Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Kharisma Mengalahkan Etika Sang CaPres

16 April 2014   15:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika adalah prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau kelompok ; Etika merupakan nilai, standard perilaku dan norma moral yang harus dipatuhi dalam kehidupan (Webster).

Dalam konteks pilpres di indonesia maka etika calon presiden terkait erat dengan etika masyarakatnya, karena presiden di Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat. Etika lebih-lebih lagi terkait dengan para guru bangsa, yaitu para cerdik-cendekia, para pemuka agama, filosof, tokoh-tokoh moral, “para pengamat”, dan orang-orang yang dianggap bijak dan yang suaranya didengarkan oleh rakyat banyak. Satu kekuatan lagi lagi yang terpenting adalah pers dan medianya, yang juga merupakan kekuatan besar pembentuk opini masyarakat.

Ketika pemilu presidensial semakin mendekat rupanya tidak banyak dari para elit tersebut yang ingat untuk berbicara tentang etika dan standar moral para capres. Semua tenggelam dalam hiruk-pikuk dan sibuk berbicara megenai politik praktis, “koalisi”, strategi, dukung-mendukung, hujat-menghujat, perang opini, pembentukan opini dan pencitraan. Dimanakah para tokoh moralis bangsa ini? apakah mereka sedang tertidur semuanya? Mereka semua membisu mengenai hal-hal yang prinsip. Terlebih lagi pers dengan dewan persnya yang telah menjadi sangat bias.

Ketika muncul sesosok figur yang dipandang sangat mengagumkan, semua orang terpesona, silau dan tersihir. Semuanya mendukung, dan siapa pun yang dianggap tidak mendukung akan dianggap lawan, dan bisa-bisa dibully atau dihujat. Semua melupakan dan membisu mengenaiini : ETIKA!

Masalah etika adalah masalah perilaku yang bisa diterima atau tidak diterima oleh masyarakat. Ketika seorang capres yang sangat berkharisma melanggar suatu etika, semua guru bangsa terdiam, bahkan banyak yang menjadi suporternya yang riuh rendah suaranya terdengar di media-media.

Ketika Jokowi mengucapkan janjinya untuk tetap menjabat gubernur selama 5 tahun dan tidak akan meninggalkan tanggungjawabnya ; apapun bentuk dan susunan kata-katanya, semua orang termasuk Jokowi mempunyai persepsi yang sama akan roh dan pengertian dari isi komitmen tersebut. Alasan untuk mengingkari janji mudah saja dibuat.

Ketika Jokowi mengingkari janjinya sendiri hanya lawan politiknya saja yang protes dan menggugat. Semua tokoh moralis dan wartawan/media berdiam diri seakan bisu-tuli karena silau terhadap kharisma Jokowi sehingga menganggap remeh pelanggaran komitmen tersebut.

Bahkan ketua Dewan Pers yang sangat terhormat dan yang sudah sangat lanjut usianyapun kelihatan sudah melupakan masalah etika dan apa yang terlontar dari ucapannya tidak mirip sekali dengan baju yang disandangnya. Ketika dalam jabatanya dia seharusnya bersikap objektif, arif-bijaksana dan fair , beliau justru bersuara keras mendukung tokoh tertentu dan menjatuhkan pihak-pihak lainnya dengan serangkaian uacapan yang menurut saya sangat tidak elok bagi tokoh sekelas dia dan ,mengingat jabatan yang sekarang dan yang pernah disandangnya. Mendengar ucapan beliau saya menjadi teringat lontaran-lontaran bicara dari para pengamat politik amatir yang sedang asyik nongkrong di warung-warung seraya menyeruput kopi dan mengisap rokoknya.

Lalu apakah mengingkari janji itu melanggar etika? Apa dasarnya? Dosen etika saya memberikan patokan : “Apa yang kamu sendiri mau orang lain melakukannya padamu, lakukanlah itu pada orang lain.”

Apakah Anda mau orang yang meminjam uang Anda tidak mengembalikannya tepat waktu sesuai dengan kesepakatan? Apakah Anda mau berurusan dan bertransaksi dengan orang yang mudah melanggar komitmennya? Jika Jokowi mengingkari janji dan rakyat tetap memilihnya , bukankah hal tersebut sama saja dengan menyetujui atau mendukung tindakan tersebut?Apakah hal tersebut etis?

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, janji adalah ucapan yang menyatakan kesediaan atau kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Bangsa Indonesia memiliki peribahasa yang bagus sekali dan yang menunjukkan etika yang dianutnya : “Adat diisi, janji dilabuh.” Artinya Adat harus dijalankan, perjanjian harus ditepati.

Pendiri bangsa ini : Bung Karno, mewariskan kata-kata mutiara ini : “ Satunya kata dengan perbuatan.” Artinya sama, yaitu janji harus dilaksanakan dan komitmen harus dipegang.

Tidak ada seorang pun yang merasa nyaman jika utangnya tidak dibayar sesuai dengan kesepakatan, apalagi jika orang tersebut sebenarnya sanggup membayar utangnya. Jika seseorang berutang kepada bank atau orang lain untuk menjalankan suatu usaha, lalu karena usaha tersebut gagal apakah kegagalan tersebut dapat diterima sebagai alasan untuk tidak membayar utangnya, sekalipun dia sebenarnya sanggup membayarnya?

Dua sejoli yang sepakat membentuk suatu keluarga harus diikat dengan suatu janji perkawinan. Ikatan janji diperlukan dalam mengarungi kehidupan di masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Tanpa ikatan janji tersebut maka bahtera rumah tangga tidak akan daapt bertahan karena keadaan selalu berubah. tanpa ikatan janji maka tidak ada kepastian bagi keduanya dan bagi anak-anaknya. Jika salah satu pihak atau keduanya tidak berpegang kepada janji maka terjadi kawin-cerai.

Suatu janji dibuat untuk menjamin kepentingan pihak yang diberi janji dari semua perubahan keadaan yang mungkin terjadi. Karena masa depan tidak diketahui dan keadaan selalu berubah maka suatu janji dibuat dan diberikan kepada pihak lainnya. Janji adalah komitmen untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sekalipun keadaan yang tidak diharapkan, tidak diantisipasi atau tidak diketahui, terjadi. Jika Anda berutang kepada bank, Anda harus membayarnya kembali tepat waktu sesuai dengan perjanjian kredit, tidak peduli apakah Anda sedang sedih atau bahagia, ekonomi sedang makmur atau resesi, usaha Anda berhasil atau tidak. Jika tidak demikian maka tidak ada kepastian bagi kreditur Anda. Tidak ada kepastian adalah beresiko. Tidak ada kepastian berarti tidak ada investasi, tidak ada investasi berarti tidak ada kemakmuran, keamanan dan segala hal yang baik.

Ketika seluruh bangsa, dipimpin para elit, menyetujui suatu pelanggaran etika maka seluruhnya juga melanggar etika. Ketika seluruh bangsa menyetujui pelanggaran komitmen maka seluruh bangsa melanggar komitmen. Ketika seorang calon presiden melanggar janji dan komitmennya dan tetap dipilih maka seluruh bangsa dianggap bangsa yang mudah melanggar komitmen dan tidak menghargai komitmen. Untuk hal seperti ini ada harga yang harus dibayar. Harga itu adalah kepercayaan dan penghargaan dari bangsa-bangsa lain, dan dari diri sendiri. Maka kemudian Indonesia menjadi tempat yang beresiko tinggi untuk berinvestasi dan berbisnis, karena investasi dan bisnis memerlukan berbagai macam perjanjian komitmen sebagai penopangnya. Maka akan demikianlah pendapat orang : Di Indonesia komitmen dihargai rendah, dan pelanggaran komitmen dianggap hal biasa dan remeh dan tidak dianggap sebagai hal yang memalukan.

Ketika Jokowi berjanji untuk tetap menjadi gubernur jakarta selama lima tahun dia tidak tahu akan masa depan. Kemudian keadaan berubah. Dia semakin populer dandidukung oleh hampir semua media, dielu-elukan para aktivis. Para suporternya sangat galak dan fanatik dan pers menyembahnya membabi-buta. Siapa pun yang bersuara tidak mendukung, sekalipun objektif dan beralasan, akan dihujat dan dibully habis-habisan di media-media sosial dan media-media berbasis internet. Jokowi, bagi para elit dan para penjaga moral bangsa menjadi sepertituhan yang disembah ; kata mereka : “Tanpa dia hancurlah bangsa ini ; dia harus menjadi presiden! masa depan dan kejayaan bangsa ini tergantung kepadanya!” Demikianlah semua pers dan tokohnya berteriak histeris sambil menari-nari bagai orang yang tersihir dan kesurupan memuja dan mendukung Jokowi sebagai presiden. Kemudian keadaan menjadi sangat menggoda baginya. Peluang menjadi presiden menjadi sangat terbuka dan sangat besar, desakan dan bujukan datang bertubi-tubi dari berbagai pihak. Berbagai alasan dan justifikasi dibuat untuk memuluskan jalan. Akhirnya keadaan menjadi terlalu sulit dan memabukkan bagi Sang Gubernur yang sedang menjadi kesayangan pers dan masyarakat untuk menepati janji dan komitmennya, berhubung godaan yang sangat besar untuk ditolak. Akhirnya demikianlah, janji dan komitmen dilanggar dan dikesampingkan ; runtuhlah sebuah integritas dan karakter. Apalah artinya kharisma dan semua talenta dan semua rekam jejak yangbagus di masa lalu,namuntanpa integritas dan karakter?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun