Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Edukasi Tidak BABS Sembarangan

13 November 2023   09:57 Diperbarui: 14 November 2023   10:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, diskusi alot sebagai bagian dari verifikasi absolut terjadi dengan adik saya, Suryadi Habib. Ia memposting penghargaan yang diraih puskesmas tempatnya bekerja yang memperoleh penghargaan Berbasis Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta penghargaan kepada satu kecamatan atas keberhasilan masyarakat Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF)

Katanya, di kecamatan kami, Pulau Makian Barat, menjadi satu-satunya kecamatan yang memperoleh penghargaan tersebut. Di samping 31 kepala desa yang tersebar di Kabupaten Halmahera Selatan.

Saya protes dengan tujuan mengvalidasi kebenaran tersebut. Sebab, perkara satu ini butuh kebenaran. Apakah yang target itu benar-benar tercapai? Ataukah hanya hoaks dan manipulasi demi tercapainya calaian program.

Lemparan pertanyaan demi pertanyaan dijawabnya dengan data-data. Suryadi tak mau kalah soal ini. Apalagi ini perkara integritas dirinya sebagai petugasnya Kesehatan Lingkungan Masyarakat (Kesling). Berdua bersama temannya, setiap hari berjiabku ke delapan desa. Baik lewat darat maupun laut.

Data capaian rumah yang sudah mempunyai jamban sehat ia kirim. Data yang sangat detail. Saya masih terus memancing, dan ia terus membeberkan kelanjutan program tersebut. Dengan berani ia mengatakan akan membuat desa saya sebagai desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). 

"Lima pilar harus tercapai dari tahun kemarin. Dan terus dipertahankan hingga tahun ini. Sekarang satu pilar sudah yakni BABS. Empat lainnya bakal kami genjot sekuat tenaga" begitu percaya dirinya.

"Ah saya tidak percaya, hoaks. Awas saja saya pulang kampung terus jalan-jalan ke pantai dan menemukan fakta masih ada yang kotoran manusia di pantai. Saya gugat kalian," ledekku yang membuatnya semakin berapi-api membuktikan.

Tetapi hasil dari diskusi ini sebenarnya memberikan angin segar bagi tercapainya kesehatan masyarakat di desa. Betapa tidak, jika ditarik jauh ke belakang, fenomena BABS merupakan perkara pelik yang tak ada habisnya.

Di periode 1991-2000-an, di desa benar-benar tidak ada jamban. Lekat dalam ingatan saya, penduduk desa bahkan saya sendiri melepaskan perkara kotoran ini di alam bebas. Pantai.

Juga di bawah-batang pohon dekat pantai. Atau di manapun semak belukar rimbun berada. Tetapi secara total, pantai adalah jamban umum di setiap desa.

Maka bisa dibayangkan bagaimana jadinya pantai yang saat itu masih menjadi jalan utama ke desa-desa tetangga dilalui. Bertebaran feses itu di mana-mana. 

Periode 2001 ke atas, atau setelah konflik SARA. Sedikit demi sedikit jamban mulai menjadi perhatian pemerintah. Satu dua rumah mulai membangun jamban, juga satu dua bangunan proyek pemerintah masuk ke desa. Meski harus diakui antara jumlah penduduk dan jamban tidak seimbang.

Lalu apakah adanya jamban tersebut warga berubah perilakunya? Tidak sama sekali. Jamban hanya bangunan, dan pantai adalah sesungguhnya jamban.

Periode itu terus berlanjut hingga hadir Puskesmas sebagai tongkak kesehatan masyarakat. Kehadiran puskesmas Mateketen Makian Barat, selain sebagai pusat kesehatan juga mempunyai andil dalam melakukan perubahan pola pikir masyarakat khususnya BABS.

Meski harus dilakukan step by step. Tahun demi tahun. Puskesmas yang berstatus Madya dan tahun depan bakal naik status Paripurna ini terus melakukan sosialisasi, edukasi hingga pemantauan langsung ke desa dan rumah tangga penduduk.

Buah dari upaya para tenaga kesehatan maupun program pemerintah, serta tekanan kuat dari kebijakan pemerintah desa pada akhirnya memberikan dampak positif. Pola pikir masyarakat berubah dan meninggalkan kebiasaan BABS di ruang terbuka selama dua tahun belakangan.

Apresiasi patut diberikan kepada mereka meski sebagian besar status pegawainya hanya kontrak. Juga kepada pemerintah desa yang terus mendorong realisasi tercapainya program-program kesehatan.

Buang Air Besar Sembarangan memang menjadi perkara yang tidak mudah diselesaikan. Bahkan di Indonesia sendiri, BABS terbilang cukup tinggi.

Berdasarkan data BPS Tahun 2020-2022, rumah tangga yang masih mempraktekan BABS mencapai 5,68 persen. Dari data tersebut, sebaran rumah tangga yang masih BABS sembarangan terjadi di kawasan pedesaan (10 persen). 

Sementara secara total jumlah rumah tangga yang memiliki sanitasi layak 80.92 persen. Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan hitungan kassr ada sekitar 3,838 yang BABS sembarangan.

Sementara dari sumber Databoks, selama tahun 2011-2021 terjadi penurunan angka rumah tangga yang BABS sembarangan meski demikian masih ada 5 persen BABS sembarangan.

Askes sanitasi merupakan pokok penting selain dari edukasi agar tercapainya tujuan program kesehatan masyarakat. Berdasarkan WHO, hampir 400.00 orang di dunia mengalami kematian akibat akses satintasi yang tidak aman.

Sanitasi layak memang menjadi prioritas pembangunan misalnya program Sanimas dengan teknik sanitasi Spald-S yang tiap tahun dilakukan dengan partisipasi masyarakat. 

Program padat karya ini memiliki unsur pemberdayaan dari proses sosialisasi, pembuatan hingga edukasi. Salah satunya edukasi penggunaan botol bekas sebagai media filter.

Maka pentingnya sanitasi yang layak dan aman didukung sosialisasi serta edukasi dapat harus terus diupayakan sehingga dapat menghindarkan masyarakat dari penyakit-penyakit seperti diare, tifoid, disentri, dan lainnya. (Sukud dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun