Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ekspor Pasir, Gagalnya Menjaga Laut

9 Juni 2023   17:53 Diperbarui: 9 Juni 2023   17:55 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Sebelum adanya kebijakan ekspor pasir laut, praktik pengambilan pasir baik secara komersil (penambangan) maupun penggunaan pribadi telah melahirkan ruang bernama konflik, abrasi hilangnya mata pencaharian hingga kerusakan ekologi"

Lahir, tumbuh dan dewasa di pulau pesisir membuat saya merekam banyak sekali perubahan lingkungan dan sosial yang terjadi di daerah pesisir. Gempuran kebudayaan, gembosnya adat istiadat, hingga rusaknya ekologi; pasir yang hilang hingga karang yang tinggal kenangan.

Dulu di desa saya, Mateketen, periode 1990-an, pasir pantai terhampar begitu luas. Kami dapat bermain bola sepuasnya, berlarian kesana kemari dengan bebasnya, menjemur segala hasil kebun, pakaian hingga terjelek jadi jamban umum suka-suka (sebelum adanya fungsi toilet yang sekarang sudah dibangun di rumah masing-masing).

Rumah saya hanya berjarak dua puluh meter dari batas pasir dengan tanah. Pasir dan pantainya jadi tempat kami banyak menghabiskan waktu.

Sekarang, kemegahan itu tersimpan rapat dalam kenangan. Setidaknya di periode masa kecil kami. Anak-anak belakangan hanya mendapat cerita dan sisa kemegahan yang telah rusak oleh praktik masyarakat.

Sejak adanya kebutuhan pembangunan baik masyarakat maupun proyek pemerintah, pasir pantai hilang tak bersisa. Juga karang yang dijadikan material pelengkap. 

Pasir pantai hilang, berganti pengerukan dari dalam laut. Semua dilakukan dengan masif selama periode tahun 2000-an awal.  

Pada akhirnya, abrasi terpampang nyata di depan mata. Rumah-rumah yang berdekatan langsung dengan laut dibentengi talud sepanjang desa. Meski begitu, kerasnya ombak sekali-kali meremukan talud-talud tersebut 

Rusaknya karang dan hilangnya pasir membuat ombak bergerak tanpa ada hambatan. Tak jarang beberapa rumah penduduk harus tersapu. 

Pohon-pohon yang dulunya berdiri kokoh sebagai penadah angin juga kini hilang. Tak ada lagi tempat akar merambat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun