Dari harga itu, ia sering membeli 100 liter. Yang kemudian ditawarkan ke pemilik speedboat dengan keuntungan 2.000-3.500.
Jika ditilik, keuntungan ini terbilang sedikit. Apalagi tidak setiap hari memperoleh minyak tanah. Yang kemudian berimpilkasi pada penjualan yang tidak dilakukan setiap hari.Â
Ada minyak tanah baru di jual. Jika tak ada maka harus mencari terlebih dahulu. Namun bagi Abdu, berapapun penghasilannya, ia mensyukuri. Sebab jalan rejeki pasti selalu ada.
Tantangan terbesar dalam usaha ini selain kelangkaan minyak ialah penertiban oleh petugas. Bagi pedagang pengecer, berjualan di area speedboat adalah illegal. Apalagi jika operasi penertiban pangkalan minyak "nakal" di gelar. Otomatis mereka juga tak berani beraktivitas.
*
Rata-rata speedboat di Maluku Utara menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar utama. Sehingga jika terjadj kelangkaan maka intensitas pelayaran menjadi terhambat. Sudah beberapa kali kejadian menumpuknya penumpang terjadi lantaran kelangkaan minyak.
Abk kesulitan mendapatkan minyak tanah baik dari agen maupun dari pengecer. Jika didiperoleh, biasanya hanya beberapa liter jerigen yang cukup dipakai sekali jalan.Â
Beberapa kali pula aksi demosntrasi dilakukan karena kasus ini. Namun kabar baik tak juga diperoleh. Misalnya tuntutan adanya Stasiun Bahan bakar di pelabuhan.
Sebab, tidak adanya stasiun bahan bakar di pelabuhan menjadi masalah tersendiri bagi pengusaha speedboat. Sehingga untuk menjaga kelancaran operasi, mereka rata-rata bekerjasama dengan pedagangang pengecer.
Terlepas dari itu, simbiosis mutulisme antara pengusaha speedboat dan pengecer minyak di pelabuhan yang membuat bisnis jasa transportasi ini tetap berjalan.Â