Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Umbar Janji Pembangunan

19 Juli 2023   12:49 Diperbarui: 19 Juli 2023   13:20 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas kesehatan yang hendak menyebrang (Suryadi Habib)

Jembatan dari bambu hasil kerja keras dua warga desa itu tersapu dalam semalam. Kekokohan struktur jembatan rupanya tak mampu menahan laju tekanan air. Pada akhirnya hilang tanpa tersisa. Bisa apa jembatan bambu menahan derasnya air? 

Warga yang hendak menuju ke utara maupun selatan mau tak mau menerima kenyataan. Menggulung kaki celana, basah-basahan hingga digendong  ke seberang. 

Aktivitas menjadi terhambat. Apalagi ini jalan satu-satunya yang menghubungkan desa ke desa. Tidak ada jalan hotmix atau aspal yang mengitari pulau berjuluk Pulau Kenari ini. 

Proyek asal-asalan 2006 sampai sekarang tak kunjung tuntas. Warga dalam aktivitasnya selalu menggunakan jalan hasil bikininan warga. Juga naik turun kali atau barangka.

Pulau Makian atau pulau kenari merupakan salah satu pulau yang memiliki banyak kali mati. Kali-kali yang tercipta akibat letusan Gunung Merapi tahun 1988 silam. Di desa saya saja, Mateketen dalam kampung yang tak lebih dari 2 KM, terdapat 3 kali mati.

Satu dua warga punya andil menyebrangkan orang-orang ke seberang. Tapi mau sampai kapan kondisi ini terus dihadapi?

Dari foto yang berseliwiran di medsos dan group WA, warga yang hendak ke desa tetangga utamanya tenaga pendidik, pelajar hingga tenaga kesehatan kadang harus rela sedikit basah.

Jika tidak memungkinkan, perahu bermesin tempel harus dikerahkan agar mengantar mereka ke tujuan. Namun jika laut bergejolak maka otomatis aktivitas kadang tak berjalan sama sekali.

Foto yang paling menarik ialah ketika siswa desa sebelah harus digendong menyebrang agar mereka bisa bersekolah. 

Di sini, sekolah terkonsentrasi di Kecamatan atau di desa saya. Utamanya sekolah menengah atas. sehingga siswa di beberapa desa bakal berjalan kaki untuk ke sekolah. 

Dan perkara terputusnya jalan penghubung bukan kali ini saja terjadi. Sudah berulang kali kondisi pembangunan ini dihadapi masyarakat. Dan selama itu pula, tidak ada perbaikan signifikan dari pemeritah daerah. 

Inisiasi kadang lahir dari desa salah satunya alokasi dana desa. Namun volume pembangunan bakal bisa menghabiskan setahun anggaran dana desa jika benar-benar dialokasikan. 

Kali atau sungai mati yang lebar dan ketidakpahaman struktur pembangunan jembatan bakal merugikan kemudian kelak. 

Sudah banyak upaya pembangunan dari alokasi dana desa. Dan setiap kali selesai di bangun, pada ujungnya kerugian karena bencana alam seperti luapan air menyebabkan jembatan tersebut hancur dan berakhir denga puing-puing yang berserakan di laut.

Gagalnya Janji Pembangunan

Petugas kesehatan yang hendak menyebrang (Suryadi Habib)
Petugas kesehatan yang hendak menyebrang (Suryadi Habib)

Sejak lama, warga utamanya di kecamatan Makian Barat mengeluhkan kondisi pembangunan. Dan sejak lama, hanya janji yang menenangkan hati. Realisasinya tak kunjung berwujud.

Pembangunan jalan dan jembatan selalu menjadi komoditas laris manis dalam kontestasi politik bagi seisi Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan.

Umbar janji pada setiap konstestasi selalu digaungkan. Baik legislatif bahkan kepala daerah. Warga tentu menanti realisasi atas janji-janji tersebut. Meski pada akhirnya kekecewaan adalah makanan yang paling bikin kenyang.

 Permintaan-permintaan dan upaya usulan juga terus didorong oleh warga lewat pemerintah desa. Namun bahasa yanh paling populer ialah "akan dianggarkan tahun depan". Begitu seterusnya hingga pergantian kepemimpinan selama 20 tahun belakangan. 

Tulisan ini tidak mengandung unsur kemarahan, kekecewaan maupun juga tidak mendikte kebenaran. Saya paham betul proses pembangunan suatu wilayah. Tetapi jika sudah 20 tahun tak juga kunjung dilakukan, tentu ada ketidakpercayaan atas rencana pembangunan.

Kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah maupun politisi semakin hari semakin menurun akibat kegagalan pembangunan yang dijanjikan. 

Di desa utamanya di Pulau Makian,  suara sumbang dan kritik terhadap sosok-sosok pemimpin daerah sudah kencang disuarahkan. Bahkan akibat satu ini telah membawa dampak pada sikap yang menjurus pada penolakan-penolakan konstestasi politik mendatang.

Warga sepakat menolak siapapun yang datang dengan janji takaruang (sembarangan) atas narasi pembangunan. Itu mulai berkembang saat ini. Sikap yang sangat berbahaya sebab dapat mencederai kekuatan demokrasi.

Secara pribadi, apa yang dialami warga di kepulauan maupun di desa-desa lain di Maluku Utara perlu mendapat perhatian. Politik sebagai jalan lahirnya kebijakan pembangunan yang merata sudah harus ditempatkan dengan kokoh. 

Upaya pembangunan atas dasar suara warga atau rakyat suatu teritori administrasi patut dikedepankan. Ini bukan perihal mengambil hati rakyat untuk kelangsungan kepemimpinan melainkan sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan guna mewujudkan kesamarataan pembangunan.

Foto-foto diatas sepatutnya sudah dapat menjadi alasan kenapa pembangunan atas keinginan warga harus dilakukan sebab berkaitan dengan Realitas yang sesungguhnya dialami warga. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun