Satu pemandangan yang selalu membuat takjub ialah, ketika para istri maupun anak-anak para nelayan sabar menunggu di bibir pantai. Cinta, kesetian dan ekonomi. Begitu kesimpulan yang didapat.
Ketika para suami tiba di bibir pantai, mereka sudah menyambut. Bahkan perahu belum benar-benar sempurna ditarik ke darat. Ikan-ikan yang berhasil terjaring kemudian dipilah-pilah oleh para istri dan pedagang ikan keliling (dibo-dibo). Beberapa untuk dijual dan lebihnya di konsumsi.
Saat siang menjelang, hasil tangkapan yang tidak dijual kemudian di masak. Beruntungnya, kali ini salah satu keluarga nelayan mengajak makan bersama.
 Saya di larang ikut bantu selama proses memasak, khususnya membakar ikan.  Sebab tamu dari jauh harus dijamu dengan cara istimewa.
Siang itu, dibawah pohon ketapang kami menyantap dengan lahap ikan bakar sambal colo-colo yang disajikan dengan papeda dan sagu lempeng. Suasana makan yang begitu nikmat dengan pemandangan pantai dusun nan indah.
Meski suasana ini begitu sahdu, tetapi menurut nelayan, sudah sangat lama kegiatan seperti ini tidak dilakukan. Menangkap ikan, di masak dan makan bersama sepanjang pantai.Â
Sebab selain pergeseran jaman juga ada tantangan yang mengancam di depan mata. Tantangan akan punahnya laut dan potensinya  akibat adanya pertambangan yang beroperasi tak jauh dari Dusun mereka.