Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melangit Bersama IndiHome

13 Mei 2023   17:21 Diperbarui: 13 Mei 2023   17:22 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ Karya adalah sumbangsi nyata bagi generasi masa depan”

Fajrin Gunawan Keliery, sedang mengemas drone, kamera, dan Gimbal Stabilizer saat saya menemuinya. Semua peralatan tersebut disiapkan dengan hati-hati. Sesekali, ia mengecek cadangan baterai kamera guna memastikan daya terisi full sehingga tidak ada kendala saat pembuatan konten.

Keterbatasan infrastruktur penerangan di desa yang dituju membuatnya melakukan persiapan dengan matang. Sebab, listrik hanya menyala pada pukul tujuh malam dan padam pukul enam pagi. Jika cuaca tidak bersahabat seperti angin kencang atau hujan, listrik otomatis padam total. Kadang bisa dua hari lamanya. Ironi negeri kepulauan.

Seminggu belakangan saya memperhatikan, pria berusia 25 ini sangat serius mematangkan konsep pembuatan konten bersama tiga rekannya, yakni Faturrahman, Fahrurozzi, dan Rikhy. Pengambilan video, alur konten, hingga mengidentifikasi keberagaman sosial budaya masyarakat desa dibahas dengan detail. Konten yang bakal dibuat harus disesuaikan dengan lagu daerah hasil ciptaan Fahrurozzi.

Tema besar dari lagu ciptaan Fahrurozzi ialah tentang kehidupan masyarakat pesisir  di bawah kaki Gunung Kie Besi, Pulau Makeang. Cinta, kenangan dan pulang adalah makna dalam bait lirik-liriknya. Dan, Pulau Makeang inilah tujuan keberangkatan Fajrin untuk pengumpulan bahan konten video.

Saya pun menawarkan diri mengikuti proses pembuatan video yang dilakukan di Desa Malapa, Pulau Makian, Kabupaten Halmera Selatan.  Tujuan utama selain pulang kampung ialah melihat proses Fajrin dan kawan-kawan mengeksekusi ide di lapangan.

Perjalanan ke Pulau Makeang dimulai dari Pelabuhan Bastiong. Pelabuhan penyebrangan utama bagi warga  kepulauan  di Maluku utara. Empat jam perjalanan kami tempuh menggunakan speedboat  yang didorong enam mesin tempel 40 PK. Sebuah perjalanan  yang ngeri-ngeri sedap lantaran speedboat yang kami tumpangi over kapasitas. Saya sudah terbiasa dengan fenomena ini setiap pulang kampung. Kelebihan penumpang sudah tidak asing bagi masyarakat pesisir melakukan perjalanan. Kurangnya armada yang melayani daerah pesisir memaksa penumpang mau tak mau menggunakan transportasi yang tersedia. Sementara bagi Fajrin dan tim, perjalanan ini uji nyali. Raut wajah cemas dan panik sepanjang perjalan tak mampu disembunyikan. Sesekali mereka bertanya memastikan apakah kondisi seperti ini aman atau tidak. Pertanyaan yang saya jawab dengan mengacungkan jempol tanda aman. 

Dokpri
Dokpri

*

Malanya Kami menemui pemuka agama, adat dan Kepala Desa Malapa guna menyampaikan niat sekaligus meminta izin. Sebab di Timur, meminta izin sebelum melakukan sebuah kegiatan di desa wajib dilakukan. Tujuannya agar kami tidak melanggar pantangan dan larangan yang menjadi kepercayaan masyarakat. Izin diperoleh dan proses pengambilan gambar dilakukan esok hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun