Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lorong Cap Legendaris di Ternate

21 November 2023   18:06 Diperbarui: 22 November 2023   16:41 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lorong Cap (Dokumentasi pribadi)

Di gang sempit ini tergantung banyak bingkai foto dan bingkai cermin. Dari Presiden, wakil presiden, lambang negara, tokoh politik hingga yang tidak dikenal. Dari ukuran besar hingga ukuran kecil, terpajang berjejer di dinding tembok tinggi milik salah satu Bank Swasta terbesar di Indonesia. 

Gang ini cukup populer, lebih tenar disebut Lorong Cap. Bukan cap tikus atau cap lainnya tetapi cap stempel. Berada tepat di depan pasar tingkat Gamalama bila dari Barat. Sementara dari timur berada tepat di depan Masjid Alkhairat. Di samping utara Benteng Orange, Benteng VOC.

Posisinya terapit gedung pertokoan. Namun lorong dengan lebar tak lebih dari dua meter ini merupakan tempat usaha beberapa pengrajin cap stempel. Di lapak-lapak tua ini, mereka menerima pelanggan setiap hari. 

Di Ternate semua orang mungkin tahu lorong ini. Di sinilah biasa orang-orang membuat cap untuk berbagai kepentingan. Baik dari pihak pemerintahan, politisi, kontraktor, pedagang, swasta, kampus, organisasi hingga mahasiswa.  

Jika disuruh membuat cap stempel maka semua orang pasti menuju ke sini. Tidak ada tempat lain yang mampu menyaingi ketenaran dan keuletan para pengrajin yang puluhan tahun membuat stempel. Meski tidak melulu soal membuat cap stempel, di sini bisa membuat bingkai foto, papan catur, papan nama, plan jalan, percetakan, dan prasasti, tetapi pangsa pasar terbesarnya ialah cap stempel.

Lorong Cap. (Dokumentasi pribadi)
Lorong Cap. (Dokumentasi pribadi)

Pengerjaan satu buah cap sangat cepat. Bahkan bisa kita tunggu. Menghisap sebatang rokok pun masih kalah cepat. Penggunaan alat produksi mulai menerapkan semi teknologi. 

Mula-mula, desain yang kita ingin buat terlebih dulu di cek dan dibenarkan. Jika desain hanya coret-coretan di atas kertas, para pengrajin akan membantu mendesain menggunakan tools semisal Corel Draw atau Photoshop.

Dua tools yang saya saja kurang fasih itu diutak-atik dengan cepat. Setelah itu, saran sering diberikan. Tukar pendapat agar cap stempel yang hendak dicetak sempurna. Degradasi warna, posisi, ukuran huruf dan gambar logo adalah materi tukar pikiran.

Dan jika sudah dalam bentuk file hasil editan sendiri, mereka tak perlu repot-repot mengedit. 

Setelah itu, desain tersebut di print lalu dicetak menggunakan sebuah alat yang saya pun tak tahu namanya. Sederhananya alat itu digunakan untuk mencetak mal cap yang  ditempelkan pada bidak kayu. Kemudian di tes kegunaannya dan selesai.

Harga cap stempel sendiri berbeda-beda, namun mayoritas ialah Rp50.000 rupiah untuk cap stempel bulat. Sementara untuk cap stempel yang lebih bagus khususnya cap otomatis, dibanderol dengan harga Rp60.000 rupiah. Harga menyesuaikan ukuran masing-masing.

Tantangan terbesar dari bisnis ini ialah tidak setiap hari ada pelanggan. Sebab menurut pengrajin, kadang banyak kadang tidak. Banyak ketika musim proyekan dimulai dan paling parah saat pandemi Covid-19.

Sumber : Kalesang.id
Sumber : Kalesang.id

Kalau musim proyek orderan cap bisa melimpah. Sebab membutuhkan banyak cap untuk dokumen-dokumen.

Namun, saat pandemi melanda pengrajin yang puluhan tahun menggantungkan hidup pada usaha ini harus rela tak mendapat orderan. Jika sebelum pandemi, mereka bisa meraup pendapatan 200 ribu rupiah, di masa pandemi bahkan berbulan-bulan tidak sama sekali.

Harapan mereka di tahun politik ini, pendapatan mereka juga bisa naik. Sebab di musim-musim ini banyak kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan.

Selain itu, tantangan selanjutnya ialah adanya wacana relokasi. Wacana ini masih santer terdengar sampai hari ini. Sebab hanya dilorong inilah yang masih menampakkan wujud kumuh dari desain tata kota.

Relokasi ini ditentang pengrajin yang berjumlah tak lebih dari sepuluh orang ini. Sebab bagi mereka jika direlokasi ke tempat baru, pasti berefek pada pendapatan. Apalagi selama ini, mayoritas masyarakat Maluku Utara sudah tahu tempat legendaris ini. (Sukur dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun