Maka kadang karena tak mau boncos, baik yang memakai perahu atau dipinggir pantai bakal memancing hingga larut malam. Minimal bisa dapat satu ekor untuk dibawa pulang.
Satu yang saya sukai ialah selama proses memancing baik di atas laut maupun di pantai, berbagi cerita. Apapun bisa dibahas, bisa cinta, kehidupan di desa, masa depan kebun-kebun yang payah karena kurang menghasilkan, agama, etika hingga kematian.
*
Batutango, adalah proses memancing yang hanya dilakukan warga sesekali saja. Bila musim juga laut teduh. Sebuah fenomena dari kehidupan sosial di masyarakat desa pesisir.
Meski ada persaingan rebutan perahu, boncos, bahkan sering ada kejadian aneh seperti diganggu hantu laut, karam, dan terbalik karena menghantam karang dangkal, tetapi selalu ada nilai dan cerita.
Di akhir trip memancing, biasanya ikan-ikan yang diperoleh bakal dibagi satu dua ekor ke tetangga. Sementara pemilik perahu wajib diberikan. Baik yang mendapatkan izin sampai yang tidak memberikan izin memakai perahu mereka.
Bisa saja mengambil keputusan untuk tidak membagi hasil tangkap, tetapi secara etika sosial kondisi ini sangat tidak beradab terutama di desa saya, Mateketen.
Kadang di saat pulang memancing, ikan-ikan hasil tangkapan langsung diolah beberapa ekor lalu memanggil beberapa warga lain khususnya tetangga atau teman untuk makan bersama sembari berbagi cerita saat di laut.
Praktik sosial inilah yang bagi saya selalu unik. Dan saya selalu menantikan musim tutango hadir. Sebab akan ada banyak kejadian dan kelucuan yang tercipta. Juga nilai-nilai yang terus dirawat. (Sukur dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H