Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjaga Demokrasi Kita

24 Desember 2014   20:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:32 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertimpangan yang terus terjadi antara kemiskinan dan demokrasi di negeri ini, membuat rakyat semakin bertanya-tanya, akan kemana masa depan demokrasi? Apakah akan membawa kesejahteraan atau hanya terus membawa penderitaan bagi rakyat Indonesia. Pada saat ini, kemelaratan ada di mana-mana. Kemewahan semakin nampak terlihat. Pada kenyataannya, kesenjangan sosial tidak dapat lagi disembunyikan di balik data-data yang bagus. Data-data yang resmi hadir dari pemerintah tidak menggambarkan bahwa kesenjangan itu terjadi.

Ingat, Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 mencapai 28,28 juta orang. Mereka yang tengah bergelut dengan kemiskinan ialah penduduk dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang sangat rendah, tinggal di daerah terpencil dengan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar, dan mungkin tidak tersentuh berbagai program penanggulangan kemiskinan pemerintah.

Demokrasi melalui partai politik dan elit kekuasaannya pada saat ini telah membawa bangsa Indonesia berada dalam kemiskinan. Mereka bekerja bukan lagi untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat, melainkan demi satu kepentingan kelompok mereka saja. Kedaulatan di tangan rakyat tinggal hisapan jempol semata. Rakyat setelah pemilihan umum berlangsung, mereka langsung terlupakan kepentingan dan kebutuhannya. Para kontestan pemilihan umum, setelah mereka terpilih lalu mereka sibuk menghitung-hitung kerugian yang telah terjadi dan mencoba mencari gantinya dengan menyalahgunakan jabatan yang telah diberikan oleh rakyat. Lantas apa yang kita butuhkan?

Dalam sistem demokrasi, sangat dimungkinkan terjadinya perdebatan argumentative untuk menyampaikan tujuan-tujuan politiknya, baik melalui partai politik maupun kelompok kepentingan (LSM) yang didirikan. Bedanya ialah bahwa kelompok kepentingan hadir dalam kehidupan demokrasi tujuannya untuk mengontrol partai politik yang masuk dalam jajaran kekuasaan agar kebijakan dan peraturan yang mereka buat tidak menyepelekan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Dalam abad 20 ini, masyarakat berkembang semakin kompleks, dan peran pemerintah semakin membesar. Pada saat ini semakin banyak masalah yang perlu disuarakan oleh para pemilih atau masyarakat. Agar suara mereka terdengar dalam masalah-masalah spesifik, masyarakat diharapkan agar dapat membentuk kelompok-kelompok lobi, kelompok penyokong kepentingan publik dan lembaga swadaya masyarakat.

Yang lebih penting ialah penguatan civil society. Ini merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk penyeimbang dan kecenderungan atas control eksesif Negara. Civil society akan menguatkan suatu masyarakat politik yang demokratis – partisipatoris, reflekti dan dewasa. Dengan civil society juga menyadarkan kembali kepada masyarakat behwa merekalah pemegang kedaulatan dan memiliki hak untuk mengontrol kekuasaan.

Dengan civil society juga dapat menumbuhkan pola demokrasi yang partisipatoris bukan hanya menjadi demokrasi elit semata. Demokrasi elit merupakan sebuah upaya untuk mengesampingkan rakyat setelah pelaksanaan pemilihan umum. Setelah rakyat menjalankan haknya, maka setelah caleg terpilih mereka mengesampingkan aspirasi rakyat dalam menjalankan pemerintahan dan membuat kebijakan. Di dalam tipe ini, demokrasi elit sangat mungkin kepentingan rakyat yang selama masa kampanye disuarakan terlupakan.

Intinya ialah dengan penguatan civil society rakyat tidak hanya dijadikan objek mobilitas dan meraih dukungan oleh kalangan elit politik. Selain berhak untuk memilih secara bebas dan rahasia kita juga berhak untuk terus terlibat dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh mereka yang telah kita pilih agar terus berada dalam jalur kepentingan dan kehendak rakyat bukan pada kepentingan dan kehendak pribadi maupun partai politik.

Satu pesan dari Hannah Arendt manusia mandiri ialah manusia yang terbebas dari himpitan kebutuhan pribadinya dan pada saat yang bersamaan mampu berwacana dalam ruang publik. Ketika manusia mandiri, saat itulah ia menjadi warga Negara yang sebenarnya, dan pada saat itu pula demokrasi bisa berjalan.

Civil society seperti apa yang diperlukan dalam masyarakat pada saat ini? Yang masyarakat perlukan ialah sebuah civil society yang wilayah kehidupan dimana tindakan-tindakan sosial warganya tidak didorong oleh hasrat untuk mengakumulasi kekuasaan maupun uang, tapi nilai dasar yang muncul dalam kehidupan sosial seperti keadilan, kebenaran, kebaikan dan yang sejenisnya.

Hal seperti inilah yang bangsa Indonesia butuhkan. Untuk mencapai satu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, rakyat Indonesia perlu menghidupkan satu ruang kehidupan yang berprinsip seperti di atas.

Civil socity yang mapan diharapkan mampu membawa rakyat Indonesia berada dalam sebuah tujuan yang diidamkan seperti dalam sistem konstitusional berdasarkan UUD 1945, konsep demokrasi atau paham kedaulatan rakyat, tidak hanya dalam bidang politik saja melainkan dalam bidang ekonomi sekaligus. Menurut UUD 45 pasal 1 ayat (2) dan (3) menegaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Artinya, semua cabang kekuasaan negara dan semua pelaku kekuasaan negara merupakan penyandang kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat itu dengan sebaik-baiknya, baik di bidang politik maupun ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun