Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Secangkir Kopi Hitam di Palembang

4 Juli 2023   22:27 Diperbarui: 4 Juli 2023   22:48 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari atas kapal (dokpri)

Bagi saya, perjalanan mampu membuka wawasan primordial dalam diri. Belajar tentang budaya, adat, masyarakat, dan nilai-nilai di setiap daerah. Dan tidak terkurung pada wawasan kedaerahan sendiri.

Itulah kenapa setiap kali diajak ke berbagai daerah, saya menyetujui tanpa pikir panjang. Sebab, menapakan kaki ke setiap daerah di Indonesia merupakan wujud dari cita-cita pribadi saya.

*

Pelabuhan Merak (dokpri)
Pelabuhan Merak (dokpri)

Pukul delapan pagi, Jakarta, mobil yang saya tumpangi bersama dua teman melaju membawa tiga penumpang. Tujuannya Pelabuhan Merak Banten.  Harapannya siang sudah bisa menyebrang.

Namun berbagai agenda tambahan pada alhirnya membuat perjalanan molor. Kami harus mampir sebentar ke Universitas Indonesia mengurus beberapa dokumen milik teman kemudian menemui seorang kawan lagi di Bandara Soekarno Hatta. Baru pada pukul dua, kami bergerak ke pelabuhan merak.

Saya sejak awal sudah mengestimasi perjalanan. Melihat estimasi Google Maps misalnya. Jarak tempuh dari Jakarta hingga ke Palembang tertera 8 jam. Namun setiap perjalanan tak selalu mulus. 

Kami lalai lantaran setiba di Pelabuhan Merak barulah kami sadari tiket belum tergenggam. Apes sungguh.

 Seorang kawan dengan cepat membuka aplikasi pembelian tiket online namun tiket tertera hanya ada pada jam 9 dan 10 malam. Tentu hal ini menyebabkan perdebatan. Kami ingin cepat sampai dan tak perlu menunggu terlalu lama.

Pemandangan dari atas kapal (dokpri)
Pemandangan dari atas kapal (dokpri)

Alhasil sedikit perdebatan dimulai sebelum seorang petugas mengetuk pintu jendela mobil. Menanyakan perihal kendala kami dan menawarkan solusi agar membeli tiket di agen resmi dan tidak membeli dicalo.

Pikir kami dengan membeli tiket cepat maka kami dapat bergerak cepat. Jadilah kami mengikuti instruksinya. 

Tiket tergenggam namun justru keberangkatan tetap molor. Rupanya tak ada jam pasti keberangkatan. Meski di aplikasi tertera setiap jadwal. Kami tidak mempermasalahkan dan menikmati dua jam menunggu antrian tersebut dengan menjajal segala fasilitas di Pelabuhan Merak.

Saya cukup antusias melihat pelabuhan penyebrangan kapal Ferry ini. Fasilitas seperti Mall dan beberapa lainnya sungguh mewah. Berbanding terbalik dengan yang ada di timur. Tidak ada fasilitas seperti ini.

Dua jam berlalu kapal mulai mengangkut satu persatu kendaraan. Menurut penuturan petugas, dalam satu kapal bisa mengangkut 50 kendaraan. Luar biasa menuruku. Kapal di sini besar-besar. 

Di kapal Ferry saya tetap terkesima. Awalnya saya pikir kapal ferry ini seperti di Timur atau di Maluku Utara Khususnya. Ternyata berbeda. Ruang pengangkutan kendaraan saja dua lantai.

Belum lagi fasilitasnya. Banyak ruanh Istrirahat. Dari kursi yang nyaman, ruang-ruang bersofa unik, ruang rebahan hingga berbagai fasilitas lain. 

Selama perjalanan itu, saya lebih banyak berkeliling dan membayangkan satu saja kapal begini di Maluku Utara bisa buat efektivitas dan mobilitas sekali jalan tercukupi. Keren dan menarik. Meski harus diakui, fasilitas pelabuhan tak seperti Pelabuhan Merak atau Pelabuhan Bakauni lampung.

Perjalanan darat ke Palembang kami lakukan di jam dua malam. Setelah memilih rehat sebentar di Lampung. 

Disinilah saya kemudian menjajal Tol Trans Sumatera. Jika sebelumnya hanya mendengar upaya pemerintah melakukan konektivitas akses dalam rangka efisiensi dengan membangun jalan tol maka kali merasakan sendiri.

Dari Pelabuhan Bakauni menuju kota Lampung kemudian dari lampung menuju Palembang memberikan saya beberapa gambaran.

 Sepanjang jalan saya memerhatikan ramai kendaraan utamanya menuju Kota Lampung ramai dan padat. Tol dengan ruas buat dua kendaraan ini memberikan kesan efisiensi dari pergerakan utamanya barang dan jasa. Meski ada jalur Trans Sumatera namun beberapa kendaraan angkutan barang masih terlihat. 

Memang tidak seramai intensitas pergerakan di Tol-tol Jawa. Tapi ada harapan akan pertumbuhan yang tertanam dalam pandangan. 

Efektivitas dan efisiensi mampu menciptakan peluang-peluang pertumbuhan ekonomi suatu daerah atas pergerakan arus barang dan jasa. 

Kesunyian jalan tol trans sumater (dokpri)
Kesunyian jalan tol trans sumater (dokpri)

Namun harus diakui mesti sedikit hati-hati mengemudi di Tol yang tak terlalu lebar ini. Salip menyalip tanpa aba-aba ditemukan sepanjang jalan. Masih harus ada sedikit edukasi. 

Sementara perjalanan Lampung ke Palembang  cukup berbeda. Intensitas volume kendaraan tak seramai di Lampung. Sepi, sunyi.

Tol ini masih butuh perbaikan-perbaikan. Misalnya perbaikan jalan-jalan berlubang, yang ditemukan sepanjang jalan. Fasilitas seperti rest area dan penerangan. 

Tetapi dibalik kekurangan itu, adanya jalan tol ini patut diapresiasi kedepan bisa membantu pergerakan ekonomi.

Secangkir Kopi di Palembang

Dokpri
Dokpri

Pukul lima dini hari kami memasuki Hotel dibilangan Jalan Basuki Rahmat. Beristirahat dan kemudian lanjut menjajal Kota Unik ini pada Pukul 11 siang.

Dan, Pempek Palembang yang terkenal menjadi menu makan siang. Kami diarahkan ke salah satu gerai yang katanya sudah melegenda. Pempek Vico, berdiri sejak 1980 silam. 

Gerai yang dikunjungi berada tepat di seberang Palembang Indah Mall. Saat masuk, saya sudah melihat banyak sekali konsumen. 

Jujur saya baru pertama kali ini mencicipi kuliner khas Palembang ini. Beruntungnya, perdana mencicipi langsung dari kota asalnya. Dan setelah mencicipi, saya sangat suka. 

Dokrpi
Dokrpi

Saking sukanya, saya bahkan berujar ke sopir bahwa kalau pulang wajib kita bawa untuk ole-ole. 

Empat piring paket lengkap kami pesan dan ludes seketika. Pempek bagi saya menjadi salah satu kuliner yang masuk list dan wajib. Perfect.

Sorenya kami diajak makan duren setelah mampir ke Kantor Gubernur menyelasaikan beberapa agenda dan mengkordinasikan beberapa kegiatan di salah satu kabupaten. Saya lupa nama jalannya. Hanya mengikuti sopir yang asli orang Palembang. Di sini kami berempat menghabiskan setidaknya lima belas buah duren. Hampir mabuk si sebenarnya tapi apa daya durennya terlalu enak.

Dokpri
Dokpri

Setelah itu kami ngopi di salah satu kedai kopi bernama kopi Dalu. Menu yang di tampilakan bagi saya cukup unik. Hampir mirip dengan sajian kopi Aceh. Saya tidak tau apakah ada hubungan atau tidak kopi menu di sini. Lagipula tidak ada teman kompasianer yang saya kenal di Palembang membuat saya sedikit sulit menggali informasi.

Menu minim itu misaknya teh telur (bebek atau ayam kampung) kopi telur, dll. Saya sendiri memesan kopi khas kedai tersebut.  Dan sajian kopi di sini lagi-lagi sangat saya sukai lantaran kekentalan kopi yang kuat meski ada beberapa variasi.

Malamnya saya keluar hotel dan memilih ngopi angkirangan disalah satu kedai. Dan lagi-lagi kopi disini membuat saya bisa menghabiskan tiga gelas. 

Saya menyukai originalitas kopi yang diseduh di Kota Ini. Baik arabica maupun robusta. Saya tidak paham soal kopi, tetapi sudah menjadi penikmat kopi sejak lama.

Dan saya menyukai seduhan-seduhan kopi di Kota ini. Saya masih memiliki niat ngopi di jembatan Ampera. Jembatan terkenal itu. Sebelum balik saya mungkin akan melakukannya.

Pada intinya, kota ini memberikan sebuah kesan berarti bagi saya sendiri. Baik keramahan orangnya, makanan yang sejauh ini belum pernah gagal dan segala keistimewaan lain yang tak akan habis diungkap. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun