Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY, Tentang Kasus Dugaan Penistaan Agama Ahok

3 November 2016   22:43 Diperbarui: 3 November 2016   23:10 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandangan SBY telah disuarakan dari Cikeas, Bogor, terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Ahok atau Basuki ; dan rencana demonstrasi 4 November yg dimotori oleh FPI di Jakarta. Namun pernyataan SBY tersebut banyak salah dimengerti oleh pihak-pihak yg tidak cermat, misalnya peneliti senior LIPI, Syamsudin Harris. Tulisan ini diharapkan bisa menjernihkan ketidakcermatan dan kekeliruan pemahaman mengenai pernyataan SBY. Inilah inti dan ulasan dari pernyataan SBY tersebut (berdasarkan dan dari Kompas.com, 2 November 2016) :

Menurut SBY, Ahok harus diproses hukum dengan semestinya, sehingga tidak menimbulkan kesan dia kebal hukum. SBY mengatakan, penistaan agama dilarang secara hukum seperti diatur dalam KUHP. Tanpa melakukan hal seperti itu, menurut SBY, negara bisa “terbakar”.

Setelah Ahok diproses hukum, semua pihak harus menghormati hasilnya, jangan gaduh. Penegak hukum harus meredam tekanan dari pihak yang ingin Ahok dihukum maupun dari yang ingin Ahok bebas. Proses hukum terhadap Ahok tidak boleh dipengaruhi baik oleh pihak pendemo ataupun oleh pihak pemerintah.SBY menekankan, hukum merupakan proses yang harus terpisah dari tekanan politik dan ancaman massa. Oleh karena itu, SBY mengimbau agar polisi sebagai penegak hukum berlaku netral dan tegas.

"Serahkan ke penegak hukum apakah Pak Ahok tidak bersalah nantinya, bebas, atau Pak Ahok dinyatakan bersalah. Jangan ditekan, biarkan penegak hukum kita bekerja, begitu aturan mainnya, begitu etikanya," kata SBY.

Pada dasarnya SBY menginginkan proses hukum yg dilakukan oleh Polri fair, adil, objektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, tidak direkayasa. Jika Ahok dinyatakan bersalah Polri harus memberikan alasan yang kuat yg menjadi dasar keputusan tsb. Demikian juga jika nantinya Ahok dinyatakan tidak bersalah, Polri juga harus memberikan argumen yang jelas dan dasar yg masuk akal. Setelah itu dilakukan semua pihak harus menghormati dan menerima hasilnya.

Mengenai rencana demo, SBY mengatakan, berdasarkan pengalaman 10 tahun memerintah, unjuk rasa seperti itu harus didengar. Kalau tidak maka demo akan terus terjadi. Hal ini terkait dengan soal kebiasaan di Indonesia yang gaduh, panik, dan reaktif tak menentu ketika ada masalah.

"Kita ini sering gaduh, grusa grusuh, panik bertindak reaktif tak menentu. Sibuk, tetapi value-nya tidak ada. Kita sering tidak tidur melakukan banyak hal, atasi masalah, ternyata masalah tidak diatasi," kata SBY.

Menyinggung rencana demo tersebut, menurut SBY, sebenarnya lebih baik tidak ada demo, karena bisa terjadi anarkistis. Yang ideal adalah penyelesaian tanpa ada ribut-ribut dan demo, namun bisa diselesaikan tanpa kegaduhan.

"Namun, jauh lebih baik tidak perlu ada unjuk rasa, apalagi bisa anarkistis, tetapi masalah bisa selesai. Itu yang terbaik, nilainya 100, A plus," ucap mantan Presiden RI itu.

Menurut SBY kasus Ahok seharusnya ada di tangan penegak hukum, bukan di jalan-jalan raya, bukan di tangan pemimpin organisasi massa Islam, bukan di tangan Presiden Jokowi, bukan di tangan SBY atau Demokrat.

Yang paling baik memang adalah penyelesaian hukum, karena ada beberapa pengaduan terhadap Ahok terkait tuduhan penistaan agama. Pihak penegak hukum harus tidak bisa ditekan, dan jangan ditekan. Presiden Jokowi sudah berkomitmen untuk tidak intervensi. Rencana demo pada 4 November pada dasarnya adalah upaya untuk menekan penegak hukum agar melakukan keinginan mereka yg ingin Ahok dihukum. Dalam hal ini, sesuai pendapat SBY, Polri harus bisa meredam tekanan tersebut. Polri harus memproses kasus ini dengan profesional, fair, dan transparan. Setelah itu dilakukan semua pihak harus menghormati hasilnya, sekalipun tidak sesuai dengan keinginan mereka. Itulah inti yang ingin disampaikan oleh SBY.

Pandangan SBY tersebut menunjukkan objektivitas kejernihan cara berpikir seorang negarawan yang sangat matang, intelektualitas seorang akademisi yang brilian. Pandangan SBY seperti itu harus dihargai dan didengar oleh semua pihak.

Menurut SBY, kasus penistaan agama dilarang secara hukum seperti diatur oleh KUHP. Namun dari semua kasus yg terjadi dari jaman dahulu sampai sekarang, pihak, yg penulis ingat, tidak ada “korban” dari pihak minoritas, selalu agama mayoritas sebagai ""korban". Artinya kasusnya selalu tuduhan penghinaan/penistaan agama yg dilakukan oleh pemeluk agama minoritas terhadap agama mayoritas. Padahal dari segi jumlah pemeluk agama mayoritas jauh lebih besar, sehingga seharusnya lebih besar kemungkinan pemeluk mayoritas menghina agama minoritas. 

Apakah ini berarti pemeluk agama mayoritas demikian menghormati keyakinan agama minoritas? Dan sebaliknya pemeluk agama minoritas lebih cenderung tidak menghormati agama mayoritas? Yang dikhawatirkan adalah, seperti yg diistilahkan oleh Bapak Prabowo Subianto, bahwa “hukum tajam ke bawah (kepada minoritas), namun tumpul ke atas (kepada mayoritas)”. Seharusnya hukum berlaku untuk semua orang dan semua kelompok, tidak boleh ada kelompok yg dianggap kebal hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun