Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Sarumpaet Jilid II?

20 April 2019   17:55 Diperbarui: 20 April 2019   18:07 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu presiden dan legislative 2019 sudah kita lalui dengan baik. Tidak banyak masalah yang berarti yang terjadi dalam prosesnya. Perhitungan suara secara lengkap sendiri baru akan diselesaikan dan diumumkan secara resmi kira-kira sebulan dari sekarangi oleh KPU.  Pemenang pemilu akan diumumkan oleh KPU.  Masalahnya sekarang adalah salah satu paslon sudah mendeklarasikan diri sebagai pemenang, bahkan sebagai Presiden! Paslon nomor 2 sudah yakin menang, sedangkan semua hasil hitung cepat (quick count) lembaga-lembaga survei resmi menyatakan bahwa kemenangan ada pada paslon nomor satu. 

Lembaga survei menghitung cepat hasil pemilu dengan mengambil sampel sebanyak 2.000 TPS (rata-rata) dari total populasi sekitar 800.000-an TPS. Dan berkaca dari pengalaman selama ini hasil hitung cepat ini sangat akurat. Ini berbeda dengan survey-survei pemilu yang biasa dilakukan. Dalam survey sampel yang diambil juga sebanyak 2.000 namun dengan total populasi 190.000.000-an orang calon pemilh. Dari sini kita bisa memaklumi mengapa survey lebih kurang akurat dibandingkan dengan hitung cepat (quick count). Semakin banyak sampel dibandingkan dengan total populasi maka semakin akurat hasilnya. Tentunya jika cara pengambilan sampel dilakukan dengan benar.

Bisa dimaklumi jika paslon nomor 2 yakin perhitungan yang dilakukan pihaknya lebih akurat daripada yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey tersebut jika sampel yang diambil untuk menyimpulkan populasi adalah sebesar 40% (320.000 TPS). Jumlah ini jauh lebih banyak daripada sampel lembaga-lembaga survey tersebut. Karena itu ketika hasil hitung cepat lembaga survey menyatakan paslon nomor 1 menang , sedang perhitungan pihak paslon nomor 2 menyatakan dirinyalah yang menang, dengan emosional paslon nomor 2 menyatakan bahwa "lembaga-lembaga survey adalah pembohong-pembohong yang harus diusir ke Antartika!"

Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah pernyataan paslon nomor 2 bahwa pihaknya memang didukung oleh data dari 320.000 TPS dari total 800.000-an TPS? Dan pengumpulan data beserta perhitungan tersebut dilakukan hanya dalam waktu beberapa jam! Terus terang hal ini diragukan, mengingat lembaga-lembaga survei yang berpengalaman pun hanya mampu mengambil sampel dan menghitung sebanyak 2.000 TPS.

Bapak Prabowo jelas hanya menerima laporan dari bawah mengenai "kemenangannya" tanpa tahu darimana angka itu sebenarnya. Ketika pihak nomor 2 ditantang untuk membuka data pendukung mereka, mereka selalu mengelak dan mengelak (lihat jawaban-jawaban dari Andre Rosiade dari BPN). Apakah mereka benar-benar mempunyai data berupa formulir C1 dari 320.000 TPS itu??? Dari gelagat mereka saya yakin tidak.

Hal inilah yang akan menjadi skandal Sarumpaet jilid II. Kesalahan yang sama kembali terulang. Mengambil kesimpulan tanpa didukung fakta, tanpa mengadakan verifikasi dan pengecekan yang memadai. Kasihan Bapak Prabowo yang untuk kedua kalinya menjadi korban dibohongi oleh anak buahnya. Pada waktu itu Pak Prabowo menelan begiitu saja omongan dari Sarumpaet, langsung bereaksi dengan mengadakan konferensi pers yang emosional. Bukankah keadaan sekarang hampir sama? Emosional dan meledak-ledak karena merasa dicurangi atau akan dicurangi.

Karena itu adalah bijaksana jika Pak Prabowo dan Pak Sandi memastikan lagi apakah data 320.000 TPS berupa formulir C1 memang eksis, memang ada di tangan tim BPN? Kalau memang data itu ada apakah itu sudah merupakan sampel yang diambil secara benar? Kalau kedua hal tersebut jawabannya adalah "Ya" maka kemungkinan sangat besar paslon nomor 2 yang menang. Namun yang meragukan, kembali lagi,  adalah respon dari BPN terhadap tantangan untuk saling buka data dari berbagai pihak yang menyiratkan mereka (BPN) sebenarnya tidak punya data pendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun