup sulit. Di saat semua sibuk dengan pecahnya Parta Golongan Karya, sibuk juga dengan urusan konflik Ahok dan DPRD, selain itu kasus hukum Nenek Asyani yang didakwa mencuri kayu, dan masalah-masalah pelik lain bangsa ini, disisi lain ada isu bahwa Mendagri akan merencanakan memberikan dana kepada setiap partai politik di tanah air sebesar 1T. Tujuannya adalah sebagai upaya meningkatkan transparansi dan demokrasi di tanah air.

Dalam negara demokrasi, partai politik memiliki posisi yang sangat penting. Kehadirannya akan menunjukkan sejauh mana demokrasi berjalan di suatu negara. Anas Urbaningrum dalam tulisannya di Harian Republikan 16 Maret 2015, mengatakan bahwa partai politik merupakan “anak kandung” dari demokrasi. Sangat logis jika ada niatan negara untuk bertanggung jawab atas masa depan dari “anaknya” tersebut.

Menurut Anas dalam tulisan yang sama, keuangan partai politik selama ini berasal dari tiga komponen, yaitu kekuatan internal, partisipasi masyarakat dan negara. Kekuatan internal ialah iuaran-iuran atau sumbangan yang diberikan anggota partai. Mereka secara sukarela memberikannya demi kelancaran masa depan partai tersebut. Selanjutnya keuangan partai berasal dari partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat menurutnya bukan hanya dalam kegiatan pemilihan umum semata, tapi bisa juga menyumbangkan sebagian keuangan mereka untuk diserahkan kepada partai politik yang berbentuk “natura”. Selanjutnya Anas juga menuliskan agar kontestasi politik tetap berjalan sehat dan tidak berubah haluan menjadi kontestasi kapital maka sumbangan seperti ini dibatasi jumlahnya.

Perhatian utama publik terhadap niatan Mendagri adalah sejauh mana peran partai politik dalam mengupayakan sebuah peraturan dan perundang-undangan yang memihak kepada mereka? Selama ini kehadiran partai hanya sebatas menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah semata, setelah semua berjalan lancar dan aman maka partai politik menghilang dalam kehidupan masyarakat.

Sejatinya partai politik bukan hanya menjadi elemen utama dalam berjalannya demokrasi. Kehadirannya masih jauh dari harapan masyarakat luas. Partai politik hanya menganggap demokrasi sebatas dalam konteks procedural dan mekanisme perebutan kekuasaan. Aktifitas antara partai dan masyarakat tak begitu terlihat dalam membuat dan peraturan perundang-undangan yang memihak kepada khalayak luas.

Saat ini partai hanya berada dalam lingkaran sekelompok elit semata. Perjalanan dan kehidupan partai politik dalam tingkat kekuasaan kerap kali melawan kehendak pemilihnya sendiri. Saat ini partai politik hanya sebatas alat untuk menjalankan kepentingan dan kebutuhan para penguasanya saja. Hubungan yang tidak begitu erat menyebabkan kontrol yang dilakukan rakyat kepada partai politik tidak terlalu kuat untuk menjaga agar kebijakan dan peraturan yang akan dibuat tidak bertentangan dengan keinginan dan kebutuhan yang dikehandaki rakyat.

Menurut Jefrie Geovannie dalam Civil Religion (2013) partai politik tak lebih dari sekedar mesin politik manakala ada hajatan politik. Di luar itu, partai menjadi ajang berkumpul untuk sekedar merawat dan melanggengkan kekuasaan oligarki elit. Disamping tidak mengartikulasikan kepentingan rakyat, pada faktanya politik dijalankan secara kotor, penuh tipu muslihat dan lebiih berbahaya lagi sarat fitnah.

Untuk melihat sejauh mana keuntungan dari rencana Mendagri memberikan bantuan kepada keuangan partai politik, maka kita juga harus melihat apa saja yang menjadi motivasi para legislator partai politik selama ini agar uang yang digelontorkan tidak terbuang percuma. Abraham Maslow mengaitkan suatu pandangan dasar sebuah tindakan manusia berdasarkan kebutuhan mereka. Menurut Maslow setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan yaitu fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Dari situ dapat dipetakan motivasi para legislator untuk terjun dalam dunia politik yakni karena kebutuhan ekonomi, politik, idelogis hingga pada yang bersifat praktis dan pragmatis pada isu-isu tertentu.

Dengan mengacu pada Maslow, Pramono Anung dalam bukunya yang berjudul “Mahalnya Demokrasi Memudarnya Ideologi” menemukan kenyataan setelah melakukan riset secara langsung kepada kawan-kawannya di parlemen pada periode lalu bahwa yang menjadi acuan utama para legislator menjadi aktor politik ialah karena demi mendapatkan kekuasaan politik. Selanjutnya ialah demi kepentingan ekonomi, memperjuangkan sistem demokratis, idelogi, aktualisasi sikap politik, kepentingan publik dan perjuangan minoritas. Secara umum, anggota dewan pada periode 2009-2014 menempatkan kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik pada alasan pertama kenapa mereka memutuskan menjadi seorang legislator.

Sudah jelas, selama ini partai dan para anggotanya belumlah mengedepankan kepentingan dan kehendak rakyat untuk menjalankan kekuasaannya. Jika dana tersebut hanya untuk membiayai manusia-manusia seperti itu maka amat disayangkan. Uang negara akan menjadi sia-sia terbuang tak menimbulkan manfaat yang banyak untuk kehidupan masyarakat. Kenyataan pahit kehadiran partai politik selama ini, ditambah lagi dengan temuan Pramono Anung, maka ada baiknya dana tersebut ditunda dulu sampai partai politik dalam keadaan yang sudah mapan dan terpola.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun