Banyak orang mengakui bahwa Allah itu mahabesar. Tetapi apakah kata mahabesar itu mempunyai pengertian yang sama di antara satu orang dengan yang lainnya? Atau apakah semua orang benar-benar mempunyai suatu konsep atau pengertian yang jelas mengenai kata mahabesar ini?
Tata surya adalah gugusan planet-planet yang berpusat pada satu matahari atau bintang. Menurut para ilmuwan jarak dari pinggiran tata surya kita ke pusatnya, yaitu matahari adalah antara 13.000.000.000 sampai 18.000.000.000 kilometer. Matahari kita adalah salah satu dari 400.000.000.000 bintang di dalam galaksi Bima Sakti. Sedangkan Bima Sakti adalah salah satu dari 100.000.000.000 galaksi di alam semesta ini. Dapatkah Anda membayangkan seberapa luas ruang alam semesta ini? Tetapi seberapa besarpun seseorang kalau ia tidak melampaui ruang dan waktu ia tidak dapat dikatakan mahabesar. Karena tuhan semacam itu masih dibatasi oleh ukuran-ukuran jarak, waktu dan jumlah dan lain-lain.
Setiap kejadian pasti mempunyai sebab. Segala sesuatu yang tidak kekal ( dapat berubah ) pasti mempunyai sebab yang membuat ia ada. Tetapi Dia yang kekal ( tidak berubah ) tidak mempunyai sebab apapun yang membuat Dia ada ( karena apapun yang ada penyebabnya tidak akan disebut kekal ). Jadi jika segala sesuatu yang tidak kekal ( misal alam semesta dan segala isinya dan kejadiannya ) ditelusuri sampai kepada penyebabnya yang mula-mula, pastilah itu adalah Allah yang kekal, yang tidak mempunyai penyebab.
Alam semesta ini adalah suatu ruang yang amat sangat luas ( yang berisi berbagai materi ), yang belum diketahui batas-batasnya. Bersama dengan ruang, ada dimensi waktu. Tampaknya ruang dan waktu itu adalah dua dimensi yang tak terpisahkan. Waktu ada karena adanya ruang, karena segala yang ada di bawah langit atau di dalam ruang mempunyai waktunya sendiri. Adanya ruang membuat benda-benda (materi) mempunyai jarak antara satu dengan yang lainnya, dan ini menciptakan waktu dan gerakan atau peristiwa. Untuk menempuh suatu jarak dibutuhkan waktu tertentu. Misalkan bagi sebuah wahana ruang angkasa dari bumi dibutuhkan waktu untuk mencapai suatu planet lain tertentu. Ada waktu yang dibutuhkan bagi atom-atom dan elektron-elektron untuk bergerak berpindah tempat.
Tetapi bagi apa saja yang ada dalam sebuah ruang dan dibatasi oleh ruang, ia juga berada dalam suatu waktu dan dibatasi oleh suatu waktu tertentu, yaitu waktu sekarang. Masa lampau sudah berlalu dan masa depan belum terjadi baginya. Ia selalu ada dalam sepotong masa sekarang yang sempit. Baginya masa lampau sudah lewat sedang masa depan belum dikecapnya.
Tetapi tidak demikian dengan Allah mahabesar yang mengatasi ruang dan waktu. Ia ada dimanapun di dalam ruang dan waktu itu, dan bahkan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu itu. Itu berarti bahwa bagi Allah segala macam ukuran yang ada dalam alam semesta ini tidak menjadi rintangan bagi Tuhan. Jadi bagi Dia tidak ada bedanya satu triliun kilometer dengan satu nanometer (sepersejuta meter). Tidak ada bedanya masa lampau, masa sekarang dan masa depan bagi Tuhan. Bagi Tuhan kecepatan gerakan cahaya sama dengan kecepatan gerakan seekor siput. Massa dari bintang-bintang yang terbesar sama saja dengan massa atom-atom yang terkecil yang beterbangan di udara. Ia melihat ke dalam dunia atom tersebut sejelas Ia melihat kepada galaksi-galaksi raksasa. Ia melihat keseluruhan realitas ruang dan waktu itu seperti seseorang yang melihat sebuah lukisan. Bahkan sebenarnya jauh lebih daripada itu.
Adalah menakjubkan bahwa menurut para ilmuwan tubuh manusia mengandung 1 oktiliun atom. 1 oktiliun adalah angka satu yang diikuti oleh 27 angka nol di belakangnya. Saya tidak heran jika orang mengalami kesulitan dalam memahami makna angka yang sedemikian panjangnya ini. Dan atom itu sendiri sebenarnya adalah bagaikan sebuah tata surya dalam ukuran yang sangat kecil. Dan tata surya kecil tersebut sebagian besar berisi ruangan kosong sehingga jika 1 oktilion tata surya kecil tersebut dapat dipadatkan ia akan menjadi sebutir debu yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat lewat mikroskop. Dan yang menakjubkan adalah bahwa Tuhan yang mengatasi segala ruang dan waktu tidak mempunyai kesulitan sedikitpun untuk mengontrol secara detail semua atom yang terdapat di alam semesta ini dengan secara bersamaan atau sekaligus. Itulah sebagian gambaran mengenai apa artinya bahwa Tuhan mahabesar.
Semua yang terjadi dalam kehidupan seseorang sudah tertulis bagi-Nya sebelum semuanya itu terjadi bagi orang tersebut. Itu semuanya berarti semua pikirannya, gerakannya, perasaannya; setiap sel, setiap proses kimia dalam tubuhnya. Sebelum seseorang berbicara. Tuhan sudah mengetahuinya lebih dahulu apa yang akan dikatakannya. Apapun yang sedang dilakukan seseorang, dan dimanapun, Tuhan selalu tahu. Bagi Tuhan tidak ada perbedaan antara terang dan gelap, sehingga kegelapan tidak membuat sesuatu menjadi lebih tidak terlihat bagi-Nya. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi Tuhan.
Bahkan Tuhan mengawasi pada waktu sel demi sel tubuh kita sedang ditenun di dalam rahim. Bahkan “ilah-ilah genetis” ( genetic gods ) pun takluk secara mutlak kepada-Nya. Ilah-ilah genetis memang sangat mempengaruhi kehidupan seorang manusia, tetapi “ilah-ilah” ini sepenuhnya ditulis dan dikontrol oleh Allah yang sudah tahu akan segala sesuatu dari awal sampai akhirnya.. Ya, Tuhanlah yang merancang dan mengendalikan “ilah-ilah genetis” itu menurut kehendak-Nya.
Tuhanlah yang menciptakan alam semesta ini dan semua hukum-hukum yang mengaturnya. Ini berarti juga bahwa segala peristiwa yang terjadi di alam semesta dimulai dari Dia. Seluruh rangkaian sebab-akibat peristiwa tersebut adalah bagaikan jalinan kapas yang membentuk benang yang kemudian dibentuk menjadi suatu kain yang bergambar lukisan sejarah seluruh alam semesta ini.
Jadi karena semua yang ada dan yang terjadi di alam semesta ini adalah rangkaian sebab akibat ( yang diatur oleh hukum-hukum tertentu ) maka kalau semua itu ditelusuri sampai kepada pangkalnya, apakah pangkalnya? Pangkalnya pasti adalah satu momen atau aksi tertentu yang menimbulkan serangkaian reaksi berantai dari peristiwa sebab akibat tersebut. Tetapi siapakah yang memicu satu momen yang menjadi pangkal semua kejadian itu? Bukankah itu adalah sesuatu yang ada tetapi yang tidak mempunyai penyebab?
Secara logis dapat dikatakan bahwa semua hal yang mempunyai sebab adalah segala sesuatu yang berubah dan dapat berubah, bukan? Tetapi hal yang tidak berubah atau kekal itu ada tanpa sebab apapun. Jadi ‘pemicu’ segala sesuatu itu pasti bersifat kekal, karena ia tidak ada sebabnya. Karena segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta ini berubah atau tidak kekal, maka pasti ‘pemicu’ yang bersifat kekal itu berasal dari luar alam semesta, ia pasti lebih besar daripada alam semesata ini, lebih besar daripada ruang dan waktu ini. Dan itulah Tuhan yang disebut mahabesar.
Kesimpulannya, semua peristiwa yang terjadi merupakan dampak peristiwa-peristiwa sebelumnya. Dan yang mengawali semua jalinan peristiwa itu adalah Tuhan sendiri. Bagaikan seseorang pemain bilyar yang dengan sebuah pukulan, mengantisipasi dan mengontrol serangkaian peristiwa di atas papan permainan demikianlah Tuhan yang mengawali kejadian alam semesta ini, mengontrol semua peristiwa dalam alam semesta ini. Tetapi kendali seorang pemain bilyar itu terbatas sedang kendali Tuhan tak terbatas dan mutlak. Ya, Tuhan tidak ( seperti ) bermain dadu ( kata Einstein ), tetapi ( lebih seperti ) bermain bilyar.
Implikasi logis ( tapi sulit dipercaya ) yang lebih lanjut dari semua paparan di atas adalah bahwa bagi Tuhan tidak ada suatu peristiwa apapun yang terjadi secara kebetulan. Karena pemicu pertama segala peristiwa adalah Tuhan, sedang Tuhan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, maka pasti pada ‘waktu’ Tuhan ‘memicu’ peristiwa pertama, pada ‘waktu’ itu pula Tuhan mengetahui semua rangkaian peristiwa yang mengikutinya, dari awal sampai akhir! Jadi memang semua peristiwa ada dalam kendali-Nya, sudah diantisipasi oleh Dia, tidak ada yang lolos tercecer. Dia tahu semua kejadian dari awal sampai akhir dari alam semesta dan mengontrol semua gerakan atau momen yang terjadi di dalam alam semesta ini, sekalipun itu adalah helai demi helai daun-daun kering yang menari-nari di jalanan karena dihembus angin, atau butir demi butir debu yang beterbangan di udara.
Itulah implikasi logis dari Dia yang dikatakan mengatasi ruang dan waktu. Ia melihat ruang dan waktu dan gerakan, terpapar dengan sangat gamblang di hadapan-Nya seperti lukisan saja. Dan Ia adalah Pelukisnya sehingga Ia tentu saja tidak dibatasi oleh bingkai lukisan tersebut. Juga Ia dengan bebas bisa saja ada dalam lukisan tersebut tetapi Ia tidak dibatasi olehnya. Sesungguhnya sejarah alam semesta ini bagi Tuhan adalah sebuah lukisan yang sudah selesai dan catnya sudah mengering.
Bagi seorang penulis novel segala peristiwa yang terjadi di dalam novelnya itu sudah terjadi, bukan? Karena sang penulis, tidak sebagaimana para pelaku di dalam novel tersebut, tidak hidup dalam masa sekarang yang bergerak dari satu momen ke momen berikutnya. Ia ‘ada di mana-mana’ di setiap momen dan di setiap tempat di dalam novel tersebut. Jadi sebagaimana sang penulis tidak pernah terlalu ‘sibuk’ mengatur setiap peristiwa di dalam novelnya tersebut, Tuhan tidak pernah terlalu ‘sibuk’ untuk mengatur setiap peristiwa yang ada di dalam alam semesta ini.
Misalnya seorang tokoh yang bernama Giar di dalam novel tersebut sedang memasak ketika kemudian terdengar suara yang sangat keras megejutkan dia… Nah, di antara waktu memasak Giar dan terdengarnya suara keras itu tidak ada selang waktu bagi Giar. Tetapi bagi si penulis di antara dua peristiwa itu mungkin ia tidur dulu sebentar, atau merenung, atau minum kopi dulu kemudian jalan-jalan ke mal. Kemudian ia memikirkan tokoh Giar tersebut sampai berjam-jam. Tetapi semua kegiatan si penulis itu sama sekali tidak ada di dalam novel tersebut, di dalam waktu Giar tersebut, sekalipun itu dilakukan di antara dua peristiwa yang berurutan yang dialami Giar di dalam novel itu.
Jadi Allah tidak pernah diburu-buru oleh waktu karena Allah, tidak seperti kita, tidak hidup di dalam ‘sepotong kecil waktu sekarang’, yang kita sebut dengan momen. Allah tidak terlalu sibuk jika Dia berurusan dengan kita sekarang dan pada waktu yang sama, dengan 6 milyar orang yang lain. Hidup kita dan semua orang lain terus bergerak dari satu momen ke momen berikutnya dalam urutan waktu: waktu dulu, waktu sekarang dan waktu kemudian. Tetapi bagi Allah semua momen itu adalah waktu sekarang.
Tuhan itu mahabesar sehingga segala sesuatu ada di dalam Dia. Karena itu juga segala sesuatu ada dalam kendali-Nya, artinya Tuhan mahakuasa. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Tetapi apakah karena itu Tuhan dapat melakukan apa saja? Ternyata tidak demikian. Ada beberapa hal yang Tuhan tidak bisa lakukan.
Tuhan tidak bisa mengubah diri-Nya sedemikian rupa sehingga ada suatu peristiwa yang berada di luar kendali-Nya. Kalau Tuhan membuat sesuatu itu ada di luar kendali-Nya tentu Dia menjadi tidak mahabesar lagi. Itu tidak mungkin terjadi karena Dia tidak bisa berubah. Ia tetap mahabesar dan mahakuasa.
Tuhan tidak bisa membuat suatu batu yang terlalu besar dan berat sehingga Dia sendiri tidak sanggup mengangkatnya. Tuhan tidak bisa menentang diri-Nya sendiri. Tuhan tidak bisa berbuat sesuatu yang bertentangan dengan sifat dan hakekat-Nya. Tuhan tidak bisa tidak adil, Tuhan tidak bisa berbuat jahat, Tuhan tidak bisa tidak mahabesar dan mahakuasa. Tuhan tidak bisa berubah. Tuhan itu sama : dulu, sekarang dan sampai selama-lamanya.
Sepintas lalu semua (implikasi) ini sulit diterima oleh akal kita yang telah begitu dibiasakan dengan keterbatasan kita sebagai manusia. Kita cenderung memproyeksikan keterbatasan kita sebagai manusia kepada Tuhan. Tetapi dengan pemikiran yang mendalam dan seksama, semua ( implikasi ) yang telah diuraikan di atas terlihat sangat logis dan sesuai dengan akal sehat. Tentunya hal yang kebalikannyalah yang tidak logis.
Tidak logis mengatakan Tuhan mahabesar tetapi Ia tidak mengontrol segala peristiwa dalam alam semesta ini. Hal yang kedua merupakan implikasi logis dari hal yang pertama. Masuk akal untuk mengatakan bahwa Tuhan tidak bisa melepas kendali-Nya yang mutlak atas alam semesta ini, atau Ia berhenti menjadi yang mahabesar. Bisakah Ia berhenti menjadi yang mahabesar? Tuhan tidak bisa berhenti menjadi Diri-Nya sendiri, itu terdengar masuk akal.
Penjelasan di atas sangat ringkas, menyederhanakan dan tidak mendetail. Tentunya masih banyak keterangan dan penjelasan yang bisa ditambahkan. Saya sudah berusaha sekeras semaksimal mungkin untuk menguraikan topik yang sangat sulit bagi saya ini. Tetapi mata banyak orang lain bisa melihat lebih jauh dan lebih jelas lagi. Kepada mereka saya serahkan materi ini untuk diolah lebih lanjut dan dengan cara yang lebih baik. Ini hanyalah suatu kerangka berpikir yang global yang masih harus diuraikan secara rinci lebih lanjut Ω
Dari: “The Answer”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H