“Karena memang ASEAN ini adalah satu keluarga, ikatannya sangat kuat. Kesatuannya sangat penting untuk berlayar menuju tujuan yang sama, menjadikan ASEAN epicentrum of growth dan kawasan damai stabil dan sejahtera,” Presiden RI Joko Widodo.
Mei 2017, di Negeri Gajah Putih Thailand, ajakan seorang teman pada pukul satu malam membuat saya dan tiga teman lainnya nekat mengendap keluar kamar hotel dan menuju supermarket terdekat. Lapar tengah malam penyebabnya. Hotel yang kami huni tidak memiliki restoran dan jauh dari pusat keramaian.
Satu kilometer dari hotel, kami menemukan sebuah supermarket. Kami masuk dan memilih beberapa jajanan dengan total yang harus dibayar sebesar 170 Bath lebih. Permasalahan kemudian muncul ketika tidak ada satupun yang membawa pecahan uang kertas nominal 100-1.000 Bath. Hanya satu teman yang membawa 50 Bath. Selebihnya kami hanya memiliki pecahan uang kertas 20 Bath serta uang koin. Alhasil urunan pun dilakukan ketimbang harus balik ke hotel sekedar mengambil uang.
Perdebatan kecil terjadi ketika menghitung uang pecahan koin yang memiliki nilai nominal kecil. Uang koin tersebut. Seorang teman yang geram lantas mengeluarkan selembar uang 100 ribu rupiah sembari berseloroh “ ribet amat, ni pakai rupiah aja”
“ Ya kaga diterima lah, masukin kembali. Akal-akalan saja kan kamu biar ga urunan,” sambung satu dari kami yang sontak mengundang tawa.
Seorang teman diutus membayar semua barang yang diambil dan kami menunggu di luar. Kami memerhatikan, ia menunggu sang kasir menghitung lalu menyerahkan uang. Namun raut kebingungan seketika mendarat diwajahnya. Bahasa Inggris yang terbata-bata juga samar-samar terdengar. Sesaat kemudian dia keluar dan menyampaikan keluhan. Ternyata hitungan kami salah, masih kurang 15 Bath. Saya mengingat betul apa yang diucapkannya, “Perkara bayar saja susah cuy. Pengen gelud saja aku,”
Kami kembali ke hotel dengan gelak tawa atas kekesalannya menghadapi si kasir. Selain karena keduanya menggunakan bahasa yang tak nyambung juga karena perkara membayar yang baginya sangat ribet.
Jauh-jauh hari sebelum menuju Thailand dan beberapa Negara lain, kami sudah kewalahan dengan perkara tukar-menukar. Perkara yang paling menyita perhatian ialah memastikan kurs mata uang dan biaya komisi. Setiap informasi dikumpulkan guna mendapatkan tempat terbaik sehingga tidak tekor mengeluarkan biaya konversi. Maklum anak mahasiswa sepertikami tak mau rugi.
*
Mei 2023, di bawah kolong langit Labuan Bajo, Provinsi Nusa Tenggara Timur nan indah, 10 pemimpin Negara-negara Asia Tenggara bertemu di KTT ASEAN ke-42. Kehangatan terpijar dari setiap pertemuan maupun jamuan yang disuguhkan tuan rumah Indonesia. Beberapa momen tertangkap. Pemimpin Negara yang memakai kain tenun khas Indonesia dan kopi manggarai yang menyita perhatian delegasi ASEAN (1).
Paling mendalam bagi saya ialah, ketika para pemimpin ASEAN bergandengan tangan. Tampak makna kekeluargaan, keharmonisan dan kekuatan. Berlayar bersama Kapal Pinisi Ayana Lako Dia; semoga selamat sampai tujuan, juga dimaknai sebagai berlayar bersama menuju kemakmuran. Cita-cita ASEAN menjadi epicentrum of growth
Rangkaian pertemuan tersebut melahirkan beberapa kesepakatan, salah satunya di bidang ekonomi dan keuangan yakni Regional Payment Conectivty (RPC) dan Local Local Currency Settlement (LCS).
Cross Border Transaction merupakan transaksi keuangan dalam penyelesaian perdagangan bilateral. Menurut Bank Indonesia, nilai pembayaran lintas Negara dari $127.8 Triliun di tahun 2018 menjadi $156 triliun pada Tahun 2022.(2). Sementara Bank Of England memprediksi peningkatan transaksi bisa mencapai250 Triliun USD pada tahun 2027.
Namun biaya konversi yang tinggi, keterlibatan perantara memengaruhi waktu pemrosesan, akses terbatas dan rendahnya transparansi masih menjadi kendala di seluruh dunia. (JP Morgan, 2022).
Salah satu teman saya, eksportir produk briket dan gula semut, pernah menghadapi transaksi hampir seminggu lamanya. Ia harus bolak-balik bank guna memastikan sudah sejauh mana tahap penyelesaian transaksi. Menurutnya, dalam pemrosesan banyak entitas-entitas terlibat sehingga transaksi menjadi lama, aturan perpajakan hingga perbedaan waktu antar Negara asal dengan Negara tujuan di mana bank beroperasi.
Efisiensi menjadi barang mahal dalam sistem pembayaran seperti ini. Tentu kondisi keterlambatan juga berimplikasi pada proses manajemen dan produksi.
Transaksi pembayaran lintas batas yang efisien, cepat, murah dan dapat diakses dengan mudah kemudian menjadi prioritas G20. Indonesia sebagai Presidensi G20 kemarin turut dalam pengembangan cross border payment. Bank Indonesia melakukan berbagai penguatan ekonomi digital yang inklusif dan terintegrasi terutama di kawasan dengan mendorong konektivitas pembayaran di kawasan .(4)
Potensi dan Tantangan ASEAN
Asia Tenggara merupakan kawasan ekonomi peringkat ketiga di Asia serta kelima di dunia. PDB mencapai US$3,2 triliun tahun 2019 dan diprediksi tumbuh 6,0% pada tahun 2023.. Bahkan di tengah pandemic, investasi mampu tumbuh sebesar US$174 miliar tahun 2021 dengan sektor keuangan menjadi yang tebesar yakni 22% atau US$57 miliar (Investmen Asean, 2023)
Di sisi pariwisata, masa pandemi Covid-19 masih menunjukan gairah yang meningkat. di mana 138,7 juta turis internasional melakukan kunjungan. Impikasinya menyumbang 11,7% PDB bagi ekonomi Asia Tenggara dan menyediakan 13,2% dari total lapangan kerja (41,8 juta pekerjaan). (Economic Outlok For South Asean, 2023).
Bagi saya, Asean memiliki daya tarik tersendiri. Gabungan penduduk saja mencapai 600 juta jiwa. Sebuah pangsa pasar besar yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain itu jalur lintas perdagangan strategis, kekayaan alam, keunggulan komparatif tiap-tiap Negara, parawisata hingga kebudayaan.
Namun kesetaraan masih menjadi problem tersendiri. Masih ada Negara di Asia Tenggara memiliki pendapatan perkapita rendah.
Dalam ASEAN Economic Blueprint, guna mengatasi kesenjangan antara Negara di ASEAN tersebut dorongan setiap negara anggota dalam pertumbuhan sangat dibutuhkan. Kerjasama sistem pembayaran lintas batas yang didorong Indonesia sebagai Keketuaan ASEANmembuka peluang pertumbuhan perdagangan. Selain itu, wujud dari 3 Priorty economy Delivery (PEDs) tentu saja bertujuan memperdalam integrasi dan stabilisasi keuangan dalam mewujudkan integrasi ekonomi kawasan.
Integrasi dan stabilisasi kawasan dipandang penting dalam menghadapidinamika dunia yang kompleks. Perang Rusia-Ukraina yang belum redah, resiko stagflasi dan reflasi yang terjadi di sejumlah Negara, kenaikan Fed Funds Rate, menguatnya dolar AS terhadap nilai tukar, dan ketidakpastian seperti Covid-19 kemarin sewaktu-waktu dapat menyebabkan syok yang meruntuhkan fundamental ekonomi.
Stabilitas keuangan menjadi catatan penting sebab ASEAN pernah terjerembab ke dalam krisis ekonomi dan keuangan 1999 maupun 2008 yang mengakibatkan syok pada fundamental baik fiskal maupun moneter. Sehingga kesiapan dn inovasi harus didorong secara kuat agar Asean tidak menjadi "penonton".
Berlayar Bersama Menuju Kemakmuran
Konektivitas sistem pembayaran lewat Kerjasama Regional Payment Conectivty (RPC) dan Local Currency Settlement (LCS) yang diprakarasai oleh Bank Indonesia dengan bank sentral Negara ASEAN dapat memberikan kemudahan transaksi yang efisien, mempersingkat rantai proses yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilisasi nilai tukar di kawasan.
Menariknya konektivitas pembayaran regional memakai kerangka LCT atau transaksi mata uang Negara masing-masing. Tujuannya mengurangi ketergantungan mata uang tertentu. Penguatan mata uang dapat tercapai sehingga demand akan kebutuhan dolar dapat berkurang. LCT digagas Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia (BNM) dan Bank of Thailand (BOT) pada tahun 2017 ini kemudian diperluas ke beberapa negara-negara lain.
Sejak diterapkan, nilai transaksi LCT terus meningkat dari tahun ke tahun. LCS MYR dengan Rupiah meningkat dari $22.5 juta di tahun 2018 menjadi 49.6 juta USD/bulan di 2019 dan 50 USD di 2020. (Novansa dan sidik, 2022). Sementara di Tahun 2023, transaksi LCT mencapai angka US$ 957 juta. (5)
Perkembangan teknologi digital kemudian mendorong Negara-negara ASEAN melakukan akselerasi, inovasi dan penguatan konektivitas Cross Border Payment. Salah satunya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Sistem pembayaran yang dikembangkan Bank Indonesia ini merupakan sistem pembayaran digital yang menjadi arah Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 (Bicara, 2023).
Sejauh ini QRIS berhasil mejadi jembatan pembayaran yang efisien, muda, cepat dan aman. Kemudahan menggunakan QRIS telah mendorong dinamika transaksi pembayaran menuju arah baru. Kondisi ini terlihat dari tingkat keterjangkauan dan pertumbuhan yang pesat. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, metode pembayaran dengan implementasi Standar Nasional Open Application Programming Interface Pembayaran (SNAP) ini mampu menjangkau 14,7 juta merchant di tahun 2021. Kemudian 15,68 juta mercant dengan 89% UMKM pada triwulan I 2020. Lalu tumbuh lagi mencapai 33 juta pengguna dengan 22 juta mercant (Bank Indonesia, 2023).
Keberhasilan QRIS di Indonesia diperluas dalam kerjasama lintas batas (cross-border QR payment linkage). Bank Indonesia dengan Bank sentral Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina sepakat bekerjasama lewat konektivitas QR Code antar Negara.
Kerjasama ini juga tentu membuka peluang UMKM mengkaselrasi pasar. Apalagi UMKM merupakan salah satu sector yang terus di dorong untuk tumbuh dan berdaya saing, kemudian mendorong aktivitas ekonomi dan pariwisata, pilihan bagi konsumen penguna layanan transaksi, dan paling penting mendukung stabilisasi Makro ekonomi dan sabilitas mata uang.
Kondisi ini tentu membawa angin segar bagi sistem pembayaran dalam melakukan bisnis maupun berwisata. Masyarakat Indonesia dapat dengan mudah melakukan transaksi “memakai rupiah” tanpa perlu repot-repot melakukan konversi uang, memaksimalkan jumlah uang yang harus dibawa, atau kesulitan melakukan transaksi pembayaran seperti yang saya alami di Thailand tempo hari. i.
Lalu bagaimana melakukan pembayaran menggunakan QR Code lintas Negara? Caranya sangat gampang. Jika anda terbiasa menggunakan Qris di Indonesia tentu tidak akan kebingungan. Cukup klik menu Scan QRIS, masukan nominal mata uang Negara asal, konfirmasi, masukan pin dan selesai. Gampang bukan.(6)
Sumber :
Majalah Bicara Bank Indonesia Edisi 78 Tahun 2019 dan 98 tahun 2022/2023
Laporan Tahunan Bank Indonesia tahun 2021 dan 2022
Buletin Investasi, keuangan dan Ekonomi, DJPB edisi Mei 2023.
Investment in Asean, 2023
Bank Indonesia. Laporan perkembangan ekonomi dunia Triwuan II 2002.
JP Morgan. (2022). Unlocking $120 Billion Value In Cross-Border Payments (How banks can leverage central bank
digital currencies for corporates)
Nofansa A, Sidik H (2022) Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Malaysia-Thailand: Penguatan Local Currency Settlement (LCS) Framework dalam Memfasilitasi Perdagangan. Padjadjaran Journal of International Relations e-ISSN:2684-8082 Vol. 4 No.2
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI