Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Tersandera Budaya Politik

18 Januari 2015   21:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:52 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan kita sangat menikmati perdebatan, kenapa Jokowi mencalonkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, sedangkan di saat yang sama, PPATK dan juga KPK telah mewanti-wanti orang no satu di Indonesia ini agar tidak main-main dengan peringatan yang telah mereka berikan terkait Budi Gunawan tersebut. Tak ayal, bola panas pun terus bergulir, peringatan dua lembaga tersebut berujung pada berubahnya status Budi menjadi tersangka sebelum melaksanakan uji kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Rekan jejak Budi Gunawan yang pernah menjadi ajudan Presiden Megawati diduga jadi alasan kuat kenapa Jokowi terkesan memaksakan Komjen Polisi ini menjadi Kapolri. Ditetapkannya Budi sebagai tersangka tak membuat drama ini terhenti, Komisi III DPR akhirnya menyetujui pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bola panas yang dimainkan Jokowi semakin menggelinding deras, banyak kalangan yang meminta Presiden ke-7 Republik Indonesia ini membatalkan pencalonan Budi Gunawan sebagai orang no satu di kepolisian. Selain itu, para relawan yang telah bekerja keras selama kampanye presiden lalu, menuntut agar Jokowi membatalkan pelantikan calon Kapolri tersebut.

Drama ini sangat menyakitkan hati masyarakat. Di masa kampanyenya, Jokowi yang identik dengan kesederhanaan dan dekat dengan rakyat, berjanji tidak akan bermain-main dengan yang namanya korupsi. Dirinya bahkan kerap kali bertamu ke gedung KPK untuk menyerahkan barang-barang yang ia terima dari berbagai kalangan ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta kepada pimpinan lembaga anti korupsi tersebut. Hal tersebut lantas mengidentikan Jokowi sebagai calon pemimpin yang serius untuk melawan kejahatan paling no satu di Republik kita. Kini Jokowi tersandera atas permainan yang ia mulai sendiri. Calon tunggalnya menjadi tersangka, namun dirinya tidak membatalkan calonnya tersebut, melainkan hanya menunda pelantikannya dan membuat Keppres yang isinya menunjuk Wakapolri Badrodin Haiti sebagi pelaksana tugas (plt) Kapolri.

Banyak kalangan yang menilai, penunjukkan Budi Gunawan ini bukanlah keinginan Jokowi sendiri melainkan adanya permintaan dari petinggi Partai pengusungnya untuk mencalonkan calon tersebut. Sebelumnya juga, nama Budi Gunawan sempat beredar sebagai kandidat menteri di dalam kabinet yang akan ia pimpin. Namun saat itu Jokowi masih ingin bermain aman, mengingat ultimatum yang diberikan KPK terkait nama-nama yang memiliki rapor merah untuk menjadi seorang menteri. Sayangnya, Jokowi tak belajar dari hal tersebut, kini ia tersandung masalah serius tentang komitmennya dalam memberantas korupsi.

Budaya Politik

Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Istilah ini melingkupi tentang masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah, kegiatan partai politik, perilaku aparatur negara serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber masyarakat.

Almond dan Verba mengemukakan bahwa budaya politik yang tumbuh pada suatu masyarakat dihayati melalui kesadaran masyarakat terhadap pengetahuan, perasaan dan evaluasi masyarakat tersebut.

Sahya Anggar, dalam bukunya “Sistem Politik Indonesia”, budaya politik yang paling menonjol di Indonesia adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan penguasa maupun masyarakat, yang didasarkan atas patronage, yang disebut James Scott sebagai pola hubungan patron-client.

Pola hubungan patron-client ialah pola yang mempertukarkan sumber daya yang dimiliki oleh tiap-tiap pihak yang terkait. Patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan. Sementara client, memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan dan loyalitas. Diantara pola hubungan yang dibangun antara si patron dan si client, ada pihak ketiga yang membuat kedekatan keduanya tumbuh dan berkembang, yakni disebut broker.

Dalam kasus pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, sebenarnya bukanlah hal yang aneh dalam kancah budaya politik yang tumbuh di negeri kita. Pola hubungan yang sudah terjalin antara Jokowi dan Budi Gunawan selama masa kampanye membuat beban dalam masa jabatan yang diperoleh mantan Gubernur Jakarta tersebut. Selain itu, kedekatan Megawati dengan Budi Gunawan membuat Jokowi semakin terpojok. Jikalau ia gagal menjadikan Budi Gunawan sebagai menteri, Jokowi gak mau gagal lagi mencalonkan client-nya tersebut sebagai Kapolri, meski hanya sebagai calon walau gagal nantinya.

Jokowi adalah patron dalam pola hubungan budaya politik di atas. Ia kini telah memiliki kekuasaan dan kedudukan. Ia berhak mencalonkan siapa saja untuk maju sebagai Kapolri. Dan Budi Gunawan ialah client, yang telah menghabiskan tenaga dan pikiran untuk meningkatkan dukungan yang diberikan masyarakat kepada Jokowi di masa pemilihan presiden yang lalu. Sementara itu, Megawati ialah broker yang menciptakan hubungan diantara kedua orang tersebut semakin dekat dan harmonis. Ikatan seperti inilah yang kiranya memaksa Jokowi memaksakan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Bekerja terus Jokowi, sesuai dengan janji-janji mu dahulu. Bantas korupsi dan jangan hianati hati para relawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun