Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jembatan Harapan

6 September 2023   14:14 Diperbarui: 8 September 2023   04:07 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IJembatan Harapan (ilustrasi : Kompas.com)

Bergejolaklah pandangan di grup WhatsAap yang berisi pemuda-pemudi di desa saya kala salah satu anggota group membagikan sebuah video.

Video tersebut menunjukan, beberapa siswi SMA Negeri 11 Kecamatan Makian Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, menyebrangi sebuah jurang (kali mati) kecil tanpa jembatan.

Mereka harus berjalan pelan karena kondisi jalan yang tidak bagus. Serta harus menaiki tangga dari bambu yang sengaja diletakan di tempat tersebut. 

Murid yang memvideokan tak lupa mendeskripsikan perjuangan yang mereka lalui. 

"Ini jalan kami, jalan pintas. Jika mau cepat ke sekolah," tuturnya.

Satu yang menyita perhatian ketika ia meneriakan kata "merdeka". Bagi saya, kata-kata tersebut bak sebuah anomali. Kemerdekaan apa yang dimaksud.

Video tersebut tersebut mengundang pro dan kontra. Argumen pendapat berjibun kata di group.

Beberapa alumni sekolah tersebut yang sudah melenggang ke Perguruan Tinggi tak segan-segan menyerang dengan kata "Lemah" dan membeberkan keheroikan mereka dulu yang sering melewati jalan tersebut tanpa mengeluh.

Meski saya tahu, mereka tidak menyadari tak ada sedikit pun kondisi perubahan yang terjadi. 

Lainnya memilih netral, sementara lainnya mempertanyakan nasib akan perubahan yang tak kunjung dilakukan pemerintah. Beberapa lainnya bernostalgia, sejak sekolah tersebut berdiri, jalan itu sudah dilalui. Bahkan tak hanya murid, melainkan para guru. 

"Dulu masih bagus, tapi sekarang sudah rusak parah ya,"

Sebenarnya video ini tidak semerta-merta menggambarkan akan adanya kesulitan siswa menuju sekolah. Ada jalan yang lebih bagus, melewati aspal kasar hasil proyek mangkrak sejak 2006.

Namun jalan tersebut membuat siswa atau para guru menghabiskan waktu lebih banyak. Mereka harus mengeluarkan sedikit tenaga menaiki tanjakan menuju jalan aspal, kemudian berjalan sebentar, lalu masuk lagi ke lokasi sekolah.

Sementara yang menyenangkan ialah ketika siswa punya sepeda motor. Itupun harus berjibaku dengan rerumputan dan jalan kebun memasuki lingkungan sekolah jika sudah keluar dari jalan aspal. 

Makna di Balik Video Tersebut

Bagi saya apa yang disajikan dalam video tersebut adalah sebuah kepingan tentang pembangunan infrastruktur yang belum sepenuhnya mencapai pelosok. Apalagi di daerah saya yang kepulauan.

Terlepas dari pro dan kotra, saya melihatnya sebagai sebuah fenomena yang tak pernah berubah. Terlepas dari pilihan siswa mau mengikuti jalan mana. Tetapi setidaknya kemulusan infrastruktur dapat memberikan kemudahan bagi siswa yang notabene berjalan kaki dari kampung-kampung ke sekolah. 

Selama ini progres infrastruktur semisal jalan, jembatan penghubung, masih menjadi kendala di Timur. Utamanya pelosok-pelosok desa.

Janji pembaharuan selalu menjadi ciri kepemimpinan demi kepemimpinan. Namun implementasi janji tak kunjung terlaksana.

Banyak daerah di timur, khususnya Maluku Utara yang katanya pertumbuhan ekonominya tertinggi di dunia itu, mengalami kendala seperti ini. Ketimpangan pembangunan sebagai sebuah fenomena klasik masih terus menghantui.

Video tersebut hanya satu dari sekian banyak kendala infrastruktur yang dihadapi siswa. Di beberapa kabupaten, kadang mereka tak bisa bersekolah jika sungai atau kali hidup yang dilalui memiliki volume air tinggi. Juga kadang harus berjibaku jalan kaki melwati berbagai jalan becek, dan beberapa peristiwa lain.

Saya sering bertanya, konsep pendidikan semakin hari semakin maju bahkan sudah beradaptasi dengan teknologi. Tetapi kenapa perangkat infrastruktur tak bisa mengimbangi kemajuan tersebut.

Memang agak riskan jika mengaitkan keduanya dalam satu ranah kebijakan, tetapi kondisi ini adalah bagian dari topang-menopang yang berkaitan erat.

Maka sudah tentu kondisi ini harus menjadi perhatian bersama terutama sinergitas antarkementerian/lembaga, pemerintah daerah dan pusat dalam merumuskan kebijakan-kebijakan tepat sasaran.

(Sukur dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun