Matahari belum merekah sempurna. Sisa kegelapan malam masih menggantung di aksara, bersanding fajar yang berlahan menyapa. Namun aktivitas di Pelabuhan Semut; Pelabuhan penyebrangan speedboat, di Mangga Dua telah ramai dipadati penumpang.Â
Deru mesin speedboat bersahut-sahutan. Dipanaskan dan menunggu antrian mengangkut penumpang.  Tiba gilirannya, penumpang dipersilahkan naik naik setelah mendaftarkan diri dan di data di loket petugas.
Senin pagi adalah hari paling sibuk di Pelabuhan Semut. Penumpang yang notabene Pegawai Negeri Sipil (PNS) Provinsi, berbondong-bondong menuju Sofifi. Ibu Kota Provinsi Maluku Utara. Â
Di saat seperti ini, aktivitas speedboat seakan tak berhenti memecah gelombang selama kurang lebih 90 menit.Â
Membawa pegawai-pegawai yang hendak berkantor. Di mana mereka menghadiri upacara bendera. Senin ibarat absensi. Ribuan pegawai seperti punya kewajiban untuk hadir. Meski hari-hari berikutnya, penurunan aktivitas ke Sofifi turun signifikan.
Tingginya pergerakan di Pelabuhan Semut memberikan berkah bagi pengusaha speedboat, pedagang hingga pengecer. Semakin banyak yang ke Sofifi, Â semakin banyak penghasilan yang diperoleh.
Begitu juga Abdu, nama pendek yang sering saya gunakan memanggilnya ketika berkuliah. Â Pria berumur 37 Tahun.Â
Setiap pagi, ia dengan sepeda motor matic bututnya memasuki kawasan  pelabuhan. Membawa serta jerigen berukuran lima puluh liter. Jerigen berisi minyak tanah daganganya. Jerigen itu kemudian ia serahkan atau jual ke pemilik speedboat yang sedang membutuhkan minyak untuk beroperasi.Â
Sulitnya ABK memperoleh minyak tanah membuat mereka membeli dari pedagang pengecer seperti Abdu. Ada banyak pedagang pengecer minyak tanah di pelabuhan ini. Abdu salah satu dari mereka.Â
Setelah lulus kuliah 2012 silam, Abdu memilih menjadi pedagang pengecer. Ia beberapa kali mengikuti seleksi CPNS namun takdir belum memihak. Dan untuk menyambung hidup, apalagi setelah menikah, ia memutuskan berdagang minyak.
Rumahnya yang tak jauh dari Pelabuhan Semut membuatnya menetapkan pengusaha speedboat sebagai market pasarnya. Apalagi minyak merupakan bahan bakar penting dalam mengoperasikan speedboat.
Sebagai pedagang pengecer, tentu ia membutuhkan minyak. Maka berkat relasi dengan beberapa agen minyak di beberapa kelurahan terdekat, Abdu mendapatkan minyak tanah untuk dijual kembali.
Meski begitu, tak secara langsung memperoleh minyak tanah. Ia harus menunggu dulu terutama bagi agen yang menyalurkan minyak tanah subsidi pada setiap kelurahan.
Di Maluku Utara khususnya di Kota Ternate, setiap sebulan atau dua bukan sekali, pemerintah menyalurkan minyak tanah subsidi ke warga di tiap kelurahan.Â
Minyak tanah ini disalurkan melalui agen atau pangkalan minyak yang ditunjuk dan bekerjasama dalam melakukan penjualan serta distribusi sesuai harga yang ditetapkan.
Sehingga sangat lumrah menemukan antrian panjang warga di pangkalan untuk membeli minyak tanah Subsidi.Â
Kenapa minyak tanah bukan gas? Mayoritas warga Maluku Utara masih menggunakan kompor minyak dan sangat sedikit menggunakan kompor gas. Maka minyak tanah merupakan barang penting untuk mengebulkan asap dapur setiap rumah.
Dari sisa hasil penjualan ke warga yang sudah terdaftar, barulah sisa minyak oleh para pemilik pangkalan melakukan penjualan ke pedagang pengecer. Biasanya mereka sudah saling kenal.
Tentu dengan harga jual yang lebih tinggi. Misalnya harga bbm subsidi yang dijual ke warga 4.500 rupiah maka penjualan ke pengecer bisa mencapai 5.500-6. 000 rupiah. Kadang juga kata Abdu, ada agen yang bisa menaikan harga lebih dari itu jika minyak sedang susah.
Dari harga itu, ia sering membeli 100 liter. Yang kemudian ditawarkan ke pemilik speedboat dengan keuntungan 2.000-3.500.
Jika ditilik, keuntungan ini terbilang sedikit. Apalagi tidak setiap hari memperoleh minyak tanah. Yang kemudian berimpilkasi pada penjualan yang tidak dilakukan setiap hari.Â
Ada minyak tanah baru di jual. Jika tak ada maka harus mencari terlebih dahulu. Namun bagi Abdu, berapapun penghasilannya, ia mensyukuri. Sebab jalan rejeki pasti selalu ada.
Tantangan terbesar dalam usaha ini selain kelangkaan minyak ialah penertiban oleh petugas. Bagi pedagang pengecer, berjualan di area speedboat adalah illegal. Apalagi jika operasi penertiban pangkalan minyak "nakal" di gelar. Otomatis mereka juga tak berani beraktivitas.
*
Rata-rata speedboat di Maluku Utara menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar utama. Sehingga jika terjadj kelangkaan maka intensitas pelayaran menjadi terhambat. Sudah beberapa kali kejadian menumpuknya penumpang terjadi lantaran kelangkaan minyak.
Abk kesulitan mendapatkan minyak tanah baik dari agen maupun dari pengecer. Jika didiperoleh, biasanya hanya beberapa liter jerigen yang cukup dipakai sekali jalan.Â
Beberapa kali pula aksi demosntrasi dilakukan karena kasus ini. Namun kabar baik tak juga diperoleh. Misalnya tuntutan adanya Stasiun Bahan bakar di pelabuhan.
Sebab, tidak adanya stasiun bahan bakar di pelabuhan menjadi masalah tersendiri bagi pengusaha speedboat. Sehingga untuk menjaga kelancaran operasi, mereka rata-rata bekerjasama dengan pedagangang pengecer.
Terlepas dari itu, simbiosis mutulisme antara pengusaha speedboat dan pengecer minyak di pelabuhan yang membuat bisnis jasa transportasi ini tetap berjalan.Â
Dari pengecer mereka bisa mengoperasikan speedboat. Meski upaya pemerintah juga mengalami kendala utamanya mendorong agar menggunakan bahan bakar lain selain minyak. Namun tentu, bagi pengusaha harga minyak menjadi ukuran kenapa memilih minyak tanah. (Sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H