Dari Bang Edoy, saya mengambil banyak pelajaran salah satunya tentang pengambilan keputusan.Â
Dulu di Tahun 2000, Bang Edoy bercerita, perkenalannya dengan seorang teman semasa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memberikan sebuah peluang akan masa depannya. Ia yang hanya lulusan SMP tentu langsung menerima.
"Di ajak kerja di Kapal Pesiar" begitu ia memulai.
Bang Edoy, menjadi yang pertama di tawari. Kemudian ia mengajak lagi empat orang teman di desanya. Meski ia sempat ragu mengenai berkas-berkas yang harus disiapkan, tetapi si pengajak terus meyakinkan bahwa urusan berkas dapat ditangani dengan mudah.
Jadilah ia mengurus berkas tanpa hambatan. Juga beberapa kawannya. Berkas di terima dan mereka siap berangkat dua minggu lagi.
Bang Edoy sudah membayangkan, bisa jalan-jalan keluar negeri. Bekerja di kapal pesiar dan menabung untuk membangun bisnis.
"Waktu itu kapalnya hanya lima tingkat. Tujuan saya satu, kerja lima tahun. Ngumpulin duit, terus bikin bisnis di kampung kalau sudah berhenti kerja di kapal pesiar" ceritanya.
Namun, mimpi itu harus dikubur dalam-dalam. Izin tak diperoleh. Terutama dari sang Nenek. Sekeras apapun ia membujuk, tidak jua berhasil meluluhkan hati neneknya.
Terbesit hati ingin mengabaikan larangan sang nenek, tapi urung dilakukan. Ia tak ingin kualat. Bisa jadi bakal ada hambatan-hambatan saat bekerja nanti.
Berangkatlah empat orang temannya. Menaiki kapal yang berlabuh di Tanjung Priok. Dan Bang Edoy, tetap tinggal.Â
"Wah sekarang mereka sudah punya usaha sendiri. Itu modal dari bekerja di kapal pesiar. Andai waktu itu dapat izin, gak dagang kek sekarang," sesalnya.