Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Di Manakah Letak Alam Semesta Ini?

17 Maret 2010   16:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:22 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Alam semesta seperti yang kita kenal ini, sepanjang yang bisa kita tangkap, adalah suatu ruang yang berisi materi ( apapun artinya materi itu bagi masing-masing orang ). Tanpa ruang tidak akan ada materi karena ruang adalah tempat yang cocok bagi materi. Rupanya alam semesta ini adalah suatu ruang yang berada di dalam kekekalan, ditopang oleh Tuhan yang kekal, seperti sebuah balon yang menggelembung, dan karena itu menciptakan sebuah ruang. Karena seperti sudah coba saya jelaskan di atas, alam semesta yang fana ini berasal dari kekekalan atau diciptakan oleh Allah yang kekal, Sang Pencipta segala sesuatu, yang Ia sendiri tidak diciptakan.

Adanya ruang yang berisi materi itu memunculkan adanya konsep-konsep yang disebut sebagai jumlah, jarak, waktu dan kecepatan. Adanya materi juga menghadirkan konsep mengenai massa dan berat. Jadi keberadaan konsep-konsep tersebut, yaitu jumlah, jarak, waktu, kecepatan, massa dan berat dan lain-lain yang mengikutinya, disebabkan karena adanya ruang. Konsep-konsep atau ukuran-ukuran itu ada bagi kita karena kita ada di dalam sebuah ruang, yaitu alam semesta ini, yang dibatasi dengan dimensi-dimensi tertentu, dan diatur dengan hukum-hukum tertentu yang tidak dapat dilanggar.

Kesimpulannya adalah bahwa semua ukuran-ukuran itu bersifat relatif. Artinya hal-hal tersebut ada bagi kita karena keterbatasan-keterbatasan yang kita sandang sebagai manusia yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal-hal atau realitas yang dapat kita pahami atau lihat, kita lihat hanya sebatas keterbatasan kita sebagai manusia. Sebagaimana juga seekor kerbau atau semut memahami realitas yang dilihatnya hanya sebatas pada tingkat mereka berada. Manusia dan mahluk ciptaan lain, bukanlah makhluk yang bisa melihat seluruh kebenaran secara mutlak. Ia adalah mahluk yang hanya mempunyai kebenaran relatif. Ada banyak hal yang tidak pernah didengar telinga manusia, tidak pernah dilihat oleh mata manusia dan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran hati manusia. Tetapi Tuhan memahami dan melihat realitas sebagaimana adanya tanpa dibatasi oleh apapun karena Ia sendiri adalah penentu dan penguasa atas realitas tersebut.

Albert Einstein dengan Teori Relativitas-nya juga memberikan sekilas pandang tentang sifat relatif dari waktu. Waktu bukanlah ukuran yang mutlak, artinya waktu bisa berlainan antara seorang dengan yang lain, jika mereka ada dalam kondisi tertentu yang berbeda. Waktu sepuluh tahun bagi seseorang bisa jadi hanya merupakan 10 hari bagi orang lainnya yang berada dalam kondisi tidak sejajar atau berbeda.  Sebagai contoh misalnya ada dua orang bersaudara kembar, yang seorang mengadakan perjalanan dengan wahana ruang angkasa yang mempunyai kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Ketika dia beada di dalam wahana tersebut, waktu yang dia habiskan untuk pergi dari bumi dan kembali lagi ke tempat semula hanya 10 jam. Dia dapat mengetahuinya dari jam tangannya. Tetapi ketika dia kembali ke bumi dan bertemu dengan saudara kembarnya, ternyata saudara kembarnya itu telah menantikan kedatangannya kembali selama 10 tahun! Jadi waktu 10 jam yang dilaluinya di dalam wahana ternyata tidak sejajar dengan waktu yang dilalui oleh saudara kembarnya di bumi, 10 jam di dalam wahana diproyeksikan menjadi 10 tahun di bumi! Karena itu Kitab Suci (Islam dan Kristen) mengatakan bahwa bagi Tuhan seribu tahun sama dengan satu hari, dan satu hari sama dengan seribu tahun. Jadi Kitab Suci telah lebih dahulu daripada Einstein memberitahukan tentang sifat relatif dari waktu.

Perdebatan yang terjadi di antara para ilmuwan dan teolog mengenai waktu penciptaan alam semesta selama 6 hari yang dilaporkan oleh Kitab Suci disebabkan karena mereka menganggap waktu adalah sesuatu yang mutlak. Dengan mengetahui bahwa waktu itu relatif maka menjadi sangat mungkin bahwa waktu pembentukan alam semesta yang diperkirakan bisa memakan waktu bermilyar-milyar tahun diproyeksikan kepada manusia pertama menjadi hanya 6 hari saja.

Dan bagi Tuhan yang memandang realitas secara mutlak, tidak dibatasi oleh apapun, waktu hanyalah bayangan saja. Demikian juga dengan ruang, materi, jarak, massa, berat dan jumlah. Mungkin bagi Tuhan, alam semesta ini dengan segala sesuatu yang ada dan yang berlangsung di dalamnya hanya seperti di antara kita dengan sebuah buku cerita. Perbedaan waktu yang berlalu selama satu jam atau satu abad di dalam buku itu tidak ada bedanya bagi kita. Tetapi bagi para tokoh yang ada di dalam buku itu perbedaan waktu itu jelas suatu hal yang riil. Demikian juga waktu lampau, sekarang dan masa depan yang dihadapi oleh para tokoh tersebut adalah nyata adanya tetapi bagi kita para pembaca dimensi waktu atau tenses tersebut tidak berlaku. Gambaran seperti itu memang hanyalah gambaran yang menyederhanakan saja, dan tentu saja kenyataannya lebih daripada itu.

Kalau alam semesta pada mulanya "digelembungkan", tentunya suatu saat juga bisa "dikempiskan" lagi. Artinya dilikuidasi, sehingga semua materi yang ada didalamnya juga hilang tanpa bekas seperti semula. Atau bisa juga alam semesta ini dibuat berlangsung untuk selama-lamanya. Tetapi tampaknya alam semesta yang kita tempati sekarang sedang mengalami proses pelapukan menuju kepada likuidasi atau kehancurannya. Dalam bahasa sains hal ini disebut dengan peningkatan entropi.

Tetapi kita bukanlah makhluk materi saja. Dan lagi kalaupun tubuh kita yang merupakan materi ini juga dilikuidasi atau hancur, sangat mungkin bagi Tuhan untuk memindahkan kesadaran kita ke "tempat" yang lain yang "cocok." Kalau dulu Tuhan menempatkan kesadaran kita dalam tubuh materi kita yang sekarang ini, tidakkah mungkin Ia akan melakukannya lagi dengan memberi kita tubuh materi yang baru, yang mungkin lain sama sekali daripada keadaan kita sekarang ini? Kalau Tuhan dulu menciptakan alam semesta yang sekarang ini dengan mudah, hanya dalam waktu 6 hari, tidakkah Ia akan dapat melakukannya lagi untuk menyediakan suatu tempat atau alam semesta yang baru bagi kita?

Masuk akal untuk percaya bahwa kita, setelah kehidupan kita sekarang di dalam tubuh dan dunia ini berlalu, akan memperoleh tubuh yang baru di suatu "tempat" yang baru yang lain sama sekali dengan keadaan saat ini. Tubuh itu bisa jadi merupakan tubuh yang sempurna, indah, kuat, tidak bisa sakit dan tidak bisa lapuk. Tempat itu bisa jadi merupakan tempat yang sangat indah, nyaman dan  sehat, melebihi tempat di manapun yang pernah ada di dalam dunia kita sekarang. Atau sebaliknya bisa jadi kesadaran seseorang akan ditempatkan dalam sebuah tubuh yang begitu lemah, berbau busuk, jelek, cacat, rusak, meleleh karena dibakar api dan menjijikkan karena dipenuhi dan dimakan oleh belatung-belatung ( termasuk virus, kuman, bakteri dan sel-sel kanker yang ganas ) yang tidak bisa mati. Dan tempat itupun bisa merupakan tempat siksaan yang paling mengerikan dan berlangsung untuk selama-lamanya karena kesadaran tidak akan pernah meninggalkan tubuh itu, dan tubuh itupun tidak akan bisa hancur karena selalu ada regenerasi sel-sel tubuh yang terus berlangsung tanpa ada batas waktunya. "Ilah-ilah genetis" ( the genetic gods, menurut John C. Avise ) bisa menjadi alat siksaan yang paling kejam. Menurut ilmu genetika secara teoritis hal seperti itu mungkin saja terjadi karena tubuh bisa diprogram sesuai dengan yang tertulis di dalam ‘buku' DNA-nya.( DNA atau Deoxyribose Nucleic Acid adalah suatu susunan molekul yang berbentuk benang berpilin ganda atau helix yang berisi semua informasi genetis yang membentuk dan mengatur tubuh makhluk hidup, yaitu suatu sumber cetak biru bagi tubuh ). Seperti halnya dengan keberadaan Tuhan Sang Pencipta, adanya surga dan neraka yang kekal sangat mungkin dan dapat diterima oleh rasio Ω

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun