Asap mengebul mengepung dari berbagai sisi. Kayu-kayu hasil belahan terbakar pada tungku-tungu. Nasi, sayur, ikan di masak. Area rumah hajatan biasanya menjadi tempat tungku dibangun. Di segala sisi.Â
Setiap Tungku tersebut ditangani lebih dari 5 orang. Menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing.Â
Area dapur menjadi sangat sibuk. Selain memasak, segala aktivitas dilakukan. Mencuci piring, membuat sambal, membuat santan dll.
Semua itu dikerjakan penuh keharmonisan. Ada cerita, kisah dan canda tawa yang menyertai.
Sementara yang lain memasak, di ruang tengah tempat di mana makan siang atau  tempat makanan bakal disajikan juga nampak kesibukan.Â
Para wanita, biasanya para remaja menyusun piring, menyediakan gobokan, gelas dan air minum sesuai dengan kursi yang tersedia. Kadang juga dibantu oleh para pria.
Para remaja inipula yang kemudian bolak balik ke dapur mengambil makanan-makanan yang akan dihidangkan. Â Meja panjang harus terisi dan siap sebelum makan siang dimulai
Setelah semua persiapan di rasa cukup, tuan rumah bakal memanggil semua warga desa untuk makan siang. (Kondisi ini berbeda jika hari puncak hajatan).
Bagian ruang tamu biasa di isi oleh para orang tua pria. Mulai dari orang penting di desa (Imam Masjid dan Marbot, Perangkat desa, dan para sesepu). Sementara di luar atau di teras rumah berisi para remaja, dan rumah tangga muda (tak berbeda umur).
setelah itu, santap-menyantap dilakukan. Yang tentu dalam proses ini juga harus ada yang mengawal yakni para pelayan. Mereka ialah para pria yang bertugas mengisi air, menambah lauk atau apapun yang di minta oleh warga yang sedang makan.
Setelah selesai, meja dibersihkan. Kemudian dilanjutkan dengan proses yang sama untuk menjamu para ibu-ibu. Atau para perempuan dengan pola yang sama.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya